Opini

Hak Suara yang Selalu Dilema di Kongres Ikatan Apoteker Indonesia

farmasetika.com – Rubrik Opini.  Kongres XX Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) 2018 yang baru dihelat minggu lalu telah menetapkan pengurus cabang menjadi peserta kongres tetapi tidak dinyatakan memiliki hak suara. Hak suara merupakan hak memilih dan pengambilan keputusan masih dimiliki oleh Pengurus Pusat demisioner 1 suara, Majelis Kode Etik dan Disiplin Apoteker (MEDAI) demisioner 1 suara, Dewan Pengawas Daerah (DPD) demisioner 1 suara dan utusan Pengurus Daerah 1 suara.

Pengurus cabang sebagai peserta Kongres menjadi sejarah baru di IAI atau dulu disebut ISFI. Pengurus Pusat harus mulai mengatur akomodasi kehadiran 300an utusan pengurus cabang di Kongres XXI nanti

Kehadiran utusan PC ini diduga beberapa pihak sebagai upaya awal PC untuk mendapatkan hak suara. Apakah ini salah? Tentu itu sah saja dalam demokrasi karena kedaulatan sepenuhnya adalah milik anggota. Pengambilan keputusan untuk pemilihan ada 2 cara
A. Pemilihan Langsung
B. Pemilihan tidak langsung

A. Pemilihan Langsung

Pemilihan langsung ini berarti setiap anggota IAI memiliki satu suara hak pilih. Metode pemilihan ini memberikan kedaulatan penuh kepada anggota untuk menentukan Ketuanya. Dengan cara ini bisa memperkuat kedudukan ketua karena dipilih langsung oleh anggota. Namun ada beberapa hal yang perlu dipenuhi jika ingin menggunakan metode ini yaitu:

a. Tingkat sosialisasi

Pengetahuan setiap anggota tentang calon dan ke-IAI-an harus sudah merata sampai se-indonesia. Dan ini artinya panitia pemilihan sudah harus dibentuk lebih awal untuk sosialisasi ke seluruh anggota. Ini penting agar ketua yang terpilih berkualitas dan bisa menjalankan aspirasi. Cara sosialisasi yang digunakan juga harus apik dan tidak bikin gaduh karena pekerjaan anggota sangat heterogen ada yang yang diproduksi, distribusi, pelayanan, regulator, pengusaha dan lainnya sehingga terkadang anggota juga cenderung acuh tak acuh dengan urusan organisasi. Sosialisasi yang tidak apik akan membuat pemilih bisa dibawah 50% dan ini bisa mengurangi legitimasi ketua.

b. Data base anggota

Data base anggota IAI harus benar2 up date. Kita ketahui saat ini data base anggota masih mengandalkan data dari KFN. selain itu masih ada nomor KTA yang berbeda antara satu dengan lainnya. PP IAI bersama PD dan PC harus berusaha keras melakukan validasi keanggotaan. Karena saat ini masih ada yang keanggotaan ganda tidak hanya ada di dua cabang kadang kala ada juga yang mempunyai anggota di dua daerah. Bahkan masih ada anggota yang tidak jelas domisilinya. Ada juga yang tidak terdaftar sebagai anggota walaupun apoteker. Ini memang menjadi PR besar IAI se-indonesia. Tidak karena ada metode ini harus dilakukan validasi data base keanggotaan tapi menjadi harus segera mungkin diselesaikan jika metode pemilihan langsung ini yang akan dipilih.

c. Instrumen

Panitia harus menyiapkan instrumen yang efektif dalam proses pengambilan suara langsung. Setiap anggota dipastikan dapat memberikan suaranya pada rentang waktu yang sama di hari yang sama. Ini memerlukan sistem IT yang baik agar tidak terjadi double pemilih atau error system. Selain itu juga harus dipertimbangkan dana yang dibutuhkan untuk membuat sistem ini.

B. Pemilihan Tidak Langsung

Metode pemilihan tidak langsung biasa disebut dengan sistem perwakilan. Ada dua metode dalam sistem pemilihan ini yaitu sistem distrik dan sistem proporsional

a. Sistem distrik

Sistem distrik adalah anggota memilih satu wakil. Sistem ini yang dilakukan di IAI saat ini. Yaitu anggota memilih satu orang menjadi ketua cabang. Selanjutnya ketua cabang memilih ketua daerah. Selanjutnya ketua daerah memilih ketua umum PP IAI. Sistem ini disebut juga single member representatif. Metode ini kelebihannya irit biaya, sosialisasi lebih mudah dan cepat serta waktu lebih cepat/efektif. Kelemahannya adalah terletak pada representasi pilihan. Pilihan ketua yang mewakili cabang/daerah bisa saja berbeda dengan pilihan anggotanya. Pilihan sangat tergantung dengan nilai subjektifitas. Untuk itu metode ini harus diselesaikan baik di daerah maupun di cabang sebelum pemilihan. Ketua daerah/cabang dapat melakukan jajak pendapat atau pooling ke anggota sebelum dilakukan pemilihan. Cara ini bisa mengukur objektifitas pilihan ketua dalam Kongres dan Konferda. Hanya saja jika metode ini dilakukan secara terbuka dan pooling menjadi penentu maka eksistensi ketua cabang atau ketua daerah akan menjadi lemah karena ketua cabang dan ketua daerah yang notabenenya lebih paham kinerja PP/PD IAI. Untuk itu perlu dibuat pilihan apakah dg pooling tertutup shg hasilnya bs mjd pertimbangan/kajian atau dg pooling terbuka

b. Sistem Proporsional

Dalam sistem ini hak suara ditentukan secara proporsional. Menjadi pertanyaan apakah metode ini yang dimaksud adanya hak suara PC? ini harus dilihat dulu, apakah setiap PC se-Indonesia sudah merepresentasikan jumlah anggota yang proporsional? Karena di lapangan ada juga satu PC yang beranggotakan hanya 12 org. Ada juga satu PC beranggotakan 400 bahkan lebih. Jika asas ini yang digunakan untuk suara PC tentunya sudah tidak proporsional lagi. Karena anggota masing2 PC bisa berbeda jauh. Dan ini keluar dari konsep proporsionalitas itu sendiri.

Jika sistem proporsionalitas akan digunakan dalam pemilihan IAI maka harus konsisten baik di tingkat daerah sampai dengan tingkat pusat. Saya coba mencontohkan untuk tingkat pusat. Misal pengaturan hak suara untuk PD Lampung yang berjumlah 850 anggota, PD Jabar yang berjumlah 12000 anggota. Kita tentukan batas minimal suara misal 400 org bernilai 1 suara. Berarti PD Lampung punya 2 suara, PD Jabar punya 30 suara. Pembagian suara bisa dibagi berdasarkan regional atau kab/kota. Misal lampung dengan 2 suara maka suara berasal dari perwakilan wilayah lampung bagian barat dan bagian timur. Dan ini harus diatur kembali pendelegasiannya. Demikian juga Jabar harus diatur pendelegasian secara adil dari 30 suara tersebut yang bisa mencerminkan suara kab/kota se-Jabar. Sehingga jika sistem proporsionalitas ini yang digunakan maka harus disiapkan keterwakilan dari masing2 daerah.

Keterwakilan tersebut bisa dipilih dari pengurus cabang yang ada atau dilakukan pemilihan kembali. Hal ini agar terpenuhinya kedaulatan anggota yang diwakilkan secara proporsional. Kelemahan sistem ini yang utama adalah mengesampingkan kesejajaran ide dan gagasan dari masing-masing daerah. Sistem ini akan dikuasai oleh daerah2 tertentu yang mempunyai anggota banyak sehingga bisa tercipta hegemoni dan primordial sempit. Sedangkan kebersamaan dan kesetaraan ide dari masing-masing daerah jauh lebih penting ketimbang semua keputusan dihitung dalam angka karena tidak selamanya angka mencerminkan kualitas walaupun ini memberikan kekuatan demokrasi.

Jika ingin tetap ada setiap PC satu suara sehingga mengesampingkan teori yang ada tentang demokrasi maka akan lebih tepat jika dilakukan referendum ke semua anggota agar pilihan hak suara diluar kelaziman ini bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan politik

Ada pertanyaan apakah Dewas dan MEDAI punya hak pilih?
Yang saya ketahui perwakilan itu ada 2 jenis yaitu
a. Political representatif atau keterwakilan politik
Ini adalah ketua PC, ketua PD dan Ketua umum PP IAI yang bisa mengatasnamakan anggota dalam pengambilan kebijakan sehingga berhak memiliki hak suara karena merupakan representasi aspirasi anggota
b. Functional representatif
Ini adalah MEDAI dan Dewas, mereka dipilih untuk fungsi tertentu atau tugas tertentu. Tidak bisa mengatasnamakan anggota sehingga tidak bisa memiliki hak suara

Itulah sekilas kajian tentang hak suara. Semua bisa diperdebatkan secara ilmiah dan saya hanya menyampaikan sebatas yang saya ketahui sesuai kapasitas saya yang masih terbatas. Terimakasih.

apt. Ardiyansyah Kahuripan, M.Si

KTA.27121981000309

Share
Published by
apt. Ardiyansyah Kahuripan, M.Si

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago