Eksipien

Peranan Natrium Karboksimetil Selulosa dalam Sediaan Suspensi

Majalah Farmasetika – Suspensi adalah suatu sediaan cair yang mengandung bahan obat berupa partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi dibuat apabila zat aktif obat memiliki kelarutan yang praktis tidak larut air, tetapi obat diperlukan dalam bentuk sediaan cair.

Pemberian obat dalam bentuk cair lebih mudah untuk diabsorbsi dan cenderung lebih disukai oleh pasien, terutama anak-anak. Namun, sediaan suspensi relatif kurang stabil daripada bentuk sediaan padat, sehingga diperlukan bahan yang meningkatkan kestabilan berupa agen pensuspensi.

Salah satu contoh agen pensuspensi yang sering digunakan ialah Natrium Karboksimetil Selulosa (Na-CMC). Na-CMC merupakan suatu senyawa derivat selulosa yang memberikan kestabilan pada produk dengan cara meningkatkan viskositasnya.

Macam-macam bentuk sediaan obat

Dalam penggunaannya, obat memiliki berbagai macam bentuk sediaan. Secara umum, bentuk sediaan terbagi menjadi tiga, yaitu sediaan padat, semipadat, dan cair. Pemilihan bentuk sediaan obat perlu didasarkan pada tujuan terapi, rute pemberian, karakteristik zat aktif, serta kondisi pasien.

Pada pasien yang mengalami kesulitan menelan, sediaan cair biasanya menjadi pilihan bentuk sediaan obat. Umumnya, sediaan cair berupa larutan yang menggunakan pelarut utama berupa air. Akan tetapi, terdapat beberapa zat aktif yang praktis tidak larut air sehingga tidak dapat dibuat larutan, misalnya ibuprofen. Oleh karena itu, dibuatlah sediaan suspensi. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.

Bentuk sediaan ini lebih mudah dan aman diberikan pada pasien yang memiliki kondisi khusus, tetapi sifatnya kurang stabil. Untuk menstabilkan suatu sediaan suspensi, dibutuhkan bahan pensuspensi, salah satu contohnya ialah Natrium Karboksimetil Selulosa.

Mengenal sediaan suspensi

Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi terdiri dari fase terdispersi berupa partikel kecil yang akan terdistribusi secara merata pada fase pendispersi.

Suatu sediaan dibuat menjadi suspensi apabila zat aktif obat mempunyai kelarutan yang praktis tidak larut dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk cair. Untuk pasien dengan kondisi khusus, bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat.

Suspensi merupakan sediaan yang aman, mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak-anak dan dapat menutupi rasa pahit. Akan tetapi, sediaan ini memiliki stabilitas yang relatif rendah, sehingga dibutuhkan zat tambahan berupa suspending agent.

Zat pensuspensi

Suspending agent atau zat pensuspensi merupakan bahan tambahan atau eksipien yang berfungsi untuk mendispersikan partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas, sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat.

Berdasarkan sumbernya, suspending agent dapat dibagi menjadi 2, yaitu suspending agent yang berasal dari alam serta berasal dari hasil sintesis. Suspending agent alam dapat dibagi menjadi golongan gom (contoh: akasia, tragakan, chondrus, dan algin) serta golongan tanah liat (contoh: bentonit, hectorite, dan veegum). Sedangkan suspending agent sintesis dapat dibagi menjadi golongan derivat selulosa (contoh: metil selulosa, karboksimetil selulosa, dan hidroksimetil selulosa) serta golongan organik polimer (contoh: karbopol).

Mengenal Na-CMC

Salah satu suspending agent yang seringkali digunakan sebagai penstabil sediaan suspensi ialah natrium karboksimetil selulosa (Na-CMC). Senyawa ini dikenal juga sebagai Akucell; Aqualon CMC; Aquasorb; Blanose; Carbose D; carmellosum natricum; Cel-O-Brandt; cellulose gum; Cethylose; E466; Finnfix; Glykocellan; Nymcel ZSB; SCMC; sodium cellulose glycolate; Sunrose; Tylose CB; Tylose MGA; Walocel C; Xylo-Mucine. Natrium karboksimetil selulosa merupakan senyawa turunan selulosa dengan gugus karboksimetil (-CH2 -COOH) yang terikat pada beberapa kelompok hidroksil dari monomer glukopiranosa yang membentuk rantai utama selulosa.

Senyawa ini diproduksi secara komersial dalam jumlah yang lebih banyak daripada turunan selulosa lainnya. Na-CMC berbentuk serbuk granular berwarna putih hingga hampir putih, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat higroskopis setelah pengeringan. Senyawa ini memiliki kerapatan ruah sebesar 0.52 g/cm3; kerapatan mampat sebesar 0.78 g/cm3; pKa sebesar 4.30; titik didih sebesar 227oC; dan titik lebur sebesar 2.52oC. Na-CMC biasanya memiliki kandungan air kurang dari 10%, tetapi zat ini bersifat higroskopis dan dapat mengabsorbsi air dalam jumlah yang signifikan pada suhu 37oC.

Viskositas larutan natrium karboksimetilselulosa cukup stabil pada rentang pH 4-10, kisaran pH optimal ialah netral. Natrium karboksimetil selulosa dibuat oleh reaksi alkali selulosa yang dikatalisis dengan asam kloroasetat. Gugus karboksil polar (asam organik) membuat selulosa larut dan reaktif secara kimiawi. Setelah reaksi awal, campuran yang dihasilkan menghasilkan sekitar 60% CMC ditambah garam 40% (natrium klorida dan natrium glikolat).

Sifat fungsional CMC tergantung pada tingkat substitusi struktur selulosa (banyaknya gugus hidroksil yang terlibat dalam reaksi substitusi), serta panjang rantai dari struktur utama selulosa, dan tingkat pengelompokan dari substituen karboksimetil. Na-CMC berfungsi sebagai bahan pengental yang akan membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas. Ketika Na-CMC terdispersi dalam air, butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan.

Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak bebas lagi, sehingga keadaan larutan lebih stabil dan terjadi peningkatan viskositas. Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi. Mekanisme pengentalan dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita).

Tipe tersebut terbentuk dari struktur 1,4 –D glukopiranosil pada rantai selulosa. Bentuk konformasi pita terjadi karena adanya penggabungan ikatan geometri zig-zag monomer yang membentuk jembatan hydrogen dengan 1,4 -D glukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Sediaan suspensi yang memiliki kestabilan rendah perlu dijaga dan ditingkatkan stabilitasnya dengan cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel agar zat aktif tersebar rata ke seluruh sediaan suspensi tersebut.

Kekentalan atau viskositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu sediaan suspensi. Semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya akan semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi gerakan turunnya partikel yang terdapat di dalamnya. Sehingga, apabila viskositas cairan meningkat, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Oleh karena itu, Na-CMC yang berfungsi sebagai peningkat viskositas dapat ditambahkan pada suatu sediaan suspensi untuk meningkatkan kestabilannya.

Perkembangan di Indonesia

Secara sederhana, sintesis Na-CMC dilakukan dengan mereaksikan NaOH terhadap selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat. Umumnya, selulosa untuk pembuatan Na-CMC diperoleh dari pulp kayu. Di Indonesia, terdapat beberapa penelitian yang telah menggunakan bahan alam lokal untuk proses sintesis Na-CMC.

Penelitian Zulharmitta et al. (2012) menunjukkan bahwa kandungan alfa selulosa yang diperoleh dari batang Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schumach) di Jambi dapat menghasilkan Na-CMC dengan sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan Na-CMC Merck® serta memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Kemudian, penelitian Indriyati et al. (2016) menunjukkan bahwa Na-CMC hasil sintesis dari selulosa eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) yang tumbuh di daerah Jatinangor dan Lembang telah memenuhi beberapa kriteria yang dipersyaratkan oleh Farmakope Indonesia Edisi V. Selain itu, terdapat pula beberapa penelitian sintesis Na-CMC lain di Indonesia dengan sumber selulosa yang berasal biji salak, kulit jagung, pelepah kelapa sawit, dan lain-lain.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Peningkat Volume pada Bab III, Metil Selulosa termasuk bahan tambahan jenis BTP peningkat volume yang diizinkan digunakan dalam pangan. Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental, pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan khususnya sejenis sirup yang diizinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur menurut PP. No. 235/ MENKES/ PER/ VI/ 1979 adalah 1-2%.

Kesimpulan 

Natrium Karboksimetil Selulosa (Na-CMC) merupakan suatu senyawa turunan selulosa yang berperan sebagai suspending agent untuk meningkatkan kestabilan suspensi. Na-CMC bekerja dengan mekanisme meningkatkan viskositas atau kekentalan sediaan. Viskositas yang tinggi akan menyebabkan kecepatan aliran partikel padat untuk turun dan tertimbun menjadi lebih rendah. Sehingga, partikel akan tetap tersebar merata pada fase cair dan terjaga kestabilannya.

Sumber :

1. Fatmawati, U. 2018. Formulasi Suspensi Analgesik-Antipiretik Ibuprofen dengan Suspending Agent Gom Arab dan Cmc-Na. Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika. Vol.1(1): 12-15.
2. Indriyati, W., I. Musfiroh, R. Kusmawanti, Sriwidodo, Aliya N. H. 2016. Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose Sodium (Na-CMC) dari Selulosa Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) yang Tumbuh di Daerah Jatinangor dan Lembang. IJPST. Vol. 3(3): 99-110.
3. Murtini, G. 2016. Farmasetika Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.
4. Rowe, R. C., P. J. Sheskey, dan M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press.
5. Suena, N. M. D. S. 2015. Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi dengan Kombinasi Suspending Agent PGA (Pulvis Gummi Arabici) dan CMC-Na (Carboxymethylcellulosum Natrium). Medicamento. Vol.1(1): 34-39.
6. Zulharmitta, S. Maryani, dan R. Rasyid. 2012. Pembuatan Natrium Karboksimetil Selulosa (Na CMC) dari Batang Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum Schumach). Jurnal Farmasi Higea. Vol/ 4(2): 92-99.”

Penulis : Ratu Hanifa Fayza Dipadharma, Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

farmasetika.com

Farmasetika.com (ISSN : 2528-0031) merupakan situs yang berisi informasi farmasi terkini berbasis ilmiah dan praktis dalam bentuk Majalah Farmasetika. Di situs ini merupakan edisi majalah populer. Sign Up untuk bergabung di komunitas farmasetika.com. Download aplikasi Android Majalah Farmasetika, Caping, atau Baca di smartphone, Ikuti twitter, instagram dan facebook kami. Terimakasih telah ikut bersama memajukan bidang farmasi di Indonesia.

Share
Published by
farmasetika.com

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago