Majalah Farmasetika – Seorang apoteker praktisi di Depati Hamzah Kota Pangkalpinang, Pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, apt.Sudarsono., M.Sc, memberikan hasil kajiannya terkait “Kajian Teoretis Konsep Praktek Kefarmasian di Indonesia” dan diterima redaksi kemarin (26/3/2021).
Dasar Sudarsono melakukan kajian teoritik ini salah satunya adalah ingin melihat bagaimana sebenarnya konsep praktek kefarmasian setelah kita coba lakukan harmonisasi regulasi.
“Menurut saya ada masalah dengan praktik kefarmasian kita diantaranya belum masuknya beberapa pelayanan kefarmasian seperti pelayanan farmasi klinik, pelayanan swamedikasi maupun pelayanan farmasi veteriner dalam definisi praktik kefarmasian dalam regulasi yang ada saat ini. Sehingga praktik kefarmasian di Indonesia terkesan hanya melakukan kegiatan praktik kefarmasian tradisional seperti pelayanan obat atas resep dokter, pengelolaan obat dan produksi sediaan farmasi.” Ujar Sudarsono yang juga Ketua Pengurus Daerah HISFARSI Kepulauan Bangka Belitung.
Selain itu, Sudarsono mengungkapkan masih ditemukannya disharmoni regulasi terkait praktik kefarmasian yang berimbas pada hubungan profesional antar jenis sumber daya manusia kefarmasian maupun sistem pendidikan atau tatacara registrasi/perizinan tenaga kefarmasian.
“Seperti belum diaturnya apoteker spesialis dalam definisi apoteker dalam regulasi-regulasi terkait, memasukkan S1 farmasi ke dalam tenaga kefarmasian dimana hanya farmasi yang seperti ini, masih menyamakan penyebutan antara teknisi farmasi dan analis farmasi sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian padahal punya kompetensi yag berbeda secara akademik” lanjut Sudarsono dihubungi lewat pesan elektronik (27/3/2021).
Sudarsono melanjutkan belum terakomodirnya beberapa fasilitas kefarmasian yang sekarang justru di sebutkan dalam regulasi seperti apoteker veteriner dan fasilitas kefarmasian pada fasilitas kesehatan hewan menjadi masalah lainnya dalam praktik kefarmasian saat ini.
“Dengan kajian yang dibuat, saya harap bisa menjadi materi dalam RUU Praktik Kefarmasian sehinga ada kepastian hukum pada pelaksanaan praktik kefarmasian dan perlindungan hukum bagi apoteker dalam melaksanakan praktik kefarmasian.” lanjutnya.
Untuk apoteker Indonesia Sudarsono berpesan agar dapat lebih memahami dan bertanggung jawab terhadap praktik kefarmasian di tempat praktiknya.
Tak hanya itu, pemerintah diharapkan dapat mengutamakan perekrutan apoteker agar pelaksanaan praktik kefarmasian secara paripurna oleh apoteker, tidak lagi diwakilkan ke profesi yang lain sehingga keluaran dari praktik kefarmasian yang diharapakan dapat lebih maksimal dirasakan oleh penerima layanan kefarmasian.
“Saya juga berharap kepada Ikatan Apoteker Indonesia sebagai satu-satunya organisasi profesi tenaga kefarmasian di Indonesia, tetaplah fokus meng-goolkan RUU Praktik Kefarmasian menjadi UU Praktik Kefarmasian.” tutupnya.
Kajian lengkap dapat dilihat di link berikut ini https://gudangilmu.farmasetika.com/kajian-teoretis-konsep-praktik-kefarmasian-di-indonesia/
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…