Sediaan Farmasi

Kestabilan Sediaan Suspensi Mempengaruhi Efek Terapi Obat

Farmasetika.com – Teknologi kefarmasian kian berkembang pesat dan semakin modern, begitu pula dengan bentuk sediaan obat yang makin beragam. Apoteker sebagai ahli farmasi berlomba-lomba dalam menemukan obat baru atau memodifikasi obat sehingga dapat memberikan efek penyembuhan yang lebih baik.

Pemakaian obat seringkali tidak bisa dihindari pada saat seseorang menderita sakit. Namun apa jadinya bila obat yang seharusnya menyembuhkan malah tidak berkhasiat atau bahkan menjadi racun bagi tubuh dikarenakan penggunaan obat yang tidak tepat atau cara penanganan obat yang tidak tepat. Jadi, bagaimana obat itu aman dan berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit ??

Apa hubungan bentuk sediaan obat dengan sifat fisika kimia nya ?

Ternyata bentuk sediaan obat juga bisa mempengaruhi pelepasan zat aktif, misalnya pelepasan obat dari sediaan tablet tergantung pada kekerasan, porositas, dan sifat permukaan tablet yang akan memfasilitasi masuknya air kedalam tablet sehingga bisa pecah. Selanjutnya proses melarutnya zat aktif yang sudah dilepas dari tablet tersebut dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia zat aktif dan pH cairan saluran pencernaan. Pada tahap absopsi kemampuan suatu zat aktif melintasi membran biologi menuju sirkulasi darah tergantung permeabilitas zat tersebut yang dipengaruhi oleh difusi, koefisien partisi lemak air dan ketebalan membran. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisika-kimia suatu senyawa obat yang dapat digunakan untuk menentukan absorbsi obat dalam saluran pencernaan dan ketersediaan hayatinya. Obat –obat yang mempunyai kelarutan rendah dalam air, seringkali menunjukan ketersediaan hayati yang rendah pula. Begitu juga dengan kecepatan disolusi suatu zat yang sukar larut, akan menentukan proses absorbsi obat dalam saluran cerna. Artinya semakin mudah suatu obat larut dalam saluran cerna maka akan semakin cepat pula obat tersebut diabsobsi, hal ini juga menjadi salah satu bahan pertimbangan mengapa suatu obat dibuat dalam bentuk larutan, emulsi dan suspensi.

Dimana peranan apoteker terhadap kestabilan sediaan ?

Disinilah peranan ilmu farmasi untuk mengitegrasikan suatu sediaan obat berdasarkan sifat kimia dan fisika obat melalui hubungan antara kelarutan, kecepatan disolusi, stabilitas, ketercampuran bahan dengan mutu sediaan obat. Sehingga obat dengan berbagai bentuk sediaannya melalui rute tertentu dapat mencapai sirkulasi darah dan mencapai reseptor dalam konsentrasi tertentu dapat memberikan efek farmakologi. Apoteker juga bertanggung jawab memastikan efektifitas dan keamanan penggunaan obat.

Hal yang paling penting dalam memformulasi sediaan adalah sediaan tersebut tetap stabil selama masa penyimpanan contonya adalah formulasi sediaan suspensi dimana partikel harus terdispersi dengan baik dalam fase cair atau dalam pembawa lainnya. Oleh karena itu dalam membuat suspensi yang stabil secara fisika diperlukan suatu bahan pembawa yang mampu menjaga atau mencegah partikel-partikel terdispersi mengalami deflokulasi (pembentukan endapan yang liat dan sulit diredispersi) dan menggunakan prinsip-prinsip flokulasi untuk menghasilkan flokulat yang walaupun cepat mengendap,tetapi mudah didispersikan kembali dengan sedikit pengocokan.

Apakah flokulasi ?

Dalam sistem flokulasi, partikel akan mengendap secara berkelompok dan mengendap bersama-sama.Partikel tersuspensi saling terikat dengan ikatan yang lemah membentuk jaring; karena beratnya bertambah, maka mereka akan mengendap bersama membawa partikel-partikel tersuspensi lainnya yang terjerat dibawahnya (tengah jaring).Akibatnya supernatan supernatan terlihat jernih.Volume sedimentasi yang terbentuk besar karena susunan yang dibentuk partikel yang mengalami flokulasi sangat longgar.Pengendapan jenis ini mudah untuk diredispersi dengan pengocokan dan tidak membentuk endapan yang liat (cake). Suspensi untuk pengobatan harus segera terdispersi dengan pengojokan lunak sehingga diperoleh takaran yang sama.

Kecenderungan partikel untuk terflokulasi tergantung pada kekuatan tarikan dan penolakan diantara partikel. Bila penolakan cukup kuat, partikel-partikel tetap terdipersi dan bila tidak, maka akan terjadi koagulasi. Misalnya : suspensi partikel-partikel tanah liat bila ditambah NaCl dalam jumlah yang semakin besar maka kekuatan penolakan semakin berkurang dan akhirnya kekuatan penolakan tersebut tidak bisa lagi melawan kekuatan tarikan London ( Van Der Waals ) sehingga system terflokulasi.

Kecepatan sedimentasi dan flokulasi suspensi dipengaruhi oleh : ukuran partikel, interaksi partikel, BJ partikel-medium dan kekentalan fase kontinyu.

Mengapa obat harus dibuat suspensi ?

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, tetapi terdispersi dalam cairan pembawa. Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari 2 fase itu fase kontinyu (fase luar) umumnya berupa cairan atau setengah padat dan fase terdispersi (fase dalam) merupakan bahan yang tidak larut tetapi terdispersi ke seluruh fase luar.

Permasalah yang banyak dihadapi oleh industri farmasi saat ini adalah kenyataan bahwa hampir 70% dari kandidat senyawa obat baru dan 40% dari senyawa obat yang telah beredar dipasaran merupakan senyawa yang sukar larur dalam air. Bahkan tidak sedikit kandidat obat yang gagal dipasarkan karena memiliki kelarutan yang rendah, meskipun aktivitas farmakologinya potensial. Hal ini menyebabkan obat yang memiliki kelarutan rendah diberikan dalam dosis yang lebih besar dari kebutuhannya.

Faktor pasien merupakan pertimbangan mengapa sediaan dibuat larutan / suspensi. Beberapa kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk menelan bentuk sediaan tablet, maka diperlukan pertimbangan lain dalam pemberian dosis, kemudahan menelan cairan, dan bentuk sediaan yang menyenangkan bagi anak-anak menjadi pertimbangan pembuatan bentuk sediaan cairan / larutan. Seperti sediaan Suspensi yang dapat menutupi rasa yang tidak enak (pahit) dari bahan obat, misalnya Chloramphenicol palmitate suspension.

Secara umum, suspensi dibuat dengan pertimbangan : senyawa obat tidak larut dalam cairan pembawa, untuk mentupi rasa pahit dan tidak menyenangkan dari obat, untuk meningkatkan stabilitas beberapa senyawa obat dan untuk keperluan pengaturan pelepasan obat (Controlled/sustained drug release).

Apa contoh sediaan suspensi ?

Sediaan suspensi yang banyak digunakan adalah Suspensi Oral cair ( sirup antasida sebagai obat maag seperti Mylanta, Antasida Doen sirup dan lain sebagainya), suspensi oral kering (sirup antibiotika), suspensi topikal ( losio kumerfeldi, losio kalamim ) dan suspensi parenteral (Suspensi parenteral tidak diberikan secara intra vena atau ke dalam spinal, tetapi diperbolehkan untuk diinjeksikan secara subkutan dan intramuskuler)

Bagaimana membedakan suspensi yang baik atau tidak ?

Suspensi yang baik salah satu cirinya adalah sediaan ini akan mudah terdispersi kembali setelah dilakukan pengocokan. Apabila dalam sediaan suspensi terdapat endapan yang sukar terdispersi kembali bisa jadi karena sediaan sudah kadaluarsa sehingga suspensi ini sudah tidak layak untuk digunakan. Sediaan suspensi dapat rusak pula karena penyimpanan yang tidak tepat.

Demi menjaga kestabilan sediaan suspensi, sebaiknya sediaan suspensi disimpan pada suhu ruangan atau tempat yang kering dan tidak terkena sinar matahari. Dan hal penting dalam penggunaan sediaan suspensi adalah mengocoknya terlebih dahulu sebelum digunakan.

Referensi

Hauner,Ines.M, et al. 2017, ”The Dynamic Surface Tension of Water”. The Journal of Physical Chemistry Letters (

XueMei Sun, 2012,” Research of Simulation on the Rffect of Suspension Damping on Vehicle Ride”

Korenko,Michal, 2010, “Measurement of Interfacial Tension in Liquid Hight Temperture System”. pp 4561-4573

Anief, M, 2000, Farmasetika, 2000, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lina Ratnasari

Share
Published by
Lina Ratnasari

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago