Farmasetika.com – Bayi, balita, dan anak anak yang datang berobat kedokter, sebagian besar pasti mendapatkan resep obat dalam bentuk cairan dikarenakan kesulitan mereka dalam menelan tablet. Umumnya dimasyarakat semua obat dalam bentuk cair dikenal dengan istilah sirup. Namun jika kita perhatikan dibawah tulisan nama obat tersebut, tidak semuanya berlabelkan sirup. Selain berlabelkan sirup, beberapa diantaranya juga berlabelkan suspensi dan emulsi. Nah, apa perbedaan diantara ketiganya?
Dalam dunia farmasi, sirup merupakan bentuk sediaan cair berupa larutan yang mengandung gula dalam kadar tinggi. Sedangkan suspensi dan emulsi, keduanya adalah bentuk sediaan cair dalam sistem heterogen. Dikatakan heterogen karena baik suspensi maupun emulsi keduanya tersusun atas 2 fase yang tidak saling menyatu. Suspensi mengandung bahan obat dalam bentuk halus yang tidak larut tetapi tersebar dalam cairan. Sedangkan emulsi terdiri dari dua fase cairan yang salah satu cairannya tersebar dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Dalam artikel ini kita akan membahas lebih dalam, satu diantara ketiganya yaitu tentang suspensi.
Seperti dijelaskan sebelumnya suspensi merupakan sistem heterogen atau sistem dispersi yang mengandung dua fase. Fase eksternal, yang juga disebut sebagai fasa kontinyu atau medium dispersi, umumnya berupa cairan contohnya air, sedangkan fasa internal atau fase terdispersi terdiri dari partikel obat yang praktis tidak larut dalam fase eksternal. Yang menjadi pertanyaannya, bagaimana obat yang praktis tidak larut tersebut dapat tersebar merata dalam sediaan suspensi?
Jawabannya adalah karena dalam fase eksternal sediaan suspensi ditambahkan suspending agent.
Suspending agent adalah bahan yang dapat meningkatkan kekentalan fase eksternal sehingga partikel obat dapat tersebar secara merata. Selain itu, obat yang dibuat dalam bentuk sediaan suspensi biasanya memiliki diameter partikel lebih besar dari 0,5 mm. Hal ini karena jika obat memiliki ukuran partikel yang sangat kecil (< 0,5 mm) maka obat tersebut memiliki luas permukaan total yang tinggi dan energi bebas permukaan yang besar. keadaan ini menyebabkan partikel dalam sistem cenderung menggumpal untuk mengurangi luas permukaan total dan energi bebas permukaan yang berlebih tersebut. Sehingga suatu sistem dengan partikel yang sangat halus cenderung tidak stabil secara termodinamik.
Selain itu, cara lain untuk menghindari penggumpalan partikel ini juga dapat dicapai dengan menambahkan bahan pembasah seperti propilen glokol yang dapat mengurangi tegangan antarmuka padat cair. Teori ini dapat dianalogikan seperti halnya menaburkan tepung diatas air, tepung tersebut akan mengapung diatas air jika tidak dibasahkan terlebih dahulu. Demikian juga dengan obat, pengurangan tegangan antarmuka partikel obat dengan zat cair diperoleh dengan cara membasahkan partikel obat terlebih dahulu sebelum dicampurkan bersama bahan lainnya.
Lalu apa resikonya jika partikel obat tersebut tidak tersebar merata dalam sediaan suspensi? Dalam kasus ini, sema halnya saat kita membuat kopi dimana serbuk serbuk kopi akan mengendap didasar gelas saat pengadukan dihentikan. Begitupun sifatnya obat dalam sediaan suspensi jika didiamkan dalam rentang waktu yang cukup lama. Partikel obat secara perlahan-lahan akan mengendap didasar wadah sehingga keseragaman kandungan obat dalam sediaan tidak terpenuhi. Itulah mengapa sebelum mengkonsumsi obat dalam bentuk sediaan suspensi disarankan untuk mengocoknya terlebih dahulu. Bisa kita bayangkan bukan, jika partikel obat dalam suspensi tidak tersebar merata saat kita meminumnya? Akan ada kemungkinan setiap takaran suspensi yang kita konsumsi pada awal masa pengobatan tidak memenuhi dosis obat yang efektif. Sedangkan pada akhir pengobatan, dosis obat dalam setiap takarannya akan sangat tinggi bahkan bisa mencapai efek toksik.
Akan tetapi perlu dicatat bahwa dalam sediaan suspensi, pengendapan partikel obat tidak terjadi secepat pengendapan kopi. Hal ini karena kekentalan yang disebabkan adanya suspending agent mampu memperlambat kecepatan pengendapan partikel obat. Selain itu, dalam formulasi suspensi juga sering ditambahkan flocculating agent, dimana fungsi dari bahan ini adalah untuk mempermudah kemampuan obat untuk menyebar kembali (redispersibilitas) saat terjadi pengendapan.
Nah, dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan obat dibuat dalam bentuk sediaan suspensi adalah, selain karena mudah untuk ditelan oleh pasien pediatrik dan geriatrik serta dapat menutupi rasa yang tidak menyenangkan dari bahan-bahan tertentu, juga karena suspensi efektif untuk pemberian obat yang praktis tidak larut dalam air. Namun, suspensi juga memiliki sejumlah kerugian seperti dalam hal keseragaman kandungan, akurasi dosis, dan sedimentasi membuat formulasi suspensi jauh lebih sulit untuk dicapai daripada tablet atau kapsul dari obat yang sama.
Capaian akhir dari formulasi bentuk sediaan farmasi adalah jaminan terhadap stabilitas sediaan sehingga kualitas pengobatan pasienpun ikut meningkat. Dalam sediaan suspensi, kepatuhan pasien dan kualitas pengobatan yang optimal akan sulit untuk dicapai, jika redispersibilitas sediaan buruk.
Nah, sebagai seorang formulator, farmasi memiliki peran penting dalam menemukan suspending agent dan flocculating agent yang sesuai, yang bila digunakan sesuai konsentrasi, memberikan kecepatan sedimentasi optimal dan mudah terdispersi kembali dalam produk yang berkualitas.
Efisiensi suspensi terkait dengan penyebaran partikel obat yang merata dalam fase eksternalnya pada saat pemberian dosis. Produk suspensi yang berkualitas terdiri dari partikel halus berukuran kecil dan seragam serta bebas dari tekstur kasar. Akan tetapi karena sistemnya yang heterogen dan karena adanya pengaruh gravitasi, maka pada kondisi penyimpanan yang lama, partikel padat dalam suspensi masih memiliki kemungkinan untuk terpisah dari cairan sebagai sedimen. Terlepas dari jumlah sedimentasi yang terbentuk, suspensi yang diformulasikan dengan baik harus tersebar merata dalam fase kontinu, pada pengocokan sedang. Sehingga suspensi yang baik adalah suspensi dengan karakteristik sebagai berikut:
Suspensi dengan karakteristik yang buruk yaitu
Saat ini, banyak obat tersedia di pasar komersial dalam bentuk suspensi, misalnya, Parasetamol, Ibuprofen, Metronidazol benzoat, Nimesulide, dll. Selain itu, beberapa kelas terapi formulasi obat tersedia dalam bentuk suspensi antara lain:
Pertama, hal terpenting untuk diperhatikan pada saat membeli obat dalam bentuk sediaan apapun adalah tanggal expire dari obat tersebut. Selanjutnya, khusus untuk obat dalam bentuk sediaan suspensi penting juga untuk mengetahui stabilitas fisiknya. Suspensi yang stabil partikelnya tidak menggumpal atau mengendap tetapi tetap terdistribusi secara merata di seluruh cairan. Sekalipun pengendapan tetap terjadi dalam masa penyimpanan karena adanya pengaruh gaya gravitasi, suspensi yang stabil masih menunjukkan kemampuan redispersibilitas yang baik dengan pengocokan sedang.
Referensi
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…