Edukasi

Peneliti Ungkap Manfaat Koenzim Q10 Untuk Pasien Gagal Jantung

Majalah Farmasetika (V1N6-Agustus 2016). Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Data dari WHO tahun 2012 lalu menyebutkan 31 persen kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini dengan jumlah 17,5 juta orang yang meninggal. Bahkan, pada tahun 2030 nanti diperkirakan jumlah kematian akibat penyakit kardiovaskular ini meningkat menjadi 23 juta.

Para peneliti mengungkapkan bahwa koenzim Q10 (CoQ10) yang juga dikenal sebagai ubiquinone/ubidecarenone/coenzyme Q dimungkinkan dapat memberikan manfaat pada pasien gagal jantung melalui tiga mekanisme, yaitu meningkatkan pembentukan ATP dan energi selular, mengurangi stress oksidatif, dan menstabilkan kanal ion dependen-kalsium pada miokardium.

C0Q10 merupakan substansi yang larut dalam lemak yang menyerupai vitamin, hadir dalam kebanyakan sel eukariotik, terutama dalam mitokondria. C0Q10 adalah komponen dari rantai transpor elektron dan berpartisipasi dalam respirasi seluler aerobik, yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Sembilan puluh lima persen dari energi tubuh manusia yang dihasilkan dengan cara ini. Oleh karena itu, organ-organ dengan energi tertinggi persyaratan-seperti jantung, hati, dan ginjal-memiliki konsentrasi CoQ10 tertinggi.

Penelitian terbaru terkait Koenzim C0Q10

Topik ini diulas dalam artikel terbaru pada Current Heart Failure Reports edisi Agustus 2016 yang disusun oleh dua orang peneliti dari Ochsner Clinical School, University of Queensland School of Medicine, New Orleans. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa CoQ10 banyak digunakan secara klinis.

Beberapa penelitian randomized-controlled trials (RCT) meneliti suplementasi CoQ10. Sebagian besar penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien gagal jantung stadium III dan IV berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association, suatu klasifikasi fungsional penyakit jantung), frekuensi perawatan inap di rumah sakit 50% lebih rendah, tetapi tidak berpengaruh terhadap tingkat kematian. Akan tetapi, beberapa penelitian yang lebih kecil tidak menunjukkan pengaruh CoQ10 terhadap fungsi jantung dan toleransi aktivitas fisik (olahraga).

Tiga penelitian meta-analisis menyebutkan beberapa masalah yang ditemukan pada penelitian-penilitian RCT tersebut. Penelitian-penelitian ini menyebutkan bahwa CoQ10 berpengaruh terhadap parameter-parameter hemodinamik, tetapi pengaruhnya terhadap tingkat kematian masih belum jelas.

Meskipun CoQ10 dinyatakan aman digunakan, the American College of Cardiology dan American Heart Association tidak memasukannya ke dalam panduan tatalaksana pengobatan gagal jantungnya di tahun 2013.

Penemuan terbaru dari penelitian Q-SYMBIO menunjukkan bahwa suplementasi CoQ10 memperbaiki gejala gagal jantung dengan mengurangi kejadian kardiovaskular berat dan kematian secara signifikan. Akan tetapi, hasil ini hanya terlihat setelah penggunaan suplemen jangka panjang (lebih dari 106 minggu).

CoQ10 bersifat larut lemak dan lebih dari 50%-nya diekskresikan, yang kemudian dapat menjadi kendala untuk mencapai kadar terapeutik. Selain itu, beberapa pasien gagal jantung mengalami kesulitan mengabsorbsi CoQ10 karena adanya edema usus atau kongesti. Dokter dapat mengatasi masalah ini dengan meresepkan CoQ10 dalam dosis harian terbagi untuk memastikan absorpsi yang cukup.

Meskipun AAC dan AHA tidak memasukkan CoQ10 ke dalam panduan tatalaksana 2013-nya, suplemen ini menunjukkan pengaruh pada beberapa penelitian RCT dan meta-analisis. Penelitian Q-SYMBIO terbaru menunjukkan bahwa suplemen CoQ10 dapat menjadi pilihan untuk manajemen pasien gagal jantung.

Sumber:

  1. http://www.pharmacytimes.com/resource-centers/heart-failure/could-coq10-benefit-heart-failure-patients
  2. http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150225161516-255-34822/gejala-gagal-jantung-yang-harus-anda-ketahui/
  3. https://en.wikipedia.org/wiki/Coenzyme_Q10
Hafshah

Hafshah Nurul Afifah, S.Farm., Apt. meraih gelar sarjana dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran pada tahun 2012. Gelar apoteker diperoleh dari Program Studi Profesi Apoteker Universitas Padjadjaran pada tahun 2016. Tahun 2012 hingga 2013 bekerja full-time sebagai editor buku farmasi di CV. EGC Penerbit Buku Kedokteran dan hingga saat ini masih aktif sebagai editor dan penerjemah lepas. Penulis pernah bekerja sebagai ASN di Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Maret 2019-Juni 2020 sebagai Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Pertama (analis laboratorium vaksin), namun saat ini kembali bekerja sebagai Spv. Registration Officer di sebuah industri farmasi swasta di Bandung.

Share
Published by
Hafshah

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

3 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

3 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago