Majalah Farmasetika – Salah satu bentuk dari sedian farmasi adalah emulsi. Pengertian emulsi sendiri menurut farmakope indonesia edisi 3 adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat peng emulsi atau surfaktan yang cocok. (Depkes RI, 1997) Sedangkan menurut farmakope Indonesia edisi 4 emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil.( Depkes RI,1995)
Emulsi sendiri dibagi menjadi dua jenis. Jenis yang pertama adalah tipe O/W ( oil / water). Tipe O/W ini artinya adalah emulsi yang dihasilkan adalah emulsi dimana bagian minyak lebih sedikit dibanding dengan bagian airnya. Sehingga fase minyak akan tersebar ke fase air. Jenis yang ke dua adalah tipe W /O ( water /oil). Tipe W/O ini artinya adalah emulsi yang dihasilkan adalah emulsi dimana fase air lebih sedikit dibanding dengan bagian minyaknya. Sehingga fase air akan tersebar ke fase minyak.( Ratnasari,2019)
Sediaan emulsi dibentuk dengan mencampurkan beberapa komponen yang membentuk sediaan emulsi dengan baik. Secara garis besar komponen – komponen itu dibagi menjadi dua. Komponen utama dan komponen pelengkap atau yang biasa disebut dengan basis.
Komponen utama berisi bahan aktif farmasi (BAF) , yaitu kandungan obatnya. Sedangkan komponen pelengkapnya adalah senyawa – senyawa yang ditujukan untuk membuat sediaan menjadi stabil, memiliki tampilan menarik, dan lain sebagainya. Senyawa – senyawa pelengkap ini biasanya di dunia farmasi kita sebut dengan nama eksipien.
Secara umum sediaan emulsi sendiri biasanya eksipiennya terdiri dari emulgator, pengawet, antioksidan, perasa, pewangi, pewarna, dan pelarut. Terkadang ditambahkan juga zat pembasah bagi bahan aktif yang sulit dibasahkan. Kadang juga ditambahkan corigen actionis, ko solven , dan lain sebagainya.( Ratnasari,2019)
Suatu sediaan tidak mungkin digunakan langsung setelah dibuat, sehingga akan mengalami masa penyimpanan, sehingga dalam masa penyimpanan ini mungkin akan terjadinya pertumbuhan mikroba pada sediaan.
Dengan adanya mikroba pada sediaan akan menyebabkan sediaan tidak stabil lagi, selain tidak stabil mungkin efek farmakologi akan rusak, dan yang lebih parahnya lagi menyebabkan toxic. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya pengawet untuk mencegah dan menahan pertumbuhan mikroba terutama jamur dan bakteri. Salah satu contoh pengawet yang sering digunakan untuk sediaan emulsi adalah metil, etil, propil, butyl paraben.asam benzoate, dan ammonium kuartener.(Depkes RI,1995)
Eksipien yang biasanya ditambahkan selanjurnya adalah antioksidan. Antioksidan biasanya ditambahkan kepada sediaan yang zat aktifnya atau salah satu eksipien yang digunakannya merupakan senyawa yang mudah teroksidasi.
Sehingga perlu ditambahkan antioksidan agar mencegah oksiadasi. Karena dengan adanya oksidasi akan menyebabkan sediaan menjadi rusak dan tidak stabil. Berikut beberapa antioksidan yang sering digunakan untuk emulsi adalah sam askorbat, a-tocopherol, asam sitrat, propil gallat, asam gallat.( Ratnasari,2019)
Eksipien selanjutnya yang biasanya ditambahkan adalah perasa. Perasa sering ditambahkan kepada sediaan – sediaan farmasi terutama obat untuk menutupi rasa yang tidak enak yang biasanya disebabkan oleh zat aktif. Perasa yang paling sering digunakan adalah sukrosa yang berupa pemanis. Selain sukrosa juga kadang digunakan sorbitol.
Eksipien selanjutnya adalah pewarna, pewarna digunakan untuk mempercantik tampilan sediaan. Biasanya digunakan karena sediaan berwarna kurang bagus, atau sekedar untuk menunjukan rasa dari sediaan.
Eksipien selanjutnya adalah pewangi. Pewangi digunakan biasanya untuk sediaan yang memiliki bau kurang sedap. Contoh penwangi yang biasanya digunkan adalah mint, jasmine, rose, lavender, dan lain sebaginya. Selanjutnya yang biasanya digunakan adalah pembasah. Contoh dari senyawa pembasah adalah sorbitol, propilen glikol, dan lain sebagainya.
Eksipien yang menjadi ciri khas atau yang pasti harus ada dalam sediaan emulsi adalah emulgator. Emulgator adalah suatu senyawa yang molekul – molekulnya memiliki kemampuan afiniatas pada dua senyawa yang berbeda.
Kemampuan afinitas ini lah yang dapat membentuk emulsi. Salah satu ujungnya akan larut dengan salah satu senyawa , dan ujung lainnya akan membentuk film atau lapisan yang tipis di atas atau di sekeliling permukaan senyawa lainnya.( Sumadjo,2009)
Mekanisme kerja dari dari emulgator dibagi menjadi tiga jenis, yaitu dengan cara Adsorbsi monomolekuler, Adsorbsi multimolekuler, Adsorbsi partikel padat.
Mekanisme pertama yaitu Adsorbsi monomolekuler bekerja dengan cara menurunkan tegangan antar muka dengan cara membentuk film monomolekuler.
Film ini membungkus tetes terdispersi dengan suatu lapisan tunggal yang seragam berfungsi mencegah bergabungnya tetesan, idealnya film ini harus fleksibel sehingga membentuk kembali jika pecah atau terganggu. (Gennaro, 1990)
Mekanisme emulgator yang ke dua yaitu adsorbsi multimolekuler, hal ini dilakukan dengan cara . salah satu contohnya adlah koloid hidrofil dengan cara membentuk film multi molekuler pada antarmuka tetesan.aksi dan adapat mencegah koalesensi. Film multimolekuler ini bersifat hidrofilik sehingga cenderung membentuk minyak dalam air.
Mekanisme yang ke tiga adalah adsorbsi partikel padat. Hal ini dilakukan dengan cara partikel padat yang halus yang dibasahi oleh minyak dan air dan akan menyebabkan membentuk suatu film partikel halus di sekeliling tetes terdispersi pada antarmuka sehingga mencegah koalesensi. (Gennaro, 1990)
Emulgator merupakan bahan aktif permukaan yang mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan air. Berdasarkan asal nya dibagi menjadi menjadi emulgator alam dan sintetik.
Emulgator alam dibagi lagi menjadi yang membentuk film multimolekuler dengan contoh akasia dan gelatin. Emulgator alam yang ke dua adal emulgator yang membentuk film monomolekuler contohnya lesitin, kolesterol.
Emulgator yang ke tiga adalah emulgator yang membentuk film berupa partikel padat dengan contoh bentonit, vegum.
Untuk emulgator sintetik dibagi berdasarkan muatannya mejadi anionik, kationik, dan nonionic. Emulgator anionic artinya emulgatornya memiliki muatan negatif.
Contohnya adalah kalium, natrium, dan garam ammonium dari asam laurat dan asam oleat yang larut dalam air. Emulgator kationik emulgatornya memiliki muatan positif.Contohnya yaitu senyawa ammonium kuartener.
Emulgator nonionik merupkan emulgatornya tidak memiliki muatan. Contoh yang paling banyak digunakan yaitu ester gliseril, ester asam lemak sorbitan (span) dan turunan polioksietilennya (tween).
Dalam membuat sediaan emulsi terkadang kita tidak selalu berhasil. Sediaan emulsi terkadang mengalami flokusi , creaming bahkan creking. Hal ini tak lepas dari preformulais yang dilakukan sebelum pembuatan sediaan emulsi .
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan emulsi antara lain adalah sifat fisiko kimia zat aktif sebagai komposisi utama. Hal selanjutnya yang harus diperhatikan adalah pemilihan emulgator .
Emulgator yang dipilih haruslah cocok dengan bahan aktif farmasi yang digunakan, dan harus cocok dengan eksipien lain yang akan digunakan. Hal selanjutnya yang harus diperhatikan adalah nilai HLB (hidrofilik lifofilik balance), nilai HLB akan sangat mempengaruhi hasil emulsi .
Meskipun kita telah memilih emulgator yang tepat akan tetapi apabila kita salah dalam menghitung nilai HLB sediaan bisa tidak homogen, tidak stabil, bahkan tidak jadi. Hal terakhir yang harus dilakukan adalah pemilihan eksipien lain yang dibutuhkan. Apakah dibutuhkan antioksida, wetting agent, perasa, pewarna, pewangi, dan lain sebagainya, serta harus memperhatikan sifat fisiko kimia.
Daftar Pustaka
Depkes RI. 1997. Farmakope Indonesia edisi tiga. Jakarta : Kemenkes RI
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi empat. Jakarta : Kemenkes RI
Gennaro AR Lund, Walter. 1990. Remington Pharmaceutical Sciences, eighteenth edition. Easton Pennsylvania : Mack Publishing Compan.
Kemenkeu. 2009. Tentang KESEHATAN. Tersedia online di https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/36TAHUN2009UU.htm
Lachman, L., H.A. Lieberman, and J.L. Kanig. 1994. Teori dan praktek Farmasi Industri, jilid dua, edisi 3 . Jakarta :Universitas Indonesia.
Sumadjo,D. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta : Buku kedokteran EGC.
Ratnasari,L. 2019. Emulsi dan Tipe-Tipe Emulsi dalam Sediaan Farmas. Tersedia online di https://farmasetika.com/2019/07/13/emulsi-dan-tipe-tipe-emulsi-dalam-sediaan-farmasi/
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…