Majalah Farmasetika – Ulasan dari praktisi farmasi klinik, apt. Sudarsono, M.Sc, terkait positioning apoteker praktek mandiri di sistem layanan primer Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menyimpulkan bahwa apoteker akan semakin terpinggirkan bila tidak beradaptasi dari sekarang.
Menurutnya, sudah kurang lebih 7 tahun program JKN di luncurkan, posisi apoteker sebagai profesional tenaga kesehatan malah justru terlihat semakin tidak jelas bahkan cenderung terpinggirkan.
“Lihat saja dengan munculnya Permenkes 3/2020 dan Permenkes 26/2020, yang cenderung “melecehkan” kompetensi profesional apoteker karena melihat apoteker sebagai tenaga kesehatan unskil yang di asosiasikan dengan pembungkusan dan penyerahan obat jadi berdasarkan resep dokter kepada pasien atau hanya bertugas mengelola penyimpanan obat di gudang farmasi.” Jelas Sudarsono yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Daerah HISFARSI Kepulauan Bangka Belitung.
Sudarsono melanjutkan bahwa positioning apoteker dalam sistem pelayanan kesehatan JKN justru sangat penting dan strategis, Permenkes 7/2021 misalnya. Permenkes/PMK ini dengan sangat jelas memberikan positioning yang strategis dari seorang apoteker praktik (mandiri) dalam sistem pelayanan kesehatan primer JKN.
“Untuk itu saya coba buatkan tulisan agar bisa memberikan sedikit pandangan yang berbeda dalam melihat positioning apoteker praktik (mandiri) di Apotek dlm sistem pelayanan kesehatan primer JKN.” tegasnya kepada redaksi Majalah Farmasetika (31/4/2021).
“Sistem pelayanan kesehatan JKN ini baik pelayanan kesehatan primer maupun pelayanan kesehatan rujukan bisa mjd peluang dan juga menjadi ancaman bagi eksistensi apoteker jika apoteker tidak mampu beradaptasi dengan sistem pelayanan kesehatan JKN tersebut.” ujar praktisi farmasi klinis di RS Depati Hamzah Kota Pangkalpinang, Pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung,
Sudarsono melanjutkan bahwa bukti ancamannya terlihat dengan munculnya regulasi-regulasi yang cenderung meminggirkan eksistensi apoteker dengan mengamputasi kewenangan profesionalnya. Tulisan yang diberikan kepada redasksi Majalah Farmasetika kemarin menurutnya menunjukkan peluang yang dapat diambil dari penerapan JKN di Indonesia dengan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkannya melalui BPJS Kesehatan.
“Sebetulnya eranan apoteker sangat penting dan strategis, karena apoteker itu secara profesional mampu melakukan tindakan-tindakan profesional yang diperlukan untuk menjamin ketersediaan obat dan juga sekaligus melakukan efisiensi farmakoterapi terutama pada pasien-pasien dengan penyakit katastropik. Hal ini sangat diperlukan oleh BPJS Kesehatan untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu kepada pesertanya.” tegasnya.
Sudarsono kemudian memberikan tips bagi apoteker agar segera bisa beradaptasi di sistem layanan primer JKN dengan mempelajari, memahami, mengadvokasi, dan mensosialisasikan kepada stakeholder terkait seperti Kemenkes, BPJS Kesehatan, asosiasi-asosiasi fasyankes terkait dan organisasi profesi (IDI & PDGI) kemudian ambil resiko untuk action implementasinya serta terakhir lakukan evaluasi dan perbaikan konsep secara terus menerus.
“Khusus PP IAI sebagai wadah organisasi tempat bernaungnya apoteker di Indonesia pastinya punya tanggungjawab yang lebih untuk melakukan advokasi dan sosialisasi serta evaluasi pelaksaan konsep ini. Jangan sampai nasib apoteker terus terpinggirkan dalam sistem pelayanan kesehatan JKN” tutupnya.
Tulisan lengkapnya dapat dilihat di Positioning Praktek apoteker (mandiri) dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Primer Pada Jaminan Kesehatan Nasional (Telaah Permenkes No. 7/2021)
Majalah Farmasetika - PT Kimia Farma (Persero) Tbk, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, saat ini…
Majalah Farmasetika - Tinjauan mengenai persyaratan bagi apotek yang mempertimbangkan untuk memesan senyawa dari fasilitas…
Majalah Farmasetika - Setelah sebelumnya disetujui pada Juni 2023 dalam proses Accelerated Approval, FDA telah…
Majalah Farmasetika - Persetujuan ini menandai antibodi bispesifik pengikat sel T pertama dan satu-satunya yang…
Majalah Farmasetika - Pengajuan lisensi biologis (BLA) untuk patritumab deruxtecan menerima surat tanggapan lengkap karena…
Majalah Farmasetika - Setelah lebih dari 2 dekade, produk inhalasi pertama dengan mekanisme aksi baru…