Liquid

Fenomena Endapan Caking dalam Suspensi Obat

Majalah Farmasetika – Di dunia farmasi, caking merupakan fenomena yang tidak diinginkan dalam sediaan suspensi. Secara definisi, caking merupakan kecenderungan suatu padatan untuk membentuk gumpalan atau massa.

Flokulasi dan deflokulasi

Bedanya dengan flokulasi? Saat didispersikan kembali, caking tidak akan menyebar pada medium suspensi, namun membentuk endapan yang keras. Bila dilihat dari strukturnya, floc memiliki rongga-rongga di antara partikelnya sehingga volume pengendapan yang diakibatkan oleh floc akan tinggi. Sedangkan cake tidak memiliki cukup rongga di antara partikel-partikelnya sehingga volume pengendapan yang diperoleh pun akan rendah [1].

Flokulasi dan Deflokulasi (Doye. et al, 2017)

Permasalahan caking mulai dipelajari sekitar 50 tahun yang lalu oleh Haines dan Martin. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini, mereka mempelajari suspensi bismuth dan sulfamerazin dimana penurunan potensial zeta dengan melakukan penambahan fosfat pada suspensi bismut subnitrat dan ion aluminium sulfamerazin ternyata menurunkan insidensi caking. Hasil tersebut akhirnya masuk pada kesimpulan bahwa gaya elektrostatik repulsif diketahui dapat mencegah koagulasi koloid [1,2]. Dengan demikian, potensial zeta mempengaruhi terjadinya caking pada suspensi.

Faktor yang mempengaruhi caking

Caking dapat terbentuk karena beberapa faktor. Pertama, ukuran partikel terlalu kecil. Secara teoritis, semakin kecil ukuran partikel maka kecenderungan partikel untuk membentuk agregat (massa yang lebih besar) akan semakin tinggi. Saat agregat terbentuk, dengan bantuan gaya gravitasi, agregat tersebut akan mengendap di bagian bawah wadah/botol. Agregat yang terbentuk akan lebih padat (kurang berongga) sehingga sulit untuk didispersikan kembali.

Selain itu, karena ukuran partikel yang kecil, maka gerak Brown partikel tersebut akan semakin tinggi dan partikel akan semakin sering untuk bertabrakan satu sama lain. Bila gaya repulsif (gaya tolak menolak) partikel rendah, saat partikel bertumbukan maka partikel-partikel tersebut akan menempel hingga akhirnya membentuk agregat.

Kedua, kondisi pH medium yang tidak sesuai. Partikel-partikel dalam suspensi biasanya memiliki muatan tersendiri. Lingkungan atau ion-ion pada medium suspensi kemudian akan melapisi partikel-partikel tersebut sesuai dengan afinitas muatannya. Lapisan-lapisan ini dikenal dengan electrical double layer, salah satu bentuk dari gaya repulsif suatu partikel. Pengukuran lapisan electrical double layer yang paling banyak dikenal adalah potensial zeta. Umumnya, semakin tinggi nilai potensial zeta, maka partikel semakin stabil. Dalam artian, partikel cenderung tidak membentuk agregat dengan partikel lainnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai potensial zeta (mendekati nol), maka partikel semakin tidak stabil dan cenderung untuk membentuk agregat dengan partikel lainnya. Potensial zeta, karena berhubungan dengan muatan, maka bergantung pula pada kondisi elektrolit atau pH medium.

Teori DLVO

Namun, potensial zeta ini tidak sendiri dalam stabilisasi suatu suspensi. Berdasarkan teori DLVO (Deryaguin-Landau-Verwey-Overbeek), stabilitas koloid merupakan keseimbangan antara gaya tarik menarik Van der Waals dan gaya tolak menolak elektrik karena muatan permukaan. Bila potensial zeta menurun sampai pada level tertentu, koloid akan membentuk agregat karena gaya tarik menarik. Sebaliknya, potensial zeta yang tinggi dapat mempertahankan sistem koloid menjadi stabil.

Zeta potensial sebagai fungsi konsentrasi elektrolit untuk elektrolit yang acuh tak acuh (a) dan untuk elektrolit yang teradsorpsi secara khusus (b) (sumber : azonano.com)

Terdapat titik dimana gaya elektrik dan Van der Waals seimbang dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit tertentu yang dikenal dengan critical flocculation concentration (CFC). Ion-ion yang berada pada permukaan koloid dapat menyebabkan potensial zeta menurun sehingga hanya terdapat satu titik CFC dan koloid akan beragregasi seiring dengan meningkatnya konsentrasi elektrolit. Sebaliknya, ion yang diabsorpsi secara spesifik dapat menyebabkan koloid menjadi stabil kembali. Dengan demikian akan terbentuk dua daerah CFC (atas dan bawah), dimana terdapat wilayah yang tidak stabil di antara keduanya.

Menariknya, caking ternyata bisa juga disebabkan karena sistem transportasi obat yang kurang baik. Seperti dilaporkan oleh Jain et al (2016), suspensi fenetamat yang secara fisik stabil selama penyimpanan ternyata membentuk cake yang padat selama proses pengantaran baik melalui darat maupun udara. Vibrasi yang terjadi pada proses transportasi dapat menjadikan floc pada suspensi lebih padat sehingga membentuk cake. Selain itu, tipe bahan kemasan dan formulasi juga berperan dalam pembentukan caking suspensi fenetamat tersebut [3].

Apa yang dapat saya lakukan bila suspensi mengalami caking?

Suspensi yang telah mengalami caking sudah tidak dapat digunakan lagi. Meskipun bisa saja endapan kembali lagi dengan mengorek endapan tersebut, namun kualitas obat sudah menurun. Jadi sebaiknya buang saja suspensi itu. Cara membuang obat berbentuk yang baik dan benar di antaranya adalah:

  • Bila bukan suspensi antibiotik, maka encerkan suspensi menggunakan air keran lalu buang di wastafel atau kloset. Pastikan endapan sisanya pun ikut anda buang melalui wastafel atau kloset. Buang botol dengan merusak labelnya terlebih dahulu.
  • Bila suspensi adalah antibiotik, sebaiknya obat dikubur di dalam tanah tanpa perlu membuka kemasan terlebih dahulu.

Referensi

[1] Doye P, Mena T, Das N. Formulation and bio-availability parameters of pharmaceutical suspension. Int J Curr Pharm Res 2017;9:8–14. [2] Haines Jr BA, Martin AN. Interfacial properties of powdered material; caking in liquid dispersions II. Electrokinetic phenomena. J Pharm Sci 1961;50:753–6. [3] Jain R, Bork O, Alawi F, Nanjan K, Tucker IG. An observational study of the effect of vibration on the caking of suspensions in oily vehicles. Int J Pharm 2016;514:308–13. doi:10.1016/j.ijpharm.2016.05.037.
Tazyinul Qoriah Alfauziah

Share
Published by
Tazyinul Qoriah Alfauziah

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago