farmasetike.com – Menurut Deegan (2002), digitalisasi merupakan proses konversi dari segala bentuk fisik atau analog kedalam bentuk digital. Digitalisasi juga dapat didefinisikan sebagai transkripsi data ke dalam bentuk digital sehingga dapat diproses secara langsung dengan menggunakan komputer (Feather, 1996).
Distribusi sediaan farmasi yaitu proses menyalurkan (distribusi) bisa obat maupun bahan obat dimana tujuannya itu untuk memastikan sepanjang jalur distribusi dilakukan sesuai dengan persyaratan dan tujuan dari penggunaannya dengan memastikan mutu dari obat atau bahan obat yang didistribusikan itu.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 14 Ayat 1, “Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab”
Kemajuan teknologi merupakan hal yang tidak bisa dihindari pada kehidupan sekarang. Setiap inovasi diciptakan untuk memberi manfaat yang positif bagi kehidupan manusia, dan memberikan banyak kemudahan. Perkembangan teknologi telah merubah masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat dunia global. Masyarakat global membuat komunikasi secara global yang membuat manusia menghasilkan budaya bersama, menghasilkan produk bersama, menciptakan pasar, distribusi informasi bersama.
Digitalisasi mulai merambah ke seluruh sektor perdagangan tak terkecuali pada proses distribusi. Pendistribusian produk menjadi lebih mudah dan cepat, salah satunya seperti pemesanan barang dari luar negri. Dampak digitalisasi ini merubah dinamika distribusi yang merupakan salah satu bagian dari rantai pasok. Digitalisasi dalam proses distribusi juga dapat menghemat waktu dan biaya untuk para pelaku usahanya maupun untuk konsumen.
Beberapa perusahaan di dunia yang bergerak dibidang software sudah dapat memberikan layanan terhadap rantai pasok. Misalnya, SAP, JDA Software Group Inc, dan lainnya. Pada perusahaan SAP memberikan sebuah layanan yang bernama SAP Supply Chain Management (SAP SCM) dimana menyediakan fungsi yang memungkinkan jaringan pasokan yang responsif dan diterapkan pada software SAP.
Jalur distribusi obat diawali dari Industri Farmasi yang kemudian disalurkan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan selanjutnya PBF akan menyalurkan atau mendistribusikan obat tersebut kepada PBF cabang, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Balai Pengobatan, dan Gudang Farmasi.
Khusus untuk sediaan farmasi berupa narkotika dan psikotropika memiliki jalur distribusi khusus. Untuk Narkotika hanya bisa disalurkan dari Industri Farmasi kepada Pedagang Besar Farmasi tertentu, Apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, dan Rumah Sakit. Kemudian dilanjutkan dari PBF disalurkan kepada PBF tertentu lainnya, apotek, dan lembaga ilmu pengetahuan. Pendistribusian ini sesuai pada Undang-Undang Republik Indonesia No.35 tahun 2009 untuk Narkotika.
Selanjutkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1997 tentang penyaluran psikotropika dimulai dari Industri Farmasi dapat menyalurkan kepada PBF, Apotek, Sarana Penyimbanan Sediaan Farmasi Pemerintah, Rumah Sakit, Lembaga Penelitian atau Lembaga Pendidikan. Kemudian dari PBF dapat disalurkan kepada PBF lain, Apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, Rumah Sakit, dan lembaga pendidikan. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah dapat menyalurkannya kepada puskesmas dan balai pengobatan.
Bagaimana Digitalisasi pada Industri Farmasi?
Industri farmasi memiliki masalah terhadap efisiensi kerja, sehingga hal tersebut berdampak kepada terus meningkatnya harga beli obat oleh pasien. Solusi dalam masalah ini terletak pada perbaikan manajemen rantai pasok. Rantai pasok dalam bidang farmasi merupakan hal yang sangat kompleks. Rantai pasok dalam bidang farmasi tidak tersentuh dengan adanya perkembangan teknologi selama beberapa dekade terakhir. Hal ini sangat berbeda dengan beberapa bidang industri lainnya yang telah mengalami digitalisasi misalnya pada industri otomotif. Digitalisasi pada rantai pasok farmasi pun menjadi sebuah potensi yang baik dalam bidang industri farmasi itu sendiri.
Digitalisasi pada industri farmasi menjadikan industri farmasi memiliki kemampuan untuk menganalisis setiap tahap yang ada pada proses pengujian, produksi dan distribusi atau menganalisis perkiraan dan merespon dengan cepat terhadap permintaan pasar atau konsumen pada keadaan real time. Kemampuan yang terasa tidak mungkin ada pada era sebelumnya, sekarang menjadi suatu hal yang dapat diwujudkan. Kemampuan Era digitalisasi ini dapat menciptakan kemampuan tersebut dengan adanya sistem cloud dan teknologi penyimpan data besar lainnya. Sehingga dapat memfasilitasi informasi secara transparan dari awal hingga akhir proses kepada industri farmasi, konsumen dan partner bisnis (gambar 1).
Berdasarkan penelitian Angelo, et al (2017) digitalisasi pada bidang farmasi dapat dilakukan. Pada penelitiannya dibuat desain digitalisasi pada bidang farmasi menggunakan sistem e-labelling. Metode ini dimulai proses pembelian bahan mentah bahan diberikan QR code sehingga dapat dilacak dan dapat dilaporkan jika ada kerusakan pada bahan.
Semua proses juga diberikan QR code sehingga seluruh proses dapat dipantau pada setiap tahapnya. Pada gambar dibawah ini merupakan alur proses rantai pasok yang diawali dengan pembelian bahan mentah dari pemasok, proses compunding, dan penyimpanan dan penjualan.
Fungsi dari masing-masing bagian dalam alur proses tersebut :
Setelah mengetahui peran dari masing-masing bagian, maka ditetapkan interaksi yang terjadi. Misalnya jika produk obat yang digunakan konsumen bermasalah maka konsumen dapat menyampaikan masalahnya pada S6 dimana kemudian disampaikan kepada industri farmasi melalui S2. Sehingga pada sistem ini terjadi interaksi antara semua bagian dari alur rantai pasok ini.
Sistem rantai pasok digital ini diharapkan dapat diterapkan pada industri farmasi yang ada sehingga dapat memperbaiki efisiensi kerja dari industri farmasi. Salah satu industri farmasi di Indonesia yaitu PT Kimia Farma Tbk mulai melakukan digitalisasi pada semua bisnis Kimia Farma.
Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk yaitu Honesti Basyir menyatakan hal tersebut dapat membuat kinerja industri ini efisien. PT Kimia Farma Tbk telah melalukan digitalisasi pada kantor pusat. Pabrik, distribusi, hingga ritel masih dalam proses digitalisasi. Direktur PT Kimia Farma Tbk berharap dapat menyelesaikan digitalisasi ini dalam dua sampai tiga tahun, agar proses dari hulu ke hilir, dari pabrik, distribusi, rantai pasok, gudang, apotek dan kantor akan terhubung semua dalam sistem TI.
Keuntungan dari sistem digital ini adalah efisiensi dan menciptakan standar dan perfoma perusahaan. Salah satu contoh yaitu saat ini untuk melihat inventory hanya ada pada pusat pabrik saja sehingga bagian kantor tidak dapat melihat. Permintaan data tersebut harus diproses oleh Bagian A kemudian Bagian B dan seterusnya sehingga hal tersebut memperlambat pengambilan keputusan dan berdampak pada kinerja perusahaan.
Proses digital yang akan diterapkan PT Kimia Farma Tbk adalah konsumen dapat membeli obat secara online, proses produksi, distribusi hingga delivery-nya terintegrasi secara digital. Proses produksi pun dapat diketahui kebutuhan obat apa saja yang harus diproduksi dilihat dari volume penjualan di apotek, kemudian di sisi distribusi, stok selalu terjaga, meminimalisir kosongnya barang ataupun kelebihan barang. Integrasi dengan supplier juga diperlukan. Jika ini semua terlaksana, kinerja PT Kimia Farma Tbk dapat menjadi efisien, produk obat-obatan tepat sasaran, tak banyak yang berlebih atau kadaluarsa.
Jalur distribusi farmasi di Indonesia dipegang oleh pedagang besar farmasi (PBF) sebelum akhirnya produk – produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Jalur distribusi ini pun sangat penting untuk menjamin mutu bahan baku maupun produk selama proses distribusi, hal ini dipermudah dengan adanya sistem digitalisasi pada proses distribusi farmasi yang memungkinkan setiap prosesnya dapat dipantau secara real time sehingga ketika terjadi masalah, maka akan segera dapat diatasi.
Penulis : Rania Adrieza, Annisa Ridla, Aisyah Nadila P., Fitriani Jati R., Nadzir Rangga L
Sumber :
Angelo, A., Joao B.,Paulo Rupino da Cunha., dan Vasco Almeida. 2017. Digital Transformation in the Pharmaceutical Compounds Supply Chain: Design of a Service Ecosystem with E-Labeling. Springer International Publishing: 307-323.
Deegan, C. 2002. Introduction: The Legitimising Effect of Social and Environmental Disclosure – A Theoritical Foundation. Accounting, Auditing, and Accountability Journal, 5 (3): 282-311.
Feather, N. T. 1996. Reaction to Penalties for an Offense in Relation to Autoritarianism, Values, Perceived Responsibility, Perceived Seriousness and Deservigness. Journal of Personality and Social Psychology, 71: 571-587.
Kontan. 09 Agustus 2017. Digitalisasi membuat Kinerja Kami Efisien. Available online at http://m.kontan.co.id/news_executive/kami-tak-memiliki-kompetitor-yang-berarti/digitalisasi-membuat-kinerja-kami-efisien [diakses pada tanggal 22 Desember 2017].
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…