Regulasi

Kemenkes Jelaskan Alasan Merubah PMK Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Majalah Farmasetika – Belum mencukupinya jumlah apoteker di Pusat Kesehatan Masyarat (Puskesmas) diseluruh Indonesia sehingga memunculkan kekhawatiran diberhentikan layanan BPJS Kesehatan di garda terdepan layanan kesehatan masyarakat, merupakan salah satu alasan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) Nomor 26 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. 

Hal ini disampaikan oleh Direktur Pelayanan Kefarmasian, Kemenkes RI, Dita Novianti, dalam Webinar Peningkatan Kapasitas Pembina dan Pengawas Pelayanan Kefarmasian – Seri 4 (27/10/2020).

“Permenkes dirubah karena dalam PMK 74 ada pertahapan yang batas waktunya 3 tahun, bila kita tidak rubah maka akan adanya kekosongan peraturan, dan itulah yang harus kita hindari” tutur Dita.

Dita menjelaskan bahwa aturan baru ini tidak terlalu banyak berubah, dalam pasal 6 masih menyatakan ruang farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggung jawab.

“Hanya perbedaannya, di PMK sebelumnya Puskesmas itu harus dilaksanakan oleh apoteker dan menyesuaikan setelah 3 tahun peraturan menteri diundangkan. Sampai saat ini dalam jangka 3 tahun masih banyak sekali Puskesmas yang tidak memiliki Apoteker. Hal ini mendorong kami untuk merubah PMK. Kami takut apabila Puskesmas tersebut tidak memiliki apoteker maka nilai credentialing akan jelek dan BPJS akan memutus kontrak, dan hal itu tidak mungkin terjadi karena Puskesmas adalah garda terdepan yang harus ada” jelas Dita.

Menurut Dita, dengan kondisi riil saat ini, pelayanan tetap harus dilayani oleh apoteker dibantu dengan apoteker dan tenaga kesehatan lainnya, tetapi bila tidak ada apoteker maka harus tetap melayani masyarakat dalam kondisi terbatas dengan pengawasan apoteker yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan

“Jadi disini tidak ada lagi aturan bahwa harus 3 tahun harus memiliki apoteker, memang sudah jelas bahwa Puskesmas itu harus memiliki apoteker. Namun, dalam kondisi di daerah tertentu yang tidak ada apoteker masih boleh melakukan pelayanan kefarmasian. Dan ini bukan berarti Puskesmas tidak usah memiliki apoteker.” tutupnya.

Sementara itu, Kasubdit Manajemen dan Klinikal Farmasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Dina Sintia Pamela, sebagai moderator di webinar memperjelas apa yang disampaikan Direktur Pelayanan Kefarmasian.

“Sudah jelas di pasal 6 terutama di ayat 1 dan 2, bahwa penyelenggaran kefarmasian di Puskesmas ini dilakukan oleh unit Ruang Farmasi yang dipimpin oleh Apoteker sebagai penanggung jawab. Jadi bila ada asumsi bahwa Permenkes ini menurunkan harkat dan martabat apoteker adalah tidak benar”. jelas Dina.

Menurutnya, Pasal 6 ayat 2 dimana apoteker sebagai penanggung jawab ruang farmasi inilah yang harus diangkat oleh semua apoteker di Indonesia agar jumlah tenaga apoteker di Puskesmas terpenuhi.

“Sesuai dengan analisis beban kerja, apoteker tidak mungkin kerja sendirian, maka bisa dibantu oleh apoteker, tenaga teknis kefarmasian, dan tenaga kesehatan lain yang berdasarkan kebutuhan. Ini menjadi amanah untuk apoteker di Indonesia bagaimana untuk menganalisis berapa tenaga yang dibutuhkan” lanjutnya.

“Belum ada 40% apoteker yang dimiliki Puskesmas di seluruh Indonesia, apakah Puskesmas harus tutup? tentu tidak. Nah, di Pasal 6 ayat 4 menggambarkan Puskesmas belum sesuai standar, maka tetap diperlukan penanggung jawab yakni TTK, sehingga pelayanannya terbatas dan dipandu oleh Apoteker yang ditunjuk Dinas Kesehatan. Sedangkan di ayat 5 menjelaskan jenis pelayanan terbatas walau memang masih perlu penjelasan rinci yang tentunya TTK tidak bisa melayani seperti kewenangan apoteker” jelas Dina.

Dina berpesan kepada apoteker bahwa ini adalah upaya solusi bagi kondisi ideal dan kondisi riil di Puskesmas saat ini.

“Kami mengharapkan menggunakan pasal 6 ayat 2 untuk berupaya secara masif agar bisa memenuhi kebutuhan tenaga apoteker di Puskesmas di seluruh Indonesia melalui berbagai cara. Kami sudah mencoba melalui BAK, dan bisa juga melalaui advokasi ke BKD di setiap daerah atau melalui dana APBD untuk mengangkat apoteker di Puskesmas”. tutup Dina. (Red./NW).

Sumber :

farmasetika.com

Farmasetika.com (ISSN : 2528-0031) merupakan situs yang berisi informasi farmasi terkini berbasis ilmiah dan praktis dalam bentuk Majalah Farmasetika. Di situs ini merupakan edisi majalah populer. Sign Up untuk bergabung di komunitas farmasetika.com. Download aplikasi Android Majalah Farmasetika, Caping, atau Baca di smartphone, Ikuti twitter, instagram dan facebook kami. Terimakasih telah ikut bersama memajukan bidang farmasi di Indonesia.

Share
Published by
farmasetika.com

Recent Posts

Kimia Farma Hadapi Tantangan Besar: Penutupan Pabrik dan PHK Karyawan

Majalah Farmasetika - PT Kimia Farma (Persero) Tbk, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, saat ini…

1 hari ago

Pertimbangan Regulasi Terkait Model Peracikan 503B ke 503A untuk Apotek Komunitas

Majalah Farmasetika - Tinjauan mengenai persyaratan bagi apotek yang mempertimbangkan untuk memesan senyawa dari fasilitas…

1 hari ago

FDA Memperluas Persetujuan Delandistrogene Moxeparvovec-rokl untuk Distrofi Otot Duchenne

Majalah Farmasetika - Setelah sebelumnya disetujui pada Juni 2023 dalam proses Accelerated Approval, FDA telah…

1 hari ago

FDA Menyetujui Epcoritamab untuk Pengobatan Limfoma Folikular Kambuhan, Refraktori

Majalah Farmasetika - Persetujuan ini menandai antibodi bispesifik pengikat sel T pertama dan satu-satunya yang…

1 hari ago

FDA Mengeluarkan Surat Tanggapan Lengkap untuk Pengajuan BLA Patritumab Deruxtecan

Majalah Farmasetika - Pengajuan lisensi biologis (BLA) untuk patritumab deruxtecan menerima surat tanggapan lengkap karena…

5 hari ago

FDA Menyetujui Ensifentrine untuk Pengobatan Pemeliharaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Majalah Farmasetika - Setelah lebih dari 2 dekade, produk inhalasi pertama dengan mekanisme aksi baru…

5 hari ago