Majalah Farmasetika (Ed.4/Juni 2016). Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan berbagai tanaman yang dipercaya berkhasiat dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang khasiat tanaman tersebut berdasarkan pada pengalaman dan ketrampilan secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi.
Seiring dengan perkembangannya, tanaman-tanaman yang berkhasiat sebagai obat tersebut diolah, baik secara sederhana hingga menggunakan teknologi yang modern, sampai dihasilkan produk yang disebut dengan obat tradisional. Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman-tanaman obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 2000).
Obat tradisional Indonesia, saat ini dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu sediaan jamu, sediaan obat herbal terstandar, dan sediaan fitofarmaka. Pengelompokan tersebut didasarkan pada perbedaan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat (BPOM, 2004).
Penggunaan obat tradisional khususnya jamu di Indonesia cukup tinggi, hampir 50% masyarakat Indonesia terbiasa mengkonsumsi jamu (Kemenkes RI, 2010). Tetapi peningkatan produksi, peredaran dan penggunaan jamu tersebut di sisi lain dicemari oleh adanya penambahan bahan kimia obat ke dalamnya.
Berdasarkan hasil pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh wilayah Indonesia dari bulan November 2013 sampai dengan Agustus 2014, ditemukan sebanyak 51 jamu yang mengandung BKO, dimana 42 diantaranya merupakan produk jamu yang tidak terdaftar (ilegal) dan sisanya merupakan produk jamu yang tidak sesuai dengan persetujuan pendaftaran (BPOM, 2014).
Bahan kimia obat (BKO) yang merupakan bahan kimia sintetik atau hasil isolasi, tidak boleh ditambahkan ke dalam obat tradisional karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO) dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius, bahkan dapat berujung pada kematian karena bahan kimia obat (BKO) umumnya merupakan golongan obat keras yang harus diberikan sesuai dengan dosis terapinya.
Sulitnya menekan peredaran jamu yang mengandung BKO di Indonesia, mendorong berbagai peneliti untuk mengembangkan teknik identifikasi bahan kimia dalam jamu sehingga dapat memudahkan masyarakat dalam memilih dan mengkonsumsi jamu karena jamu alami dan jamu yang mengandung bahan kimia obat cukup sulit dibedakan secara kasat mata.
Metode yang paling cepat adalah mendeteksi langsung adanya bahan kimia obat dalam jamu tanpa membawa sampel jamu ke laboratorium. Identifikasi bahan kimia sejak lama dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi yang spesifik mendeteksi, umumnya dari adanya perubahan warna yang terjadi pada saat berlangsung reaksi antara pereaksi dengan gugus fungsi yang ada dalam suatu bahan kimia. Tetapi terdapat kelemahan dari metode deteksi seperti itu, terutama untuk petugas lapangan seperti tim dari BPOM yang harus membawa banyak pereaksi kimia pada saat akan melakukan pengawasan peredaran suatu produk di lapangan.
Saat ini Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran tengah mengembangkan berbagai strip indikator untuk mendeteksi adanya bahan kimia obat dalam jamu. Hanya dengan mencelupkan strip ke dalam sediaan jamu yang telah dilarutkan dalam pelarut, keberadaan bahan kimia dapat sesegera mungkin diketahui hanya dalam hitungan menit.
Strip indikator dibuat dari bahan polimer sebagai penyangga karena polimer memiliki pori-pori yang mampu ditembus masuk oleh pereaksi spesifik tetapi dapat menjaga pereaksi tidak tembus keluar dalam kurun waktu tertentu.
Inovasi yang saat ini dilakukan masih membutuhkan banyak penyempurnaan dan membutuhkan kolaborasi dari banyak pihak, agar jamu selalu menjadi tuan rumah di negeri sendiri tanpa harus terkotori oleh ulah produsen nakal.
Dengan adanya strip test ini kedepan semua orang bisa berperan sebagai detektif bahan kimia obat dalam jamu dan bisa terhindar dari efek samping yang membahayakan.
Dikutip dari berbagai sumber :
Artikel Majalah Farmasetika ini termasuk kedalam artikel edisi khusus yang telah diterbitkan di http://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…