Download Majalah Farmasetika

Dacomitinib, Obat Lini Pertama Pembunuh Sel Kanker Paru-Paru Terkini

Farmasetika.com – Baru-baru ini, lembaga pengawasan obat dan makanan Amerika, FDA telah menyetujui penggunaan dacomitinib sebagai terapi lini pertama bagi pasien kanker paru-paru sel besar (non-small cell lung cancer (NSLCLC)).

Persetujuan ini dilimpahkan kepada perusahaan farmasi Pfizer dengan nama dagang VIZIMPRO®.

Tablet dacimitinib

Tablet dacomitinib ini hadir dengan 3 kekuatan dosis, yaitu 45 mg, 30 mg, dan 15 mg dengan bentuk sediaan tablet lepas cepat yang dilapisi film berwarna biru dan berbentuk bundar.

Dacomitinib ini termasuk ke dalam golongan inhibitor tirosin-kinase (TKI) sehingga bekerja sebagai inhibitor ireversibel pada aktivitas kinase EGFR manusia (EGFR/HER1, HER2, HER4) yang biasanya teraktivasi secara berlebih pada sel tumor.

Obat yang disetujui untuk pengobatan NSLC lain seperti Tarceva (erlotinib) dan Iressa (gefinitib) hanya menginhibisi HER1 dikarenakan pada kasus NSLC biasanya terjadi mutasi di HER1 dan mengakibatkan peningkatan aktivitas (tumor EGFR-positif), namun HER2 dan HER4 juga sebenarnya dapat berperan seperti HER1 yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada obat yang digunakan, sehingga dacomitinib yang menginhibisi semua HER dapat digunakan sebagai pilihan pengobatan.

KEAMANAN DAN EFIKASI

Keamanan dan efikasi dacomitinib telah teruji melalui uji klinik secara acak sebagai terapi lini pertama untuk penderita kanker paru-paru sel besar (non-small cell lung cancer (NSLCLC)).

Uji klinik dilakukan pada 227 pasien berusia 18 tahun atau lebih dengan berbagai etnis seperti Jepang, Cina, Asia Timur, dan non-Asia selama 48 bulan. Hasil uji klinik menunjukkan bahwa dacomitinib taraf keberlangsungan hidup (overall survival) pasien dibandingkan obat inhibitor tirosin kinase generasi pertama, gefitinib.

EFEK SAMPING

Sayangnya dacomitinib memiliki efek samping yang lebih jika dibandingkan gefitinib terhadap saluran gastrointestinal dan kulit.

Baca :  Steglatro, Inovasi Tablet Antidiabetes Sekaligus Turunkan Berat Badan

Uji klinis menunjukkan efek samping seperti diare dan stomatitis terjadi sebanyak 87% dan 45% dari total pasien uji. Selain itu, efek samping pada kulit yang muncul berupa ruam dan infeksi sebanyak 69% dan 64% pasien uji. efek samping berupa diare dan mukositis yang lebih sering terjadi pada pasien pengguna dacomitinib dibanding erlotinib.

Dacomitinib dapat menjadi opsi terapi lini pertama di Indonesia dimasa mendatang, dimana dacomitinib dapat menurunkan risiko perkembangan kanker lebih dari 40% dan rata-rata 6.5 bulan peningkatan dalam durasi respons jika dibandingkan dengan gefitinib.

SUMBER

Katz, A. 2017. Dacomitinib Bests Gefitinib in EGFR-Mutants NSCLC. Available online at https://www.onclive.com/web-exclusives/pharmacy-expert-shares-insights-on-readytouse-cytotoxic-drugs [Accessed on December 1, 2018].

Kemenkes. 2014. Panduan Penatalaksanaan Kanker Paru. Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Nasional.

Mok, T. S., et al. 2018. Improvement in Overall Survival in a Randomized Study That Compared Dacomitinib With Gefitinib in Patients with Advanced Non–Small-Cell Lung Cancer and EGFR- Activating Mutations. Journal of Clinical Oncology. 36 (22): 2244-2250.

Pfizer Labs. 2018. Highlight of Prescribing Information. USA: Pfizer.

Ramalingam, S. S., et al. 2016. Dacomitinib versus erlotinib in patients with EGFRmutated advanced nonsmall-cell lung cancer (NSCLC): pooled subset analyses from two randomized trials. Annals of Oncology. 00:1-6.

Reckamp, K. L., et al. 2014. A Phase of Dacominitib (PF-00299804), an Oral, Irreversible pan-HER (human epidermal growth factor receptor) inhibitor, in patients with advanced non-small cell lung cancer after failure of prior chemotherapy and erlonitib. Cancer 120(8): 1145-1154.

Wu Y. L., et al. 2017. EGFR-mutation-positive non-small-cell lung cancer (ARCHER 1050): a randomised, open-label, phase 3 trial. Lancet Oncol. 18:1454-1466.

Penulis: Monica Richelle, Andriati Khoerunnisa, Traju Ningtias, Hisban Hamid, Anisa Aprilia Lulu Shibrina, dan Ravi Rasyada (Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran)

Share this:

About Monica Richelle

Mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.

Check Also

ibuprofen

Kesulitan dalam Pemberian Paracetamol dan Ibuprofen Tanpa Resep kepada Anak-anak Dapat Mengakibatkan Kesalahan Dosis

Majalah Farmasetika – Hasil studi menunjukkan bahwa lebih dari 40% pengasuh melakukan kesalahan dosis saat …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.