Farmasetika.com ─ Tahukah Anda bagaimana es batu dapat berubah menjadi air? Atau lilin dapat mencair? Fenomena ini merupakan fenomena tentang bagaimana suatu bentuk zat dapat berubah menjadi bentuk yang lainnya.
Lalu, mengapa ada zat padat yang jika dipanaskan dengan suhu sangat tinggi baru meleleh dan ada pula zat padat lain yang dipanaskan dengan suhu agak tinggi sudah meleleh. Apa yang membedakan? Padahal bentuk zat tersebut sama-sama padat. Bahkan ukurannya pun sama. Maka dari itu, ada beberapa hal mengenai sifat dan transformasi dari suatu zat padat yang akan dijelaskan dalam artikel ini yang mempengaruhi efikasi obat dari suatu zat aktif.
Pernahkah Anda berpikir mengapa jika setelah minum obat tertentu, efeknya baru terasa 30 menit kemudian? Mengapa tidak 15 menit saja? Atau pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa obat ada yang perlu diminum setelah dan sebelum makan? Dan mungkin saja masih banyak pertanyaan lain yang bisa jadi Anda terpikir sebelumnya. Hal yang Anda pertanyakan sebelumnya sangat bergantung kepada sifat masing-masing obat atau senyawanya serta bentuknya, terutama jika bentuknya adalah padatan.
Dalam mengonsumsi obat, selain diperhatikan indikasinya, perlu diperhatikan pula hal-hal lainnya. Bentuk obat, kelarutan, laju disolusi (kecepatan melarutnya suatu obat di dalam tubuh), dan bioavailibilitas obat (ketersediaan jumlah obat dalam darah) harus diperhatikan.
Inilah peran apoteker dalam memberikan edukasi dan konseling kepada Anda sebagai pasien untuk meningkatkan keefektifan kerja obat dan penggunaanya. Salah satu yang mempengaruhi kelarutan, laju disolusi, dan bioavailibitas obat tersebut adalah sifat zat padat yang menyusun obat tersebut. Secara singkat, di sekitar kita terdapat beberapa bentuk zat yaitu zat padat, zat cair, dan gas. Zat padat sendiri jika dilihat dengan menggunakan mikroskop dan instrumen X-Ray Diffractrometer akan terbagi menjadi 2 bentuk yaitu “amorf” dan bentuk “kristal”.
Sebelum suatu senyawa pada akhirnya diedarkan di dalam sistem peredaran darah lalu berinteraksi dengan bagian tubuh yang bermasalah, ada beberapa hal yang terjadi pada senyawa obat tersebut yaitu proses pelepasan dan penyerapan senyawa obat dalam tubuh.
Secara sederhana fenomena ini dapat diilustrasikan sebagaimana dan seberapa lama kita mengaduk gula di dalam teh hingga partikel-partikel gula yang dimasukkan menghilang dan larut bersama air teh. Hal yang sama juga terjadi dengan senyawa obat. Obat harus larut terlebih dahulu supaya dapat diserap.
Proses pelarutan dan penyerapan ini juga dipengaruhi oleh bagaimana bentuk dan ukuran dari senyawa obat tersebut. Ukuran partikel mempunyai peran penting pada tingkat pelepasan obat di dalam tubuh. Ukuran partikel yang kecil akan membuat semua bagian berinteraksi dengan pelarut sehingga untuk obat-obat yang butuh efek cepat maka sifat ini akan sangat menguntungkan pasien karena penyerapan juga akan terjadi lebih cepat.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kemanjuran suatu obat dipengaruhi oleh bioavailibilitas obat tersebut di dalam tubuh. Sederhananya, regulasi tubuh kita diatur oleh sistem peredaran darah. Protein, oksigen, dan zat-zat penting yang berguna untuk kehidupan kita diangkut melalui sistem peredaran darah. Sama halnya dengan zat berkhasiat yang telah dimasukkan sebagai obat ke dalam tubuh kita. Zat tersebut akan diangkut juga melalui sistem peredaran darah dalam tubuh. Oleh karena itu, definisi dari “bioavailibilitas” obat adalah keberadaan seberapa banyak suatu obat ada di dalam darah. Tentu saja, jika bioavailibilitas rendah maka hal tersebut akan mempengaruhi bagaimana aktivitas obat dalam memberikan efek kepada tubuh atau pada bagian yang sakit, begitu pula sebaliknya. Bentuk dari obat atau senyawa berkhasiat itulah yang bisa menentukan bagaimana kondisi bioavailibilitas obat yang telah dimasukan ke dalam tubuh.
Suatu senyawa pada dasarnya bisa memiliki lebih dari satu bentuk. Sama halnya seperti gula. Gula ada yang berbentuk kristal (gula pasir), gula halus, dan gula batu. Padahal komponen yang ada pada gula tersebut sama tetapi wujudnya berbeda serta mempunyai sifat (contohnya adalah kelarutan) yang berbeda pula. Begitu juga senyawa berkhasiat yang digunakan dalam membuat obat. Tentu saja sifat-sifat fisik dan kimia dari suatu senyawa yang akan dipakai sebagai obat tidak bisa diabaikan karena sifat ini yang akan mempengaruhi kemanjuran suatu obat. Yang terjadi berdasarkan sifat tersebut adalah dilihat dari senyawa tersebut bersifat asam lemah atau basa lemah yang juga akan berperan bagaimana dan dimana obat itu terserap serta distribusinya. Kondisi ini juga akan berpengaruh bagaimana ‘medan tempuh’ obat tersebut.
Pertimbangan dalam membuat suatu obat adalah ketika obat tersebut harus melewati lambung dimana lambung memiliki cairan asam yang sangat pekat sehingga dapat menghancurkan makanan yang kita makan, sedangkan obat yang efeknya kita inginkan harus diserap di usus. Maka peristiwa inilah yang menjadi pertimbangan dalam memilih senyawa dalam bentuk dan dengan sifat apa yang bisa dijadikan obat.
Suatu senyawa padatan walaupun mempunyai bentuk wujudnya sama yaitu padat, maka jenis satu padatan dengan padatan lainnya akan berbeda, bahkan apabila zat padat tersebut merupakan senyawa yang sama. Hal ini dinamakan polimorfisme. Polimorfisme ini akan berpengaruh dalam penentuan senyawa yang akan dipakai untuk digunakan sebagai obat.
Contohnya adalah parasetamol. Bubuk parasetamol memiliki karakteristik yang sulit dikempa atau dijadikan tablet. Jika bubuk tersebut dipaksa untuk dijadikan tablet, maka sifat tablet akan menjadi rapuh. Dan dampaknya dari terlalu rapuhnya tablet adalah pengurangan dosis selama proses pembuatan tablet. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian lain untuk menemukan bentuk padatan parasetamol yang lain hingga akhirnya bentuk polimorfisme parasetamol yang bisa dijadikan bahan untuk membuat tablet.
Bentuk-bentuk padatan seperti “kristal” dan “amorf” yang telah disebutkan tersebut akan memiliki nilai yang berarti dalam proses pembuatan obat. Setiap bentuk pasti memiliki sudut yang berbeda, maka sudut tersebut juga akan mempengaruhi gaya serta ikatan yang terjadi antar molekulnya dimana hal tersebut akan mempengaruhi gaya yang terjadi dalam suatu sediaan padat. Terdapat ketentuan gaya dan ikatan yang harus dimiliki obat supaya obat dapat bekerja dan dikeluarkan dengan baik sehingga hal ini juga merupakan salah satu sifat yang perlu dipertimbangkan dalam membuat obat yang baik.
Lalu, apa yang membuat suatu obat menjadi “obat” bagi tubuh? Jawabannya adalah dosis. Suatu senyawa dapat bereaksi dengan tubuh, entah itu menjadi menguntungkan atau merugikan, semuanya tergantung dosis.
Tujuan mempelajari sifat dan bentuk suatu senyawa adalah untuk menentukan bagaimana senyawa tersebut diperlakukan. Baik dari proses produksi, sampai senyawa tersebut telah menjadi bentuk sediaan obat jadi dan masuk ke dalam tubuh. Dosis yang diperhitungkan harus tetap dijaga sampai obat tersebut sampai kepada pasien sehingga dengan kata lain stabilitas obat tersebut harus dijaga. Bentuk sediaan padat merupakan bentuk sediaan yang paling stabil. Oleh karena itu, mempelajari bagaimana suatu zat padat menjadi sediaan yang dapat berguna bagi tubuh dapat membantu untuk tahu pula bagaimana sediaan tersebut harus disimpan, bagaimana cara meminumnya, apa yang harus dilakukan, dan bagaimana sifat-sifat padatan tersebut mempengaruhi kerja obat.
Referensi :
Drug Development Services. Solid State Characterization. https://www.particlesciences.com/news/technical-briefs/2012/solid-state-characterization.html
Pharmaceutical Press. Solids. http://www.pharmpress.com/files/docs/ch01_sample%20chapter.pdf
Censi, R., and Di Martino, P. Polymorph impact on the bioavailability and stability of poorly soluble drugs. http://www.mdpi.com/1420-3049/20/10/18759/htm
Freepik. Medicine flat design. https://www.freepik.com/free-vector/medicine-flat-design_1086685.htm#term=medicine&page=1&position=0
Penulis : Falen novita dewi, Program Magister Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…
Majalah Farmasetika - Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Industri Farmasi Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tahun 2010 tentang…
Majalah Farmasetika - Dalam industri farmasi, menjaga kebersihan dan mengontrol kontaminasi adalah prioritas utama untuk…
Majalah Farmasetika - Obat merupakan produk kesehatan yang berperan penting dalam upaya penyembuhan dan pencegahan…
Majalah Farmasetika - Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145…