Majalah Farmasetika (V1N7-September 2016). Hasil penelitian terbaru bisa mengubah cara profesional kesehatan untuk lebih berpikir dalam menggunakan antibiotik secara bijak. Baru-baru ini, penelitian yang dirilis oleh British Medical Journal menjelaskan bahwa penggunaan kombinasi antibiotik yang umum digunakan yakni trimetoprim / sulfametoksazol (trimethoprim/sulfamethoxazole) sebagai penyebab peningkatan risiko kematian mendadak dalam populasi tertentu.
Sulfamethoxazole adalah obat antibiotik yang berfungsi melawan bakteri. Karena hanya memiliki efek pada bakteri, obat ini tidak akan berguna mengatasi flu atau infeksi akibat virus. Pada umumnya sulfamethoxazole dikombinasikan dengan trimethoprim yang merupakan sejenis antibiotik lain. Kombinasi kedua antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi, seperti:
Dalam sebuah penelitian yang mengumpulkan data selama lebih dari 17 tahun, dari tahun 1994 sampai 2012, dan termasuk pasien berusia 66 tahun atau lebih tua dengan perawatan yang baik menggunakan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB). Diketahui bahwa pasien tiba-tiba meninggal dalam waktu 7 atau 14 hari setelah memulai pengobatan dengan antibiotik oral trimetoprim / sulfametoksazol sebagai pasien rawat jalan.
Dari lebih dari 1,5 juta pasien yang dilibatkan dalam penelitian ini, hampir 40.000 mengalami kematian mendadak setelah mulai pengobatan antibiotik oral ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada populasi pasien khusus ini, 3 dari setiap 1000 orang yang memakai obat ACE inhibitor atau ARB yang kemudian mulai pengobatan dengan trimetoprim / sulfametoksazol akan mengalami kematian secara tiba-tiba dalam waktu 7 sampai 14 hari. Hasil tersebut signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang tercatat hanya 1 kematian mendadak per 1.000 pasien.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pasien yang lebih tua diperlakukan dengan trimetoprim / sulfametoksazol yang bersamaan mengambil inhibitor ACE atau ARB memiliki peningkatan risiko untuk rawat inap karena hiperkalemia. Para penulis menyimpulkan bahwa penelitian sebelumnya memiliki hipotesis bahwa peningkatan risiko seperti kematian mendadak dalam kelompok tertentu dikaitkan dengan kenaikan cepat dan signifikan secara klinis pada kadar kalium, yang kemudian memungkinkan menyebabkan kematian Aritmia.
Para penulis secara tersirat menjelaskan bahwa kematian mendadak pada pasien mungkin tidak tepat dikaitkan dengan sesuatu yang lain dari hiperkalemia, seperti penyakit kardiovaskular yang mendasarinya. Untuk mengatasi hal ini, data menunjukkan 250 juta resep untuk inhibitor ACE dan ARB setiap tahun, dan lebih dari 20 juta resep untuk trimetoprim / sulfametoksazol ditiadakan setiap tahun di Amerika Serikat.
Sayangnya di Indonesia belum ada data pasti berapa banyak resep untuk inhibitor ACE dan ARB setiap tahun yang bisa dikombinasikan dengan resep trimetoprim / sulfametoksazol.
Hal yang bijaksana jika tenaga kesehatan khususnya dokter dan apoteker untuk mengevaluasi regimen antibiotik alternatif, pertimbangkan durasi penurunan pengobatan, atau memonitor kadar kalium serum pada populasi pasien tertentu.
Sumber :
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…