farmasetika.com – Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD) dalam menghadapi Wabah COVID-19 pada tanggal 8 April 2020. Walaupun tidak ada kata “apoteker” atau “tenaga kefarmasian” dalam juknis ini. Secara tersirat, dapat dikategorikan berada di “ruang konsultasi” tanpa pemeriksaan fisik dan “ruang tunggu” yang berarti menggunakan masker bedah dan menjaga jarak minimal 1 meter dengan konsumen/pasien.
“Penggunaan APD disesuaikan dengan kondisi di Indonesia sebagai pegangan bagi pimpinan fasyankes, tenaga medis, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan saat keterbatasan ketersediaan APD terjadi dengan tetap mengutamakan keselamatan diri maupun pasien.” tertulis di kata pengantar dari dr. Bambang Wibowo, Sp.OG (K), MARS, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Petunjuk teknis ini merupakan pedoman dalam penggunaan APD selama wabah COVID-19 dengan tujuan khusus diantaranya memberikan rekomendasi jenis APD yang digunakan oleh tenaga kesehatan dan/ petugas, rekomendasi APD untuk penanganan jenazah pasien COVID-19, rekomendasi alternatif APD dalam masa krisis dan manajemen APD yang dapat digunakan kembali (reuseable).
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan perangkat alat yang digunakan sebagai penghalang terhadap penetrasi zat baik berbentuk partikel padat, cairan, atau udara yang berasal dari sumber penyakit atau infeksi. APD digunakan sebagai alat perlindungan diri dari penyebaran suatu penyakit atau infeksi dari seseorang ke orang lain.
Menurut WHO, kebutuhan APD akibat pandemi ini meningkat secara tajam per bulannya. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Petunjuk Teknis Penggunaan APD selama Wabah COVID-19 berdasarkan pedoman WHO, CDC, dan sumber lainnya untuk mengelola penggunaan APD secara rasional dan efektif serta alternatifnya bagi tenaga kesehatan dalam masa krisis seperti ini.
Dalam pemilihan jenis APD, hal-hal yang harus diperhatikan ialah:
Jenis APD yang direkomendasikan untuk disediakan dalam penanganan COVID-19 adalah masker bedah (surgical/facemask), masker N95, pelindung wajah, pelindung mata (goggles), gaun (gown) baik sekali pakai atau dipakai berulang, celemek (apron), sarung tangan, pelindung kepala, dan pelindung sepatu.
Pemilihan jenis APD yang digunakan telah dikelompokkan oleh WHO berdasarkan tempat layanan kesehatan, profesi, dan aktivitas petugas kesehatan. Jenis APD yang wajib dikenakan oleh petugas kesehatan baik dalam ruang di dalam maupun di luar perawatan pasien COVID-19 ialah masker bedah.
Sedangkan, masker N95 oleh WHO di indikasikan hanya apabila petugas kesehatan akan melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol seperti intubasi trakea, ventilasi non invasive, trakeostomi, resusitasi jantung paru, ventilasi manual sebelum intubasi, nebulasi dan bronskopi, pemeriksaan gigi seperti scaler ultrasonic dan high-speed air driven, pemeriksaan hidung dan tenggorokan, pengambilan swab. Bagi CDC, masker bedah dikategorikan sebagai acceptable alternative dalam penangan pasien COVID-19.
Untuk apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sedang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan dan berhadapan langsung dengan pasien (dengan atau tanpa gejala) baik dalam penerimaan resep hingga penyerahan obat disarankan untuk menggunakan APD berupa masker bedah dan menjaga jarak minimal 1 meter. Hal ini berdasarkan tabel “Jenis APD yang digunakan pada kasus COVID-19, berdasarkan tempat layanan kesehatan, profesi dan aktivitas petugas menurut WHO” yang ada di buku petunjuk teknis APD Kemenkes RI dengan masuk dikategorikan di lokasi “Ruang Tunggu” dan kategori di lokasi “Ruang Konsultasi dengan aktivitas Tanpa Pemeriksaan Fisik”
Pada pemilihan jenis APD di ruang rawat pasien COVID-19, WHO tidak merekomendasikan penggunaan APD coverall (APD Ebola) karena COVID-19 adalah penyakit pernapasan yang berbeda dari penyakit virus Ebola (EVD), yang ditularkan melalui cairan tubuh terinfeksi. Namun dalam situasi wabah COVID-19 di Indonesia dengan laju peningkatan kasus konfirmasi yang cepat, maka penggunaan coverall dapat memperluas area perlindungan bagi tenaga kesehatan.
Perbedaan APD bentuk coverall dari yang lainnya ialah dapat menutupi area kaki sampai leher dengan baik. Menurut CDC, APD coverall adalah alat pelindung diri yang diperuntukan untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui cairan tubuh seperti darah dan cairan lainnya sehingga didesain dapat menutup hampir seluruh bagian tubuh.
Pemilihan jenis APD untuk penanganan jenazah COVID-19 dibagi menjadi dua yaitu saat tidak melakukan dan melakukan otopsi. APD minium saat tidak melakukan otopsi yaitu sarung tangan on steril, sarung tangan non steril, gaun, penutup wajah, dan googles. Sedangkan, APD minimum pada saat dilakukan otopsi adalah sarung tangan bedah dua lapis, gaun, googles atau penutup wajah, dan masker N95 sekali pakai.
Alternatif penggunaan APD ini dilakukan apabila terjadi kekurangan ketersediaan APD baik karena jumlah pasien yang melonjak tajam maupun akibat produksi APD yang tidak dapat memenuhi kebutuhan. Alternatif APD ini tidak berlaku diluar masa krisis.
Rekomendasi untuk alternatif APD sebagai pengganti jenis APD yang tidak tersedia di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang disajikan dalam tabel berikut bawah ini :
No. | Jenis APD | Alternatif |
1. | Sarung tangan | Sarung tangan rumah tangga yang tebal |
2. | Masker N95 | ✓ Masker N95 yang sekali pakai (disposable) dapat dijadikan reuseable dengan menggunakan pelindung wajah sampai dagu atau melapisi nya masker bedah di luar masker N95. Masker N95 dapat dibuka dan di pasang kembali sebanyak 5 kali selama 8 jam. Reuseable dapat dilakukan kecuali setelah masker N95 ini digunakan untuk tindakan aerosol
✓ Elastrometric respirator ✓ Powered Air-Purifying Respirators (PAPR) |
3. | Kaca mata (Goggles) | ✓ Kacamata(goggles) yang sekali pakai (disposable) dapat digunakan kembali (reuseable) setelah proses desinfektan
✓ Kacamata renang |
4. | Facemask / masker wajah | ✓ Masker wajah diperpanjang lama penggunaannya yang digunakan bersama dengan pelindung wajah (face shield) kedap airyang menutup hingga ke bawah dagu
✓ Masker kain apabila sudah tidak ada sama sekali persediaan masker bedah atau masker N 95 yang digunakan bersama dengan pelindung wajah (face shield) kedap air yang menutup hingga ke bawah dagu. |
5. | Penutup kepala | ✓ Surgical hood✓ Topi renang
✓ Topi hiking |
6. | Jubah/ Gown | ✓ Coverall yang dapat terbuat dari polyester atau katun polyester yang menyediakan perlindungan 360 derajat karena didesain untuk menutup seluruh tubuh termasuk kepala, belakang dan bawah kaki. Untuk coverall jika menggunakan resleting didepan maka harus di lapisi dengan kain atau penutup yang dijahit✓ Gaun panjang pasien yang dikenakan dengan manset atau jubah laboratorium. Keduanya harus dikombinasikan dengan Apron Panjang
✓ Jas hujan sekali pakai (disposable) apabila sudah tidak ada sama sekali persediaan gaun isolasi, gaun bedah, dan coverall |
7. | Sepatu pelindung | ✓ Sepatu kets tertutup dengan pelindung sepatu / shoe covers |
Alat Pelindung Diri yang telah digunakan sebaiknya tidak digunakan kembali untuk meminimalisasi penyebaran virus. Namun pada saat kondisi kritis, APD dapat digunakan kembali dengan syarat telah dilakukan pembersihan berupa pencucian atau desinfeksi dan penyimpanan dengan benar setelah digunakan. Berikut penjelasan cara pembersihan yang benar pada beberapa APD yang dapat digunakan kembali (reuseable):
Gaun reusable, coverall, apron, surgical hood dan masker kain dapat digunakan kembali setelah dilakukan pencucian dan desinfektan dengan cara :
Masker N95 dapat digunakan kembali setelah dilakukan penyimpanan atau sterilisasi yang benar. Masker N95 yang telah digunakan kemudian dilepas tidak boleh menyentuh bagian dalam dan luar masker. Apabila tersentuh, tenaga kesehatan harus segera melakukan kebersihan tangan.
Ada beberapa metode agar masker N95 dapat kembali digunakan seperti :
Pelindung mata dan pelindung wajah dapat digunakan kembali setelah dilakukan pencucian dan desinfektan oleh petugas yang telah menggunakan sarung tangan dengan cara:
Sepatu pelindung dan jas hujan dapat digunakan kembali setelah dilakukan pencucian dan desinfektan oleh petugas yang telah menggunakan sarung tangan dengan cara:
Referensi :
Kemenkes RI. 2020. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD) dalam Menghadapi Wabah COVID-19. Jakarta: Kementerian Kesehehatan Republik Indonesia. Klik Disini Untuk Selengkapnya
CDC. 2020. Use Personal Protective Equipment (PPE) When Caring for Patients with Confirmed or Suspected COVID-19. Available at https://www.cdc.gov/coronavirus/ [Diakses pada 09 April 2020].
CDC. 2018. Considerations for Selecting Protective Clothing used in Healthcare for Protection against Microorganisms in Blood and Body Fluids. Available at https://www.cdc.gov/niosh/npptl/topics/protectiveclothing/default.html [diakses pada 09 April 2020].
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…