Majalah Farmasetika – Penyakit alzheimer merupakan gangguan neurodegeneratif progresif yang mengakibatkan hilangnya memori dan fungsi kognitif secara bertahap dan penyakit ini bersifat irreversible (Yamasaki, dkk., 2011).
Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa penyakit alzheimer disebabkan oleh faktor genetik, gaya hidup serta faktor lingkungan yang mempengaruhi fungsi kerja otak.
Secara ilmiah penyakit alzheimer ini disebabkan oleh adanya plak pada otak atau protein (beta-amyloid) yang dapat merusak dan menghancurkan sel-sel otak dalam banyak cara termasuk mengganggu komunikasi sel ke sel.
Penyebab lain nya yaitu transportasi sel otak terganggu. Sel-sel otak bergantung pada sistem transportasi tubuh untuk mendapatkan nutrisi dan bahan penting lainnya.
Sistem ini membutuhkan struktur normal dan fungsi protein yang disebut “tau”. Pada penderita alzheimer, benang protein “tau” dalam sel-sel otak menjadi abnormal (Tangles) dan mengganggu sistem transportasi. Hal ini menyebabkan penurunan aktivitas sel otak dan kematian sel otak (Wells, 2013).
Gejala yang terjadi pada pasien alzheimer dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala kognitif dan gejala non kognitif. Adapun gejala kognitif yang sering terjadi yaitu disorientasi tempat dan waktu, sulit memecahkan masalah, sulit dalam mengambil keputusan, kesulitan dengan kata-kata baru dalam membaca, kesulitan dengan kata-kata baru dalam berbicara, dan kesulitan dengan kata-kata baru dalam menulis serta gejala non kognitif yang dapat terjadi yaitu agitasi, perubahan emosi, gangguan tidur, delusi, halusinasi, sulit berjalan dan menarik diri dari sosial (Perdossi, 2015).
Tingkat keparahan alzheimer dipengaruhi oleh usia onset saat terjadinya penyakit. Pasien dengan onset dini (usia <65 tahun) akan mengalami progresivitas penyakit yang lebih cepat dibandingkan dengan Alzheimer onset lambat (usia ≥65 tahun).
Gangguan kognitif yang terjadi kemungkinan akan terus memburuk serta mortalitas dapat terjadi setelah 3-10 tahun pasien terdiagnosis alzheimer.
Peningkatan persentase penyakit alzheimer seiring dengan pertambahan usia, yaitu: 0,5% per tahun pada usia 69 tahun, 1% per tahun pada usia 70-74 tahun, 2% per tahun pada usia 75-79 tahun, 3% per tahun pada usia 80-84 tahun, dan 8% per tahun pada usia > 85 tahun. Pada tahun 2013 estimasi jumlah penderita Penyakit Alzhemeir di Indonesia mencapai satu juta orang. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030 dan menjadi empat juta orang pada tahun 2050. Bukannya menurun penderita Alzheimer di Indonesia malah semakin meningkat setiap tahunnya (Kemenkes, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Fleisher, dkk pada tahun 2020 untuk menentukan akurasi gambar PET (Positron emission tomography) antemortem [18F] flortaucipir untuk memprediksi keberadaan patologi tau tipe AD pada otopsi. Penelitian ini dilakukan pada 156 pasien terdaftar dalam studi A16 dan menjalani pencitraan PET [18F] flortaucipir, dimana 73 meninggal selama penelitian dan otopsi dilakukan pada 67 pasien lainnya.
Pemindaian PET flortaucipir memprediksi tingkat B3 dari patologi tau didapatkan sensitivitas berkisar dari 92,3% hingga 100,0% dan spesifisitas berkisar dari 52,0% hingga 92,0%. Tingkat perubahan neuropatologi AD yang tinggi diprediksi dengan sensitivitas 94,7% hingga 100,0% dan spesifisitas 50,0% hingga 92,3%. Penelitian ini menunjukkan bahwa pencitraan PET dengan [18F] flortaucipir dapat digunakan untuk mengidentifikasi kepadatan dan distribusi patologi tau tipe AD (Alzeimer Disease) dan adanya perubahan neuropatologis AD tingkat tinggi yang dapat mendukung diagnosis neuropatologis AD (Fleisher, dkk, 2020).
Mekanisme dari TAUVID yaitu Flortaucipir F 18 akan mengikat protein tau yang teragregasi. Pada otak yang mengalami penyakit Alzheimer, agregat tau bergabung dan membentuk neurofibrillary tangles (NFTs), yang merupakan salah satu dari dua komponen yang diperlukan untuk diagnosis neuropatologis penyakit Alzheimer.
Setelah pemberian TAUVID secara intravena, maka Flortaucipir F 18 akan didistribusikan ke seluruh tubuh dengan kurang dari 10% dari radioaktivitas F 18 yang disuntikkan akan berada dalam tubuh setelah 5 menit pemberian, dan kurang dari 5% berada dalam darah setelah 10 menit pemberian. Sisa Flortaucipir F 18 yang terdapat dalam sirkulasi selama 80 menit hingga 100 menit diperkirakan 28% sampai 34%, dengan sisanya adalah metabolit. Klirens akan terjadi oleh ekskresi hepatobilier dan ginjal ( FDA, 2020 ).
Berdasarkan artikel yang diterbitkan FDA pada tanggal 28 Mei 2020, dinyatakan jika FDA telah menyetujui jika Tauvid (flortaucipir F18) dalam bentuk injeksi intravena digunakan sebagai obat yang digunakan untuk imaging karakteristik distinctive dari penyakit alzheimer pada otak yang disebut dengan Tau Patologi (FDA, 2020-1).
Telah dilakukan uji klinik terhadap obat TAUVID iuntuk melihat kemampuan pencitraannya dalam memperkirakan kepadatan dan distribusi aggregated tau neurofibrially tangles (NFTs).
FDA menyetujui TAUVID berdasarkan bukti dari 1921 pasien dari 19 percobaan yang dilakukan di 322 lokasi di Amerika Serikat, Australia, Belgia, Kanada, Prancis, Jepang, Belanda dan Polandia. Uji klinis dilakukan dalam dua studi klinis, yaitu studi 1(NCT02516046) dan studi 2 (NCT03901092) (FDA, 2020).
Pada percobaan 1, mendaftarkan 156 pasien yang sakit parah dan setuju untuk menjalani pencitraan TAUVID dan berpartisipasi dalam program donasi otak postmortem. Pada 64 pasien ini (14 pasien normal, 1 pasien memiliki gangguan kognitif ringan, dan 49 pasien memiliki demensia), interpretasi pembaca dari pemindaian TAUVID dibandingkan dengan patologi tau berdasarkan skor yang diberikan oleh ahli patologi, yang mengevaluasi kepadatan dan distribusi NFTs di otak postmortem (FDA, 2020).
Pada percobaan 2, mencakup pasien sakit parah yang sama seperti dalam studi 1 (ditambah 18 pasien sakit parah tambahan) dan 159 pasien dengan gangguan kognitif yang dievaluasi untuk penyakit Alzheimer. Perjanjian antar pembaca untuk lima pembaca baru TAUVID dievaluasi menggunakan statistik kappa Fleiss pada semua 241 pasien. Analisis eksplorasi mengevaluasi kesepakatan antar pembaca dalam dua subkelompok: pasien sakit parah dan populasi yang memiliki indikasi penyakit Alzheimer. Keamanan TAUVID dievaluasi dalam 19 percobaan di seluruh program pengembangan obat (FDA, 2020).
Reaksi merugikan atau efek samping yang paling umum terjadi pada pasien yang menggunakan Tauvid adalah sakit kepala, nyeri di tempat suntikan dan terjadinya peningkatan tekanan darah. Selain itu tauvid sendiri tidak digunakan dalam evaluasi pasien untuk ensefalopati traumatis kronis (CTE) (FDA, 2020).
Di Indonesia sendiri, diagnosis pendukung yang dilakukan untuk penyakit alzheimer adalah dengan melihat munculnya gejala gangguan memori episodik yang disusul dengan adanya gangguan perilaku atau ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian. Namun, penegakan diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan adanya plak neuritik (deposit βamiloid40 dan β-amiloid42) serta neurofibrillary tangle (hyperphosphorylated protein tau) (Perdossi, 2015). Selain dengan biopsi, penegakan diagnosis alzheimer disease dapat dilakukan dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI). MRI digunakan untuk menggambarkan atrofi otak dan perubahan ukuran jaringan otak (Lama, et al., 2017).
Sebagai obat radioaktif yang baru, Tauvid memiliki beberapa keunggulan diantaranya:
(Hoffman, 2020).
Dengan kelebihan tersebut, Tauvid diharapkan dapat segera dikembangkan di Indonesia untuk tujuan penegakan diagnosis dan terapi alzheimer mengingat tingginya jumlah penderita alzheimer di Indonesia yang mencapai lebih dari satu juta jiwa dan perlunya diagnosis awal yang lebih pada penyakit alzheimer sebelum pasien melewati ambang batas ke demensia agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Daftar Pustaka
FDA. 2020. Drug Trial Snapshot : TAUVID. Available at https://www.fda.gov/drugs/drug-approvals-and-databases/drug-trial-snapshot-tauvid [Accessed Nov 15th, 2020 at 8:00].
FDA. 2020-1. FDA Approves First Drug to Image Tau Pathology in Patients Being Evaluated for Alzheimer’s Disease. Available at : https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/fda-approves-first-drug-image-tau-pathology-patients-being-evaluated-alzheimers-disease. [ Accessed Nov 15 th, 2020 at 19.20]
Fleisher, A., Pontecorvo, M., Devous, M., Lu, M., dan Arora, A. 2020. Positron Emission Tomography Imaging With [18F]flortaucipir and Postmortem Assessment of Alzheimer Disease Neuropathologic Changes. Jama Neurology. doi : 10.1001/jamaneurol.2020.0528.
Hoffman, Matt. 2020. What Impact Will the Tauvid PET Tracer Approval Have in Alzheimer Disease?. Available at https://www.neurologylive.com/view/what-impact-will-the-tauvid -pet-tracer-approval-have-in-alzheimer-disease. [Accessed Nov 15th, 2020 at 06:59].
Kememkes. 2016. Menkes: Lansia yang sehat, lansia yang jauh dari demensia. Available at https://www.kemkes.go.id/article/view/16031000003/menkes-lansia-yang-sehat-lansia-yang-jauh-dari-demensia.html. [Accessed Nov 15th, 2020 at 10:00].
Lama, Ramesh Kumar., Jeonghwan, Gwak., Jeong, Seon Park. 2017. Diagnosis of Alzheimer’s Disease Based on Structural MRI Images Using a Regularized Extreme Learning Machine and PCA Features. Hindawi: Journal of Healthcare Engineering. Vol. 2017.
Perdossi. 2015. Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Wells, B. G., DiPiro, J. T., Schwinghammer, T. L., dan DiPiro, C. V. 2015. Pharmacotherapy Handbook, 9th Edition. England: McGraw-Hill Education.
Yamasaki, Takao., Hiroyuki Muraaka, Yumiko Kaseda, Yasuyo Mimori, dan Shozo Tobimatsu. 2011. Understanding the Pathophysiology of Alzheimer’s Disease and Mild Cognitive Impairment: A Mini Review on fMRI and ERP Studies. Neurology Research International.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…