Opini

Menakar Anggaran Kesehatan dalam RAPBN Tahun 2017

Majalah Farmasetika – Rubrik Opini (V1N6-Agustus 2016). Tanggal 16 Agustus 2016 dihadapan Sidang Paripurna DPR dan DPD, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka Memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-71. Pidato ini menjadi sangat penting karena selain menyampaikan capaian-capaian kinerja pemerintah selama ini, juga memuat Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2017. Pidato yang begitu penting bagi perjalanan pembangunan Bangsa Indonesia di Tahun 2017.

Dalam pidato tersebut, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa RAPBN Tahun 2017 mencapai total belanja sebesar Rp. 2.070,5 triliun. Pendapatan negara dalam RAPBN Tahun 2017 ditetapkan sebesar Rp. 1.737,6 triliun rupiah dengan penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp. 1.271,7 triliun. Target pajak dalam RAPBN Tahun 2017 tersebut memang lebih rendah dibandingkan target pajak dalam APBN Perubahan Tahun 2016. Target pajak yang lebih rendah tersebut dianggap realistis ditengah kondisi perekonomian yang masih melambat. Dalam kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan bahwa penyusunan RAPBN 2017 didasarkan pada tiga hal utama, yaitu penerimaan pajak, pembangunan infrastruktur dan defisit yang dijaga pada angka 2,41% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Dalam pidato lebih lanjut, Presiden Joko Widodo menetapkan ada enam prioritas belanja anggaran pada RAPBN Tahun 2017. Tujuan utamanya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik melalui akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Salah satu dari enam prioritas belanja anggaran pemerintah tersebut adalah peningkatan kualitas dan efektifitas program perlindungan sosial antara lain perluasan sasaran program keluarga harapan, perbaikan mutu layanan kesehatan dan keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta perbaikan program beras untuk keluarga sejahtera.

Kemenkes RI Mendapat Kategori Porsi Terbesar di RAPBN 2017

Kementerian Kesehatan RI merupakan salah satu kementerian/lembaga yang mendapatkan porsi terbesar dalam RAPBN Tahun 2017. Anggaran yang dirancang pemerintah untuk Kementerian Kesehatan RI adalah sebesar Rp. 58,3 triliun. Anggaran ini menduduki posisi kelima dalam daftar anggaran terbesar untuk kementerian/lembaga pemerintah. Anggaran nomor satu terbesar masih dimiliki oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yaitu sebesar Rp. 105,6 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang ingin mempercepat pembangunan infrastruktur dan konektifitas antar wilayah di seluruh Indonesia. Kementerian/lembaga pemerintah lain yang juga melaksanakan tugas dan fungsi kesehatan adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Dalam RAPBN Tahun 2017, BKKBN mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 3,8 triliun dan Badan POM mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 1,7 triliun.

Walau Termasuk Porsi Terbesar Tetapi Belum Sesuai Amanat Undang-Undang

Bila mengacu kepada Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 171 ayat 1 mengamanatkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal 5 % (lima persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diluar gaji. Sehingga bila dipersentasekan, maka total anggaran kesehatan dari tiga kementerian/lembaga yaitu Kementerian Kesehatan, BKKBN dan Badan POM yaitu sebesar Rp. 63,8 triliun dalam RAPBN Tahun 2017 adalah sebesar 3,08 %. Angka ini masih dibawah angka yang diamanatkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Alokasi anggaran 5 % sebagaimana amanat undang-undang tersebut belum bisa terpenuhi dikarenakan kondisi keuangan negara yang masih belum stabil.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan masih terus mencari cara menaikkan pendapatan negara ditengah kondisi perekonomian yang masih melambat. Pada kondisi inilah, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk meluncurkan Program Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak.

Klik halaman berikutnya >>

Cukupkah Alokasi Anggaran RABPBN 2017 Untuk Bidang Kesehatan?

Lalu muncul pertanyaan cukupkah anggaran kesehatan dalam RAPBN Tahun 2017? Ditengah masih banyaknya persoalan dibidang kesehatan, maka alokasi anggaran kesehatan merupakan salah satu kunci penting dalam pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh seluruh komponen Bangsa Indonesia agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan dan sinergi antar program dan sektor baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga sektor swasta. Kesinambungan dan sinergi memerlukan upaya yang tidak mudah. Terlebih pada era desentralisasi saat ini dimana setiap pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan.

