Majalah Farmasetika (Ed.4, Juni 2016). Urea adalah senyawa kimia yang dapat terbentuk secara biologis dalam tubuh mahluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Dalam tubuh manusia, pembentukan urea terjadi sebagai produk akhir dari siklus nitrogen dalam hati.
Senyawa ini digunakan dalam pembentukan asam-asam amino sebagai unsur-unsur protein yang sangat berguna bagi tubuh. Kadar urea yang berlebihan dapat mengganggu proses kerja ginjal, atau dalam istilah kedokteran dikenal dengan istilah “gagal ginjal”.
Urea dapat ditentukan dengan metoda spektrofotometri. Prinsip kerja metode ini adalah berdasarkan pembentukan senyawa kompleks yang berwarna kuning. Penentuan urea secara spektrofotometri cukup teliti, akan tetapi membutuhkan waktu yang relatief lama dan bahan kimia yang banyak. Cara lain untuk mengetahui kadar urea adalah dengan metode potensiometri secara elektroda selektif ion (ESI). Metoda ESI yang dikembangkan untuk penentuan kadar urea adalah dengan menggunakan biosensor urea. Dalam peralatan biosensor urea, enzim urease berfungsi sebagai substrat dengan cara diimobilisasi, dan sejumlah senyawa kimia sebagai matriks untuk mengikat enzim seperti, PVC, glutaraldehid dan sejumlah zat kimia lain sebagai komponennya, serta kawat logam sebagai transdusernya (konduktor).
Biosensor adalah perangkat yang menggunakan organisme hidup atau molekul biologis, terutama enzim atau antibodi, untuk mendeteksi keberadaan bahan kimia. Prinsip kerja biosensor adalah berdasarkan immobilisasi komponen biologi (enzim, bakteri, dan lainlain) pada matriks membran polimer yang diintegrasikan dengan sinyal transduser pada analit. Komponen biologi berfungsi sebagai sensor elektroaktif yang berperan pada reaksi setengah sel elektrokimia sehingga potensial yang ditimbulkan sensitif dan selektif terhadap ion tertentu.
Salah satu contoh biosensor urea adalah dengan metode konduktometri, Konduktometri adalah pengukuran konduktivitas elektrolitik untuk memantau kemajuan reaksi kimia. Sol gel adalah teknik kimia basah yang digunakan untuk pembuatan kedua bahan kaca dan keramik. Dalam proses ini, sol (atau solusi) berkembang secara bertahap menuju pembentukan jaringan seperti gel yang mengandung fasa cair dan fasa padat. Pembuatan dari biosensor urea ini salah satu contohnya dengan menggunakan konduktor kawat. Kawat tembaga berdiameter 0,2 mm dilapisi dengan larutan tetrahidrofuran (THF), urease, dan polivinilklorida (PVC) sebagai matriks. Elektroda yang dilapisi ketiga bahan tersebut dicelupkan dengan ketebalan dan kandungan urease yang bervariasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, biosensor konduktometri berbasis enzim telah menjadi subyek penyelidikan. Biosensor konduktometri dilakukan dengan urease sol-gel mobil pada microfabricated integrated array (IDA) elektroda emas. Tetramethoxysilane (TMOS) digunakan sebagai precussor sol-gel untuk imobilisasi urease dan kinerja biosenssor urea yang dihasilkan dikontrol melalui kadar air dalam hidrolisis asam-katalis dari larutan stok sol-gel. Sol-gel yang berasal dari urea biosensor menunjukkan kisaran yang relatif luas dinamis yaitu 0.2-50mM di 5nm imidazol HCl buffer pada pH 7. Selanjutnya, biosensor urea dipamerkan reproduktifitas baik yaitu sensor-ke-sensor (6,5%) dan stabilitas penyimpanan (50%) dari yang asli pada kegiatan masa 3minggu bila disimpan dalam 5mm imidazol HCl buffer pada 40C. Urea biosensor telah berhasil diterapkan untuk penentuan urea dalam sampel urin dengan menggunakan format pengukuran diferensial yang terdiri dari aktif IDA sensor konduktometri. Biosensor konduktometri ini memiliki prinsip sama dengan potensiometri yang memiliki prinsip utama pertukaran elektron dengan reaksi redoks.
Biosensor urea yang telah dikembangkan saat ini adalah biosensor potensiometri berdasarkan amobilisasi enzim. Dari hasil penelitian diketahui biosensor urea potensiometri memiliki waktu respon yang cepat, namun memiliki kepekaan rendah karena membutuhkan elektroda selektif ion spesifik.
Berdasarkan metode tersebut perlu dilakukan pengembangan biosensor urea untuk meningkatkan kepekaan biosensor dengan metode baru yang dapat diaplikasikan pada sampel serum darah, yaitu biosensor urea konduktometri.
Kekurangan biosensor adalah dalam penentuan sulit menggunakan metode biosensor dibandingkan dengan metode analisis standar AOAE diantaranya adalah dalam hal kecepatan analisis, sensitivitas, keterulangan biosensor, kesederhanaan prosedur analisis, dan akurasi.
Penulis : Bena Humaira, Heinna AP Arokiadass, Ayu Brilliany F, Nuzaha Baqiyatus S.A, Silvi Ristianti (Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran)
Dikutip dari berbagai sumber:
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…