farmasetika.com – Seringkali ketika kita melakukan perawatan wajah pada sebuah skin care kita sering diberi petunjuk penyimpanan untuk menyimpan krim pemutih pada suhu dingin ( < 8 oC), dan hindari penyimpanan pada ruangan yang panas, kenapa?
Krim adalah suatu sediaan farmasi yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terdispersi dengan baik dalam bentuk emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak dalam air (m/a), mengandung air tidak kurang dari 60 %. Ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit dan dapat juga digunakan untuk vagina dan rektal. Namun, kebanyakan Industri Farmasi memproduksi krim untuk sediaan topikal pada kulit karena lebih banyak diminati oleh pasien maupun dokter.
Menurut Farmakope Indonesia IV (1995), Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak ( a/m) atau minyak dalam air ( m/a ).
Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air ( m/a ) atau dispersi mikrokristal asam – asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal.
Kojic Acid terutama dalam bentuk ester sangat berpotensi dengan baik untuk ditambahkan ke dalam sediaan karena memiliki kestabilan yang lebih tinggi terhadap suhu penyimpanan. Kojic acid ester berasal dari esterifikasi kojic acid dari asam lemak minyak sawit terbukti aman dan berfungsi sebagai agen depigmenting yang tidak beracun dengan efek penghambatan yang memuaskan pada pembentukan melanin dan mengurangi aktivitas tirosinase. Sehingga, disarankan agar senyawa depigmenting ini digunakan dalam formulasi kosmetik dan untuk mengobati hiperpigmentasi seperti krim pemutih. Asam Kojic dianggap sebagai bahan pencerah kulit standar dan khasiatnya diakui di seluruh dunia.
Arbutin merupakan turunan hidrokinon dengan struktur molekul C12H16O7. Arbutin alami adalah metabolit sekunder yang masuk golongan glikosida fenolik. Arbutin dapat mencegah sengatan sinar matahari yang serius akibat akumulasi melanin pada jaringan subkutan yang dihasilkan jalur metabolisme tirosinase-dikatalisis. Tirosinase adalah enzim penting untuk pembentukan melanin. Efek pemutih dari arbutin dapat mengurangi aktivitas tirosinase seluler tanpa mengubah viabilitas sel. Pada formulasi sediaan kosmetik whitening kadar arbutin yang dapat digunakan ≤ 7 %.
Vitamin C adalah obat antioksidan kuat yang bisa digunakan secara topikal dalam dermatologi untuk mengobati dan mencegah perubahan terkait dengan photoaging. Vitamin C dapat digunakan untuk pengobatan hiperpigmentasi.
A. Formulasi Dasar
– Fase Minyak
Bahan obat yang larut dalam minyak, yaitu bahan obat yang bersifat asam.
Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
– Fase Air
Bahan obat yang larut dalam air, yaitu bahan obat yang bersifat basa.
Contoh : Polietilenglikol, propilenglikol, Surfaktan (Tween, Span, Natrium Lauril Sulfat), Gliserin, dan sebagainya.
B. Formulasi Dalam Krim, terdiri dari :
– Bahan Berkhasiat
– Minyak
– Air
– Zat Pengemulsi
– Zat Pengawet
– Zat Antioksidan
Pemilihan Zat Tambahan / Eksipien dalam Krim
1. Zat Pengemulsi
Zat pengemulsi pada krim umumnya berupa surfaktan anion, kation atau nonion. Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk tipe krim minyak dalam air ( m/a ) digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat dan golongan sorbitan, polisorbat, poliglikol, sabun. Untuk membuat tipe emulsi air dalam minya ( a/m ), digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setilalkohol, stearilalkohol, setaseum dan emulgida.
2. Zat Pengawet
Umumnya digunakan metal paraben 0,12 % hingga 0,18 % atau propel paraben 0,02 % hingga 0,05 %.
Krim pemutih merupakan sediaan kosmetik berupa krim yang mengandung bahan berkhasiat yang dapat mencerahkan wajah dan menghilangkan noda hitam, namun kelemahan dari bahan berkhasiat tersebut yaitu mudah terkontaminasi udara dan panas sehingga menyebabkan krim mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan (perubahan warna dari warna pertama kita membeli).
Krim pemutih mengandung zat aktif yang apabila disimpan didalam suhu panas akan cepat rusak dan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan (lebih gelap). Apabila krim pemutih tersebut dibuka dari tutup kemasan maka akan terkena udara yang dapat memberikan kontaminasi bakteri pada sediaan. Pada keadaan tersebut, zat aktif akan terpengaruh sehingga dengan menaruh krim pemutih pada suhu dingin ( < 8 oC) dan tertutup akan menahan bakteri yang sudah menempel untuk berkembang dan penyimpanan khusus krim pada tempat tertutup akan mencegah kontaminasi silang krim pemutih dengan produk / sediaan yang lain.
Minyak merupakan media yang nyaman bagi pertumbuhan bakteri, terlebih jika disimpan di suhu 37 C bisa membuat bakteri mudah untuk memperbanyak diri.
Penyimpanan krim pemutih harus disimpan dalam suhu dingin (<8 oC) dan wadah tertutup. Artinya sediaan krim pemutih dapat disimpan di dalam kulkas namun harus diatur suhunya (< 8 oC) dan diberi wadah khusus yang tertutup untuk krim untuk mencegah kontaminasi silang dengan bahan – bahan atau sediaan lain yang ada dalam kulkas.
Krim rusak, jika terganggu dalam campurannya terutama disebabkan perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Selain itu, zat aktif krim pemutih rentan terhadap reaksi degradasi kimia seperti oksidasi dan fotolisis. Kesalahan penyimpanan bisa menyebabkan efektifitas krim sebagai pemutih berkurang bahkan bisa membahayakan kulit.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok yang harus dilakukan dengan teknik aseptik. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu 1 bulan. Agar krim lebih stabil ditambahkan zat antioksidan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI
Anonim. 1997.Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan RI
Anonim. 1978. Formularium Nasional. Edisi II. Jakarta. Departemen Kesehatan RI
Ansel, H. C., Popovich, N. G., & Allen, L. V. (1989). Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems. Journal of Chemical Information and Modeling, 9, 160. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Lajis, A. F. B., Hamid, M., & Ariff, A. B. (2012). Depigmenting effect of kojic acid esters in hyperpigmented B16F1 melanoma cells. Journal of Biomedicine and Biotechnology, 2012. https://doi.org/10.1155/2012/952452
Telang, P. (2013). Vitamin C in dermatology. Indian Dermatology Online Journal, 4(2), 143. https://doi.org/10.4103/2229-5178.110593
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…