Majalah Farmasetika (V1N8-Oktober 2016). Pada awal tahun 2016, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengeluarkan data yang menimbulkan kekhawatiran akan munculnya galur bakteri gonore yang resisten terhadap antibiotik. Saat ini, muncul sebuah kelompok baru infeksi gonore (gonorrhea) yang sangat resisten terhadap antibiotik yang kemudian memunculkan kebutuhan mendesak terhadap pilihan pengobatan yang lebih baik.
Untuk pertama kalinya, telah teridentifikasi sebuah kelompok infeksi gonore dengan kerentanan terhadap obat yang lebih rendah dan resistensi tingkat tinggi terhadap pengobatan antibiotik yang disarankan.
Para peneliti dari Hawaii State Department of Health menemukan galur bakteri gonore penyebab infeksi yang sangat resisten terhadap azitromisin pada isolat bakteri gonore yang diambil dari 7 orang di Honolulu. Penelitian yang dilakukan pada bulan April dan Mei 2016 ini juga menemukan penurunan kerentanan terhadap ceftriaxone pada isolate yang diperoleh dari 5 dari 7 individu tersebut.
Selama ini, CDC merekomendasikan regimen pengobatan terapi ganda injeksi tunggal ceftriaxone dan dosis oral azitromisin untuk penyakit menular sekual yang umum terjadi ini. Meskipun tidak terdapat laporan kegagalan pengobatan yang terkonfirmasi, penurunan kerentanan terhadap obat dapat mengindikasikan munculnya resistensi terhadap antibiotik-antibiotik tersebut.
Penyelidikan yang dilakukan di Hawaii ini menjadi bukti pertama yang menunjukkan munculnya resistensi terhadap azitromisin dan penurunan kerentanan terhadap kedua obat tersebut.
“Garis pertahanan terakhir kita terhadap gonore sudah melemah,” ungkap Jonathan Mermin, direktur CDC di National Center for HIV/AIDS, Viral Hepatitis, Sexually Transmitted Diseases (STD) and TB Prevention dalam sebuah press release.
“Jika resistensi terus mengalami peningkatan dan penyebaran, pengobatan yang efektif saat ini akan mengalami kegagalan dan 800.000 penduduk Amerika akan dihadapkan pada risiko gonore yang tidak dapat diobati.” lanjutnya.
Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20%-35%. Selain klamidia, sifilis maupun gonore, infeksi HIV/AIDS juga menjadi faktor risiko utama munculnya IMS. Pada September 2014, jumlah kumulatif HIV yang dilaporkan sebanyak 150.296 orang dan AIDS 55.799 orang.
Karena kemunculan resistensi antibiotik ini, CDC akhirnya merevisi panduan pengobatan infeksi ini dengan memasukkan pilihan obat yang lebih efektif yang tersedia. Akan tetapi dalam kasus ini, tidak ada pilihan pengobatan lain yang efektif yang tersedia saat ini.
Terlepas dari kekhawatiran ini, sebuah obat uji baru menunjukkan potensi yang menjanjikan untuk pengobatan gonore. Sebuah antibiotik oral baru yang dinamakan ETX0914 merupakan terapi dosis tunggal yang saat ini sedang menjalani pengujian klinis untuk pengobatan gonore non-komplikasi. Evaluasi praklinis obat ini yang dilakukan oleh para peneliti CDC menunjukkan bahwa obat ini pada skala laboratorium aktif dalam melawan galur bakteri gonore yang resisten terhadap antibiotik dan uji klinis pendahuluannya sejauh ini menghasilkan hasil yang positif. Penemuan ini telah dipresentasikan pada STD Prevention Conference, 21 September 2016.
Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan oleh para petugas kesehatan untuk mencegah resistensi antibiotik, tetapi melawan resistensi infeksi gonore sulit dilakukan karena terbatasnya ketersediaan pilihan terapeutik. Untuk mengatasi munculnya gonore yang tidak dapat diobati ini, penelitian berkelanjutan terus dilakukan untuk menemukan obat-obat yang efektif yang dibutuhkan.
Upaya-upaya yang sedang dilakukan untuk terus melakukan layanan pemeriksaan dan pengobatan gonore, serta peningkatan sistem untuk mengawasi munculnya resistensi obat, dapat membantu deteksi dan respons yang cepat terhadap wabah infeksi yang sangat resisten.
“Di Hawaii, sistem ini bekerja dengan baik,” ujar Dr. Mermin.
“Dokter-dokter umum memeriksa dan mengobati infeksi, petugas kesehatan maskyarakat mendeteksi resistensi dengan cepat, dan kami dapat menggunakan teknologi laboratorium cepat untuk melacak penyebarannya dan mengobati orang yang terpapar kelompok ini.” lanjutnya
Pengobatan yang direkomendasikan oleh CDC, yaitu kombinasi azitromisin dan ceftriaxone, masih efektif digunakan. CDC juga mendorong para penyedia layanan kesehatan untuk tetap melaksanakan terapi ganda yang terdapat dalam panduan terbaru STD Treatment Guidelines.
Sumber :
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…