farmasetika.com – Era teknologi digital terus berlanjut, salah satunya adalah pesatnya perkembangan teknologi wearable atau alat tanpa kabel dengan sistem digitalisasi. Teknologi ini juga merambah ke dunia kesehatan yang saat ini telah digunakan di beberapa negara maju. Mungkin saja suatu saat bisa diterapkan di Indonesia.
Rompi untuk gagal jantung pertama di dunia dari perangkat wearable dengan nama dagang SensiVest. Dibuat oleh ahli kardiologi di Rumah Sakit Jantung Richard M. Ross di Ohio, Amerika, diharapkan bisa memperingatkan dokter kapan pasien gagal jantung mengalami gejala yang memburuk.
Alat ini dikembangkan berdasarkan teknologi militer, rompi mampu mengukur tingkat cairan di paru-paru pasien dan mengirimkan informasinya ke komputer dokter dalam waktu 90 detik. Jika terjadi peningkatan cairan paru-paru, dokter kemudian dapat menyesuaikan pengobatan untuk pasien sebelum keadaan darurat.
“Ini mencegah re-admissions untuk pasien,” ujar Dr Rami Kahwash, salah satu dokter yang menguji rompi tersebut
“Itu bisa menghemat biaya perawatan kesehatan untuk rumah sakit,” tambahnya.
Saat ini rompi sedang menjalani uji klinis.
Berikutnya dalam daftar adalah gelang yang mampu mendeteksi kejang pada pasien yang menderita epilepsi. Perangkat yang dirancang seperti jam tangan, memonitor sinyal stres tubuh.
Setelah serangan kejang, perangkat bergetar dan jika tidak dimatikan oleh pengguna, ia akan mengirim pesan ke teman atau pengasuh tepercaya, melalui sebuah aplikasi. Ini dirancang oleh Rosalind Picard, seorang profesor di Massachusetts Institute of Technology dan saat ini hanya tersedia di Eropa.
Di Rumah Sakit Lenox Hill di New York, Amerika Serikat, kepala elektrofisiologi, Dr Nicholas Skipitaris, memiliki keinginan untuk bisa memantau pasien yang berada di luar rumah sakit.
Melalui sebuah patch kecil yang bisa dipakai yang disebut Kor, Skipitaris berharap bisa melacak detak jantung pasien. Selain itu, mereka yang bekerja pada perangkat merancangnya untuk dapat mengukur suhu tubuh dan tekanan darah secara nirkabel juga.
“Ini tidak membahayakan pasien,” kata Skipitaris.
“Dan mengenali masalah kecil sebelum menjadi besar bisa mengurangi rawat inap – Anda bisa melakukan pendekatan yang lebih preventif.” lanjutnya.
Dokter sangat antusias untuk mengukur keadaan vital pasien yang sudah dirawat di rumah sakit. Perangkat LIVE dapat mengukur pola tidur, denyut jantung, pernapasan, gerakan dan faktor stres lainnya pada pasien yang terbaring di tempat tidur.
Sebuah disk sensor piezoelektrik dihubungkan ke stopkontak dan dilipat di bawah kasur pasien dan bacaannya dapat dilihat melalui aplikasi mobile di tangan perawat dan pekerja rumah sakit.
Sejak awal 2017, perangkat ini sekarang telah tersedia bagi konsumen di luar rumah sakit dan studi klinis telah memastikannya dengan 92,5% akurat.
Fever Scout bertujuan bukan hanya untuk memantau suhu tubuh namun juga suhu tubuh kelompok berisiko seperti bayi, anak kecil, pasien pasca operasi, pasien kanker dan lansia.
Sebuah patch fleksibel ditempatkan di bawah lengan, dapat mengukur suhu dari waktu ke waktu dan membagikannya kepada dokter. Jika ada kekhawatiran, alat ini akan mengirim peringatan ke pengasuh atau smartphone dokter. Ia mampu melakukan sinkronisasi dengan smartphone dalam jarak 25 sampai 30 kaki, meski penguat sinyal bisa meningkat hingga 130 kaki.
Sumber :
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…