Kesinambungan dan sinergi pembangunan kesehatan yang optimal adalah mata rantai bagi keberlangsungan pembangunan nasional. Pembangunan nasional kita hanya akan maju bila ditopang oleh sumber daya manusia yang sehat sehingga akan produktif secara sosial dan ekonomis. Secerdas apapun seseorang manakala derajat kesehatannya menurun, maka akan mengganggu optimalisasi kerja dan produktifitasnya.

Upaya Promotif dan Preventif sebagai Strategi Tepat Kemenkes RI dalam Pembangunan Kesehatan Secara Nasional

Dalam forum Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) yang diselenggarakan pada Bulan April 2016, Kementerian Kesehatan RI telah menggariskan bahwa salah satu strategi yang digunakan dalam pembangunan kesehatan secara nasional adalah melalui pengalokasian anggaran terutama untuk kegiatan yang bersifat promotif dan preventif.

Upaya promotif lebih mengedepankan promosi kesehatan dan upaya preventif yang lebih mengedepankan kegiatan pencegahan terhadap penyakit. Adapun upaya kuratif adalah upaya pengobatan terhadap suatu penyakit dan upaya rehabilitatif adalah upaya mengembalikan bekas penderita kedalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat.

Mengedepankan upaya promotif dan preventif pada hakikatnya sejalan dengan paradigma baru yang biasa dikenal sebagai paradigma sehat yaitu paradigma kesehatan yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dulu kita kenal istilah ”mencegah lebih mudah daripada mengobati”. Istilah ini sangat tepat diimplementasikan ditengah terbatasnya anggaran kesehatan pemerintah.

Ditinjau dari sisi biaya yang dibutuhkan pun, upaya promotif dan preventif juga lebih murah daripada upaya kuratif dan rehabilitatif. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa biaya pengobatan untuk penyakit malaria diperkirakan sekitar Rp. 20.000,- per bulan, sementara biaya pengobatan untuk penyakit diabetes mellitus diperkirakan sekitar   Rp. 600.000,- per bulan. Perbedaan angka yang cukup besar ini menjadi salah satu bukti lebih mudah dan murahnya upaya promotif dan preventif dibandingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Pola penyakit dewasa ini telah bergeser dari pola penyakit infeksi dan menular yang disebabkan oleh kuman dan virus menjadi pola penyakit yang tidak menular dan bersifat degeneratif (tidak diturunkan) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes mellitus, gagal ginjal dan lain sebagainya. Penyakit tidak menular ini umumnya disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, seperti konsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi dan kurang serat, perilaku merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan narkoba dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut ditambah lagi dengan perilaku yang serba kompetitif dan meningkatkan stres, menaikkan tekanan darah serta kurangnya aktifitas olahraga.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 2011 dan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir menyebutkan bahwa kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara berkembang mencapai angka 60 %. Sehingga WHO memperkirakan pada Tahun 2020 penyebab kematian akibat penyakit tidak menular akan mencapai angka 73 % dari seluruh penyebab kematian. Kondisi ini sebaiknya menjadi peringatan dini bagi pemerintah dalam penentuan prioritas program pembangunan kesehatan.

Beberapa upaya promotif dan preventif yang dapat dilakukan antara lain penyuluhan kesehatan, imunisasi dasar, pengelolaan faktor resiko penyakit dan penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penyebarluasan informasi PHBS kepada masyarakat melalui berbagai forum dan kesempatan adalah upaya yang lebih mudah dan murah dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Meskipun saat ini sudah ada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan kesehatan, namun melihat adanya pergeseran pola penyakit dan juga ditopang data dari WHO dan hasil Riskesdas, pemerintah baik pusat dan daerah mau tidak mau harus menguatkan komitmen untuk lebih memprioritaskan upaya promotif dan preventif dalam pembangunan kesehatan.

Terlebih alokasi anggaran dalam RAPBN Tahun 2017 yang hanya sebesar 3,08 % dari total anggaran yang ditetapkan. Sehingga walaupun belum mencapai alokasi anggaran yang ideal dan sesuai amanat undang-undang, diharapkan pembangunan kesehatan tetap dapat mencapai tujuan mulianya yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Referensi : berbagai sumber

Download/unggah artikel ini dalam bentuk pdf

Decky Ferdiansyah

Decky Ferdiansyah, S.Si, Apt. Seorang praktisi dan pemerhati kesehatan yang bekerja sebagai PNS di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung. Lulus sebagai Apoteker pada Tahun 2004 dari Universitas Padjadjaran Bandung. Tercatat sebagai anggota Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Provinsi Lampung. Menyukai aktivitas membaca dan menulis. Saat ini sedang menempuh Program Pascasarjana Studi Pembangunan di Institut Teknologi Bandung

Share
Published by
Decky Ferdiansyah

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago