Edukasi

Waktunya Untuk Apoteker Bisa Mengeluarkan Resep

Majalah Farmasetika (V1N7-September 2016). Pada edisi tanggal 15 September 2016, Jurnal the American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) mengambil tema besar “pharmacist prescribing” atau “resep apoteker”.

Dalam editorialnya, 3 staf anggota ASHP menyarankan bahwa “apoteker adalah yang paling memenuhi syarat untuk bertanggung jawab dan akuntabel untuk meresepkan, monitoring, dan memodifikasi terapi obat, dalam banyak situasi, setelah diagnosis dibuat. Secara sederhana, sebagai anggota tim interprofessional yang sama, dokter harus mendiagnosa dan apoteker harus meresepkan. ”

Mereka juga menyarankan bahwa “memanfaatkan apoteker sebagai anggota tim perawatan kesehatan yang bertanggung jawab dan akuntabel untuk meresepkan obat merupakan langkah penting untuk mencapaisistem perawatan kesehatan untuk pasien yang lebih aman dan lebih mudah diakses, serta efektif, dan efisien”. Tentu saja, mereka mengakui bahwa rekomendasi ini harus dibatasi khusus bagi apoteker terlatih dan memiliki sertifikat.

Fred Eckel, RPh, MS, emeritus editor majalah  Pharmacy Times mengungkapkan ketertarikannya sejak 40 tahun yang lalu pada topik ini,  dirinya membuka program dual degree ketika bekerja di sekolah farmasi UNC dan program asisten dokter (PA) Duke University untuk mahasiswa apoteker dalam program bersama secara paralel.

Dengan satu tahun tambahan pelatihan, lulusan punya kedua gelar PA dan Apoteker. Sayangnya, ketika mereka lulus, tidak ada apapun pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk menggabungkan kedua peran, sehingga sebagian besar lulusan kembali sebagai apoteker, dan kami akhirnya menghentikan programnya.

Tentunya hal ini hanya akan berlaku di negara maju seperti di Amerika. Bagaimana dengan di Indonesia?

Sumber :

  1. Abramowitz PW, et al. The time has come: increased prescribing authority for pharmacists. AJHP. 2016;73(18):1386-1387.
  2. http://www.pharmacytimes.com/contributor/fred-eckel-rph-ms/2016/09/pharmacist-prescribing-the-time-has-come#sthash.704aGdVF.dpuf

 

Nasrul Wathoni

Prof. Nasrul Wathoni, Ph.D., Apt. Pada tahun 2004 lulus sebagai Sarjana Farmasi dari Universitas Padjadjaran. Gelar profesi apoteker didapat dari Universitas Padjadjaran dan Master Farmasetika dari Institut Teknologi Bandung. Gelar Ph.D. di bidang Farmasetika diperoleh dari Kumamoto University pada tahun 2017. Saat ini bekerja sebagai Guru Besar di Departemen Farmasetika, Farmasi Unpad.

Share
Published by
Nasrul Wathoni

Recent Posts

Sistem Penghantaran Obat Terkontrol untuk Mengatasi Tingkat Kepatuhan Pasien

Majalah Farmasetika – Salah satu penyebab gagalnya terapi pengobatan pada pasien adalah tingkat kepatuhan yang…

3 hari ago

Liposom sebagai Penghantaran Obat Tertarget untuk Terapi Kanker

Majalah Farmasetika - Metode utama dalam pengobatan kanker meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi. Namun…

3 hari ago

Pentingnya CAPA dalam Menjaga Mutu Produk pada Distribusi Farmasi

Majalah Farmasetika - Distribusi farmasi merupakan salah satu tahapan kritis dalam rantai pasok obat, dimana…

2 minggu ago

Tablet Coating : Tak Sekadar Estetika, Namun Penjaga Stabilitas Juga

Majalah Farmasetika – Pada industri farmasi, serangkaian proses pembuatan obat dilakukan dengan tetap memperhatikan mutu…

3 minggu ago

Suplemen Kolagen Viral Byoote vs Coolvita vs Noera, Mitos atau Fakta : Benarkah Sampai ke Kulit?

Majalah Farmasetika - Fenomena kolagen minum tak terbantahkan. Tapi, sebagai farmasetika, kita harus bertanya: Bagaimana…

3 minggu ago

Alasan Obat Jerawat Benzolac (BPO) Bisa Bikin Sunscreen Azarine (Avobenzone) Gagal Melindungi?

Majalah Farmasetika - Banyak pejuang jerawat tidak sadar. Menggabungkan Benzoyl Peroxide dengan filter sunscreen yang…

3 minggu ago