Majalah Farmasetika (Ed.4/Juni 2016). Ketika dokter menerima makanan gratis dari medical representative (medrep), mereka jauh lebih mungkin untuk meresepkan obat merk yang dipromosikan dibanding alternatif generik yang lebih murah. Fakta ini ditemukan oleh peneliti UC San Francisco dalam sebuah penelitian yang diterbitkan secara online 20 Juni 2016, di JAMA Internal Medicine.
Para peneliti mengatakan strategi pemasaran ini dapat mengarah ke biaya yang dikeluarkan pasien lebih tinggi, karena obat merek (brand) tidak termasuk program asuransi.
Dalam penelitian ini, para peneliti menemukan bahwa dokter yang menerima hanya satu kali makan, dengan pengeluaran biaya rata-rata kurang dari $ 20 (260 ribu rupiah), terbukti sampai dua kali lebih kemungkinan untuk meresepkan obat bermerek yang dipromosikan dibanding dokter yang tidak menerima makanan. Dokter yang menerima beberapa makanan yang sampai tiga kali lebih mungkin untuk melakukannya.
“Apakah makan malam formal atau makan siang singkat di kantor dokter, pertemuan ini adalah kesempatan bagi perwakilan perusahaan obat untuk membahas produk dengan dokter dan staf mereka,” kata Adams Dudley, MD, MBA, profesor kedokteran dan direktur Pusat untuk Nilai kesehatan di Philip R. Lee Institut studi Kebijakan Kesehatan di UCSF, dan ilmuwan senior studi tersebut. “Makanan dapat mempengaruhi keputusan resep dokter.”
Tim yang terdiri dari Dudley, Colette DeJong, seorang mahasiswa kedokteran UCSF, dan Thomas Aguilar, MS, seorang ahli statistik UCSF, memimpin dalam merancang penelitian, mengumpulkan dan menganalisis data dan penulisan hasil penelitian untuk dipublikasikan.
Sementara studi terbaru menunjukkan bahwa dokter yang menerima pembayaran besar dari perusahaan obat, seperti berbicara biaya atau royalti, lebih mungkin untuk meresepkan obat merek ternama yang mahal, studi baru ini merupakan yang pertama dimana menemukan hubungan antara makanan tunggal dan perilaku resep dokter.
Sebelum memeriksa pembayaran industri, para peneliti UCSF pertama kali mengidentifikasi dokter sejak tahun 2013 dari berkas Medicare Bagian D prescriber yang menulis lebih dari 20 resep di salah satu dari empat kelas obat yang umum. Ini termasuk statin untuk menurunkan kadar kolesterol; beta-blocker, yang paling sering digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi; angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin-receptor blocker (ARB), juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi; dan selektif inhibitor reuptake serotonin (SSRI) dan inhibitor reuptake serotonin-norepinefrin (SNRIs), disetujui untuk pengobatan depresi.
Para peneliti mengidentifikasi obat yang paling banyak diresepkan dengan nama dagang di masing-masing kategori: seperti rosuvastatin untuk statin, nebivolol untuk beta-blocker, olmesartan untuk ARB, dan desvenlafaxine untuk SNRI. Mereka kemudian mengidentifikasi dokter yang menerima makanan yang disponsori industri yang mempromosikan salah satu obat.
Dari 279.669 dokter yang dipilih dari database Medicare berdasarkan kriteria resep menerima 63.524 pembayaran yang terkait dengan empat obat sasaran. Sembilan puluh lima persen dari pembayaran yang dalam bentuk makan, dengan biaya rata-rata kurang dari $ 20. Dalam setiap dari empat kelas obat, para peneliti menemukan dokter yang menerima hanya satu kali makan yang disponsori industri lebih cenderung meresepkan obat agen penjualan yang dipromosikannya dan mengesampingkan obat generik.
Desain penelitian yang melibatkan pemeriksaan penampang data selama jangka waktu tunggal memang tidak memungkinkan para peneliti untuk menyimpulkan bahwa makanan gratis sebagai penyebab dokter untuk meresepkan obat yang sedang dipasarkan, tetapi dibuktikan bahwa ada hubungan yang kuat antara dua peristiwa ini.
“Data kami menimbulkan pertanyaan tentang praktik saat ini, tetapi juga diperhatikan bahwa belum ada cara standar untuk mendapatkan informasi obat kepada dokter,” kata Dudley. “FDA, Medicare, atau asuransi bisa mengatur cara alternatif mendidik dokter tentang perkembangan obat, tetapi mereka tidak melakukan hal itu. Mengingat berapa banyak uang tambahan yang pasien habiskan pada obat bernerk ” tutupnya.
Sumber : https://www.ucsf.edu/news/2016/06/403306/free-meal-pharma-doctors-are-more-likely-prescribe-brand-name-drugs-study-shows
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…