farmasetika.com – Beberapa waktu yang lalu Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia mengeluarkan surat edaran tentang usulan perubahan letak gelar apt yang sebelumnya terletak di belakang diusulkan untuk diletakkan di depan nama. Usulan tersebut tidak hanya sekadar usulan belaka tapi dilontarkan dengan penuh pertimbangan.
Di dalam surat edaran itu dijelaskan yang menjadi bahan pertimbangan yakni :
Dari ketiga poin di atas bisa menjadi bahan untuk sama-sama direnungkan yaitu agar dua harapan ke masyarakat tersebut bisa diaplikasikan bukan hanya sekadar tulisan saja.
Poin pertama, agar masyarakat terbiasa memanggil apoteker. Poin ini bisa kita bahas bersama bahwa sebelum masyakarat terbiasa memanggil apoteker, masyakarat diperkenalkan lebih dahulu siapa itu apoteker? Apa peranan apoteker? Dan segala hal tentang apoteker. Intinya yakni sosialisasi apoteker untuk masyakarat. Saat mereka kenal maka mereka pun akan memanggil kita dengan sebutan apoteker. Apakah hanya dengan masyarakat memanggil kita dengan sebutan apoteker itu sudah cukup? Ini awal langkah apoteker untuk bisa mengubah diri menjadi lebih baik lagi. Dari segi ilmu pengetahuan, sikap maupun keberadaannya di masyakarat. Selama ini mungkin keberadaan apoteker di masyarakat masih minim sehingga mereka belum bisa ‘memanggil’ dan ‘mengenal’ siapa itu apoteker?
Poin kedua, agar apoteker dikenal sehingga praktik kefarmasiannya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Sebelum kita masuk ke pembahasan poin ini. Izinkanlah saya memaparkan sebuah cerita nyata.
Dahulu seorang profesor pernah bercerita saat beliau baru lulus dari apoteker. Pada saat beliau bepergian dengan kereta api, terjadi perbincangan dengan orang yang tak dikenal yang sama-sama berada di kerata api. Inti dari perbincangan tersebut, saat beliau memperkenalkan diri sebagai apoteker. Orang yang diajak berbicara itu malah keheranan sambil berucap, “apoteker?”. Dia hanya mengenal istilah asisten apoteker. Tidak kenal jika apoteker pun ada. Sekilas dari cerita sang profesor membuktikan bahwa memang dari dulu hingga sekarang, masyarakat hanya familiar dengan nama asisten apoteker bukan dengan apotekernya.
Poin kedua inilah yang akan menjawab permasalahan yang muncul sejak dulu tersebut. Apoteker belum dikenal masyakarat luas sebab dahulu hanya asisten apoteker yang lebih dikenal. Sebab, pada saat masyakarat pergi ke apotek mereka hanya bertemu dengan asisten apoteker. Sebaliknya apoteker hanya berada di balik layar sehingga membuat dia tak dikenal.
Memang, dahulu orientasi apoteker hanya pada produk atau dikenal dengan istilah product oriented. Namun, perlahan-lahan seiring berjalannya waktu istilah tersebut berubah menjadi patient oriented yakni orientasi kepada pasien. Apoteker dituntut agar bisa berinteraksi langsung dengan pasien baik itu di apotek, rumah sakit ataupun sarana kesehatan lainnya.
Sekarang pun lebih dikenal istilah pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian yakni tanggungjawab langsung seorang apoteker pada palayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien.
Baik itu patient oriented ataupun pharmaceutical care, sama-sama menghandalkan apoteker untuk aktif terlibat dalam pengobatan pasien. Sehingga, dengan peranan ini jika dilaksanakan dengan baik dan maksimal masyarakat akan merasakan keberadaan apoteker. Baik saat memberikan pelayanan di apotek ataupun saat ikut visite bersama dengan dokter (farmasi klinik).
Kini, kembali kepada personal apoteker sendiri. Apakah dia akan tetap berdiam diri seperti biasanya ataukah berusaha merubah wajah apoteker di mata masyarakat? Perubahan wajah apoteker itu tidak hanya berasal dari organisasi profesi apalagi berasal dari petinggi-petinggi organisasi. Mereka hanya menjadi sarana, memberikan jalan untuk berubah. Hal yang diharapkan yakni berubah bersama-sama.
Pengurus pusat, pengurus daerah, pengurus cabang, mereka semua tak akan mampu mengubah wajah apoteker di masyarakat. Jika anggota-anggotanya sendiri yakni apoteker tidak mau dan tidak mampu untuk ikut terlibat mengubahnya.
Apalah artinya gelar diubah di depan nama? Jika kontribusi kita kepada masyarakat, bangsa dan agama masih belum maksimal. Sesuatu hal yang sekarang ini harus bersama-sama kita rubah adalah pola pikir, sikap dan mental seorang apoteker. Apabila masih tetap sama seperti dahulu, maka perubahan letak gelar tidak akan memberikan pengaruh sedikit pun terhadap masyarakat.
Hasil survei gudang ilmu farmasetika.com yang dilakukan sehari setelah surat edaran keluar. Diperoleh hasil pada tanggal 3 Juli 2017 yakni 97% dari 137 apoteker dari berbagai institusi menginginkan agar gelar apoteker diletakkan di depan nama. Pertanyaan mendasar. Apakah sebanyak itu pula apoteker yang ingin mengubah dirinya menjadi lebih baik agar keberadaannya dirasakan langsung oleh masyarakat?
Nampaknya, gudang ilmu farmasetika.com harus mengadakan survei kembali untuk melihat seberapa persen apoteker indonesia yang ingin mengubah cara berpikir, sikap dan mental untuk menunjang perubahan wajah apoteker menjadi lebih baik.
“Orang yang mampu mengubah diri kita adalah diri kita sendiri”
Sama halnya dengan apoteker. Apoteker hanya akan mampu dirubah oleh diri apoteker sendiri. Kembali pada personal masing-masing. Tidak menyalahkan peraturan, organisasi profesi ataupun lainnya. Namun, berkaca pada diri sendiri. Sudah mampukah diri ini mengubah wajah apoteker menjadi lebih baik di mata masyarakat Indonesia?
Sebuah puisi indah tentang perubahan dikutip dari puisi yang berjudul Asa Mengubah Dunia
Ketika aku masih muda dan bebas
Dan imajinasiku pun tanpa batas
Aku bermimpi mengubah dunia
Ketika aku bertambah tua dan bijaksana
Aku menyadari bahwa dunia tak dapat kuubah
Maka cita-citaku kupersempit
Dan kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku
Namun tampaknya itupun tak berhasil
Ketika usia senja mulai ku jelang
Lewat upaya terakhir yang penuh keputusasaan
Kuputuskan untuk hanya mengubah keluargaku
Karena mereka orang-orang yang paling dekat denganku
Namun sayangnya,
Mereka pun tak kunjung berubah
Dan sekarang,
Ketika aku terbaring menjelang kematianku
Tiba-tiba ku sadari
Jika pertama-tama
Yang ku ubah adalah diriku sendiri
Maka teladan yang kuberikan
Mungkin dapat mengubah keluargaku
Dan mungkin inspirasi dan dorongan mereka
Membuat negeriku menjadi lebih baik
Dan siapa tahu
Pada waktu itu aku telah mengubah dunia
(diambil dari Anglican Bishop’s Tomb at Westminster Abbey, 1100 AD)
Sumber :
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…