Eksipien

Dibutil Ftalat Efektif sebagai Plasticizer Sediaan Patch Transdermal

farmasetika.com – Pada awalnya penggunaan obat dilakukan dengan cara oral atau injeksi. Namun, cara-cara tersebut terkadang menimbulkan rasa yang tidak enak dan tidak nyaman untuk penggunanya. Oleh karena itu saat ini telah dikembangkan teknologi sediaan farmasi yang penggunaannya jauh lebih menyenangkan dan menguntungkan. Contoh dari perkembangan teknologi farmasi diantaranya nanopartikel, patch transdermal, nanomicelles, liposom, dendrimer, implan dll.

Pada artikel kali ini akan membahas tentang sediaan patch transdermal. Seperti apakah sediaan patch transdermal? Bagaimana cara menggunakannya? Dan apa saja komponen-komponen penting dalam sediaan patch transdermal?

Transdermal Drug Delivery System (TDDS)

Transdermal Drug Delivery System (TDDS) atau biasa dikenal “patch transdermal” diakui sebagai salah satu rute potensial untuk pemberian obat secara lokal dan sistemik. Bentuk sediaan ini dirancang untuk memberikan jumlah obat yang efektif secara terapi di seluruh kulit pasien (Kumar et al, 2010). Rute penghantaran obat secara transdermal merupakan rute pilihan alternatif untuk beberapa obat, karena  mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat  memberikan efek obat dalam jangka waktu yang lama, pelepasan obat  dengan dosis konstan, cara penggunaan yang mudah, dan dapat mengurangi  frekuensi pemberian obat (Khan et al., 2012). Tujuan dari pemberian obat secara transdermal adalah obat dapat berpenetrasi ke jaringan kulit dan memberikan efek terapeutik yang diharapkan (Barhate et al., 2009). Contoh sediaan patch transdermal yang sudah beredar dipasaran antara lain patch ketoprofen, patch nikotin, dan patch skopolamin. Patch ketoprofen efektif digunakan untuk kondisi inflamasi kronis seperti rheumatoid arthritis dan kondisi pasca trauma (misalnya distorsi, memar), serta untuk mencegah peradangan lokal seperti gout (Hinz et al, 2008).

TDDS vs Sediaan Farmasi Konvensional

Dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi konvensional, TDDS menawarkan banyak keuntungan seperti eliminasi metabolisme firstpass, peningkatan efisiensi terapeutik, dan pemeliharaan kadar plasma yang stabil dari pemberian obat berkelanjutan, berkurangnya frekuensi pemberian, berkurangnya efek samping gastrointestinal, dan peningkatan kepatuhan pasien. (Selvam et al, 2010). Namun, TDDS ini memiliki kekurangan antara lain tidak bisa digunakan untuk mendistribusikan obat ionik, tidak dapat mencapai tingkat obat yang tinggi dalam darah / plasma, dan dapat membuat iritasi kulit (Patel, et al, 2012).

Mekanisme Kerja

Secara teroritis, patch transdermal bekerja dengan cara sangat sederhana yaitu obat diaplikasikan dalam dosis yang relative tinggi ke dalam bagian patch, selanjutnya patch tersebut digunakan dalam jangka waktu yang lama. Kemudian karena adanya perbedaan konsentrasi yang tinggi dalam patch dan konsentrasi rendah dalam darah maka obat akan berdifusi ke dalam darah dalam jangka waktu lama dan memiliki konsentrasi obat yang konstan dalam aliran darah (Premjeet et al, 2011).

Komponen-Komponen Sediaan Patch

  1. Zat aktif

  2. Enhancer

Enhancer ditambahkan ke dalam sediaan transdermal untuk meningkatkan absorpsi obat perkutan. Mekanisme enhancer dalam meningkatkan absorpsi obat tergantung pada jenis enhancernya (bahan pelarut, bahan pembasah, emulgator, dll).

  1. Plasticizer

Plasticizer untuk meningkatkan kerapuhan polimer dan untuk memberikan fleksibilitas

  1. Matrix

Dalam formulasi sistem transdermal tipe matriks, obat didispersikan atau dilarutkan dalam matriks polimer. Matriks memiliki struktur polimer yang dapat mengontrol laju pelepasan obat

  1. Perekat

Perekat harus memungkinkan sistem transdermal dengan mudah menempel pada kulit dan tidak menyebabkan iritasi / alergen bagi kulit. Umumnya, perekat yang sensitif terhadap tekanan digunakan dalam sistem transdermal.

  1. Release liner

Ini adalah bagian yang melindungi formulasi dari lingkungan luar dan yang dilepaskan sebelum sistem melekat pada kulit.

Dibutil Ftalat sebagai Plasticizer

Penggunaan Dibutil Ftalat (DBP) sebelumnya telah dilakukan penelitiannya oleh Santosh and Jyoti, (2012); Dewi (2013); dan Ariandhita (2018) dalam pembuatan sediaan patch ketoprofen. DBP berperan sebagai plasticizer yang berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dari polimer (Rajan, 2010). Penggunaan plasticizer sebesar 30% (berdasarkan berat polimer) merupakan jumlah yang optimum untuk pembentukan patch yang fleksibel (Prabu et al., 2012)

Monografi Dibutil Ftalat

Dibutil ftalat adalah cairan yang berminyak, kental, tidak  memiliki bau spesifik, tidak berwarna sedikit kekuningan. Dapat sangat larut di dalam aseton, benzen, etanol 95% dan eter, larut dalam 2500 bagian air pada suhu 200C. Dibutil ftalat biasanya digunakan sebagai plasticizer, pelarut dan pembentuk film (Rowe et al., 2009).

Simpulan

Pengembangan teknologi sediaan farmasi menghasilkan berbagai jenis sediaan, salah satunya adalah sediaan patch transdermal. Bentuk sediaan ini dirancang untuk memberikan jumlah obat yang efektif secara terapi di seluruh kulit pasien. Sediaan patch transdermal memiliki komponen-komponen penting yang harus tersedia diantaranya zat aktif, enhancer, plasticizer, matrix, perekat, dan release liner. Penggunaan dibutil ftalat sebagai eksipien terbukti efektif sebagai plasticizer dalam sediaan patch transdermal karena dapat menambah fleksibilitas dari sediaan sehingga dapat lebih nyaman untuk digunakan.

Sumber :

Ariandhita, Ernestin. 2018. Uji Stabilitas: Parameter Nil­ai Permeasi Sediaan Transdermal Ketoprofen Dengan Polimer Etil Selulosa Dan Polivinil Pirolidon [Skripsi]. Jatinangor: Fakultas Farmasi UNPAD

Barhate, Shashikant, Dr Rajendra Patel, Ankit S.Sharma, Nerkar and Gaurav Shankhpal Prashant. 2009. Formulation and evaluation of transdermal drug delivery system of carvedilol. Journal of Pharmacy Research.

Dewi, Setiyowati, Mita, Soraya & Husni, Patihul. 2013. In vitro Permeation Study of Ketoprofen Patch with Combination of Ethylcellulose and Polyvynil Pyrrolidone as Matrix Polymers. Journal of Young Pharmacists. 10. S101-S105. 10.5530/jyp.2018.2s.20.

Hinz, B, Cheremina O, and Brune K. 2008. Acetaminophen (paracetamol) is a selective cyclooxygenase-2 inhibitor in man. Federation of American Societies for Experimental Biology Journal. 22(2): 383-90

Khan, Y,  Khanum, N., Ansari, T., dan Khan, H. M. S. 2012. Influence of pH and Temperature on Stability of Sulfamethoxazole Alone and in Combination with Trimethoprim (Co Trimoxazole). Asian Journal of Chemistry. 24(4), 1851.

Kumar JA, Pullakandam N, Prabu SL, Gopal V. 2010. Transdermal drug delivery system: An overview. Int J Pharm Sci Rev Res 3:49-53.

Patel, Dipen, Sunita A. Chaudhary, Bhavesh Parmar, Nikunj Bhura. 2012. Transdermal Drug Delivery System: A Review. Pharma Journal, 1 (4)

Prabu, S.L., T.N.K.S. Prakash, S. Thiyagarajan, M. Amritha, R. Manibharati, and N. Priyadharsini. 2012. Design and Evaluation of Matrix Diffusion Controlled Transdermal Patches of Dexibuprofen. Journal of Applied Research. 12(1): 38-46.

Premjeet, Sandhu, Ajay Bilandi, Kataria Sahil and Middha Akanksha. 2011. Transdermal Drug Delivery System (Patches), Applications In Present Scenario. International Journal Of Research In Pharmacy And Chemistry 1(4): 1139-51

Rajan R, Sheba Rani N.D, Kajal G, Sanjoy Kumar D., Jasmina K., Arunabha N. 2010. Design And In Vitro Evaluation of Chlorpheniramine Maleate from Different Eudragit Based Matrix Patches: Effect Of Platicizer And Chemical Enhancers. Ars Pharm, Vol.50 No. 4; 177-194.

Rowe, R.C., J.P. Sheskey and E. Marian Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient. Sixth Edition. Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. UK. p. 225, 466, 525, 581, 592

Santosh, K., and Jyoti, M. 2013. Formulation and Evaluation of Transdermal Patches Ketoprofen Drug. International Journal of PharmTech Research. 5(2): 670-673.

Selvam RP, Singh AK, Sivakumar T. 2010. Transdermal drug delivery systems for antihypertensive drugs-a review. Int J Pharm Biol Res 1:1-8

Nadia Ariati Mutiana

Share
Published by
Nadia Ariati Mutiana

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

2 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago