Edukasi

Asam Urat bisa Dideteksi Dengan Biosensor Elektrodeposisi Glassy Carbon

Farmasetika.com – Asam urat merupakan salah satu senyawa penting yang ada dalam tubuh manusia. Setiap senyawa penting dalam tubuh baik untuk pertumbuhan maupun sistem yang lain pasti memiliki batas – batas yang dikatakan normal atau standar. Kekurangan maupun kelebihan asam urat dapat menimbulkan penyakit, salah satunya GOUT Arthritis, yang mana harus ditangani dengan tepat dan cepat (Ardhiatma, Rosita, & Lestariningsih, 2017).

Apa itu Asam Urat ?

Asam Urat adalah senyawa turunan Purina yang memiliki kadar dalam plasma darah pada rentang 3,6 mg/dL dan 8,3 mg/dL. Asam urat pada berbagai usia memiliki batasan kadar yang normal agar tidak terjadi gangguan. Asam urat sendiri merupakan salah satu indikasi terjadinya penyakit di dalam tubuh manusia (Soeroso & Algristian, 2011).

Penderita asam urat meningkat

Saat ini, Jumlah penderita asam urat terus meningkat. Masyarakat yang terkena biasanya berusia 40 hingga 50 tahun keatas. Penyakit asam urat ini lebih banyak diderita oleh kaum wanita karena adanya pengaruh oleh hormon estrogen mempengaruhi kadar asam urat dalam tubuh (Ardhiatma, Rosita, & Lestariningsih, 2017).

Dengan meningkatnya jumlah penderita penyakit asam urat maka diperlukan pendeteksian sejak awal sebagai salah satu langkah pencegahan terjadinya penyakit yang diakibatkan berlebihnya kadar asam urat dalam tubuh.

Salah satu cara untuk dapat mendeteksi kadar asam urat dalam tubuh yaitu dengan menggunakan sensor asam urat dengan media sampel darah.

Bagaimana cara deteksi Asam urat ?

Sampai saat ini, pendeteksian kadar asam urat dalam tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menggunakan analisis dengan instrumen spektrofotometri. Biasanya instrumen spektrofotometri berada di laboratorium dimana akan dilakukan analisis yaitu di rumah sakit – rumah sakit berupa uji lab (Situmorang & Nurwahyuni, 2017).

Dalam dunia kesehatan, pemeriksaan laboratorium terhadap kadar asam urat dalam tubuh umumnya dilakukan dengan metode analisis spektrofotometri. Namun, penggunaan metode analisis spektrofotometri ini memiliki kekurangan yaitu kurang praktis, membutuhkan waktu yang lama, pengukurannya kurang akurat, alat yang digunakan berukuran besar sehinggu pemeriksaan hanya dapat dilakukan di tempat pemeriksaan dilakukan (Situmorang & Nurwahyuni, 2017).

Sensor asam urat sudah banyak digunakan biasanya memakai elektroda dengan bahan polyaniline-polypyrrole yang mana masih kurang selektif karena masih mendeteksi kolesterol oleh karena itu masih perlu pengembangan karena belum spesifiknya pendeteksian terhadap asam urat (Hastuti, Murbawani, & Wijayanti, 2018).

Pengembangan metode deteksi asam urat

Pengembangan alat saat ini menggunakan biosensor elektrokimia dimana elektrode dibuat khusus untuk lebih spesifik dalam deteksi asam urat di dalam tubuh. Dalam jangka waktu yang panjang maka dibutuhkan selektif elektroda yang baik untuk deteksi asam urat (Situmorang & Nurwahyuni, 2017).

Untuk mengatasi kekurangan metode pengukuran dengan spektrofotometri diatas, beberapa penelitian dilakukan untuk mengembangkan metode baru yang lebih baik. Salah satu penelitian mengembangkan metode analisis kadar asamu urat secara elektrokimia menggunakan elektroda sebagai biosensor.

Elektroda yang digunakan adalah elektroda glassy carbon hasil modifikasi. Modifikasi tersebut berupa pelapisan elektroda karbon dengan beberapa lapisan yaitu lapisan pertama berupa lapisan logam platina, lapisan kedua yaitu senyawa komplek dari zat-zat tiramin yang disebut politiramin.

Kemudian pelapisan dilanjutkan dengan melapiskan suatu enzim yaitu Uric Acid Oxidase. Prinsip pelapisan eletroda ini didasari pada proses elektrokimia yang disebut elektrodeposisi. Pengembangan biosensor ini lebih kepada keterulangan yang cukup tinggi dan lebih selektif terhadap asam urat dari biosensor sebelumnnya (Situmorang & Nurwahyuni, 2017).

Adapun kelebihan dan kekurangan pada setiap alat dan pengembangannya. Kelebihan dari pengembangan metode elektrokimia ini yaitu:

  1. Hasilnya lebih akurat dibandingkan dengan spektrofotometri
  2. Lebih selektif terhadap asam urat
  3. Lebih sensitive terhadap asam urat
  4. Alat lebih kecil sehingga dapat digunakan langsung di lapangan

(Situmorang & Nurwahyuni, 2017).

Kekurangan dari pengembangan metode elektrokimia ini yaitu biaya produksi elektroda tidak murah dimana enzim yang diperlukan memiliki harga yang tidak murah. Selain itu, proses modifikasi dari elektrodapun tidaklah murah (Situmorang & Nurwahyuni, 2017).

Bagaimana cara kerja biosensor ini?

Gambar Prinsip Kerja Biosensor

Pada penentuan kadar asam urat menurut penelitian ini, diperlukan sampel berupa serum darah dan asam urat itu sendiri. Cara kerja alat ini dengan mengukur listrik yang dihasilkan dari interaksi antara enzim Uric Acid Oxidase pada elektroda dengan asam urat. Listrik yang dihasilkan kemudian terukur, besarnya listrik yang terukur menandakan besarnya kadar asam urat (Situmorang & Nurwahyuni, 2017).

Gambar Biosensor dengan 3 Elektroda

Pada suatu biosensor asam urat terdapat 3 elektroda dimana ketiga elektroda terpasang dalam bentuk 1 lempeng mikrochip. Ketiga lempeng tersebut akan terhubung dari supply signal dari tetesan sampel darah dimana akan dibawa signal ke alat yang telah ditempeli oleh elektrode berbentuk chip.

Skema Besar Penggunaan 3 Elektroda

Penulis : Mamay Krisman, Randy Rassi P, Abednego Kristande G. Program Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Sumber :

Ardhiatma, F., Rosita, A., & Lestariningsih, R. M. (2017). Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Gout Asrthritis Terhadap Perilaku Pencegahan Gout Arthritis pada Lansia. Global Health Science, 2(2), 112-116.

Hastuti, V. N., Murbawani, E. A., & Wijayanti, H. S. (2018). Hubungan Asupan Protein Total Dan Protein Kedelai Terhadap Kadar Asam Urat Dalam Darah Wanita Menopause. Journal of Nutrition College, 7(2), 54-60.

Maboach, S. J., Sugiarto, C., & Fenny. (2018). Perbandingan Kadar Asam Urat Dengan Metode Spektrofotometri dan Metode Electrode-Based Biosensor. Jurnal Kesehatan, 1(1), 1-6.

Situmorang, M., & Nurwahyuni, I. (2017). The Development of Reproducible and Selective Uric Acid Biosensor by Using Electrodeposited Polytyramine as Matrix Polymer. Indonesian Journal of Chemistry, 17(3), 461-470.

Soeroso, J., & Algristian, H. (2011). Asam Urat. Depok: Penebar Plus.

Abednego Kristande

Share
Published by
Abednego Kristande

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago