Categories: Edukasi

Arti Obat Pereda Demam Forte yang Banyak Diburu Pasien COVID-19

Majalah Farmasetika – Kondisi pandemi yang terjadi kurang lebih selama 1.5 tahun ini membuat masyarakat banyak melakukan swamedikasi atau pengobatan sendiri, terlebih saat puncak pandemi beberapa waktu lalu. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang datang ke apotek untuk membeli obat terkait gejala yang dirasakannya tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.

Dari banyak obat yang dicari oleh masyarakat saat melakukan swamedikasi, obat dengan tambahan kata “Forte” merupakan obat favorit terkait gejala Covid-19 yaitu gejala demam.

Anggapan yang ada di masyarakat, obat berlabel ‘Forte” lebih manjur dan lebih ampuh. Lalu benarkah obat “Forte” lebih manjur sesuai anggapan masyarakat?

Pada beberapa obat yang beredar, penambahan kata “Forte” menunjukkan bahwa obat tersebut memiliki kandungan zat aktif yang lebih tinggi dari produk sejenis dengan merk dagang yang sama.

Istilah “Forte” ini berasal dari bahasa latin fortis yang artinya kuat. Istilah ini pun dapat kita temukan dalam bahasa asing lain seperti Fort dalam bahasa Perancis yang artinya sama yaitu kuat. Jadi obat dengan penambahan kata “Forte” berarti memiliki dosis yang lebih kuat.

Contohnya, ada obat yang telah beredar dalam bentuk syrup dengan kandungan zat aktif ibuprofen 100mg tiap 5ml. Lalu dibuat lagi obat dengan merk yang sama dengan tambahan kata “Forte” dan kandungan zat aktifnya yaitu ibuprofen berubah menjadi 200mg/5ml.

Tetapi tidak berarti semua obat dengan kata forte, kekuatan dosisnya menjadi dua kali lipat. Seperti pada tablet paracetamol yang banyak beredar, kandungan zat aktif paracetamolnya 500mg, sedangkan tablet fortenya mengandung 650mg paracetamol.

Meskipun tidak dua kali lipat tapi kata “Forte” menunjukkan kenaikan dosis zat aktifnya menjadi lebih kuat dari produk yang sebelumnya.

Dari paparan diatas, obat Forte tidak terkait dengan kemanjuran. Tapi obat Forte menunjukkan kekuatan kandungan zat aktif yang melebihi obat sebelumnya. Anggapan semakin kuatnya zat aktif obat pada setiap dosisnya, maka akan semakin tinggi khasiatnya sehingga semakin manjur adalah hal keliru dan dapat membahayakan.

Lalu, mengapa ada obat dengan“Forte”?

Pada kasus seorang anak dengan berat badan tertentu membutuhkan 200mg/5ml ibuprofen dalam satu kali pemberian saat dia demam. Jika obat yang tersedia pada saat itu di pasaran hanya ibuprofen 100mg/5ml. Maka anak tersebut harus minum 2 sendok obat (10ml) untuk memenuhi dosis yang dibutuhkannya yaitu sebanyak 200mg ibuprofen. Sebagai solusinya, pabrik farmasi yang memproduksi obat tersebut akhirnya mengeluarkan produk dengan nama dagang yang sama namun ditambah kata “Forte” karena dosisnya lebih kuat. Jadi, obat “Forte” ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan dosis pasien karena faktor berat badan, bukan karena lebih manjur.

Jika diperhatikan, banyak obat demam untuk anak yang menggunakan kata “Forte” untuk memenuhi kebutuhan dosis usia tertentu.

Begitu pula obat untuk orang dewasa, banyak yang menggunakan tambahan kata Forte untuk memenuhi kebutuhan dengan berat badan tertentu. Saat dibutuhkan dosis paracetamol 650mg, tapi yang tersedia adalah paracetamol 500mg, maka menjadi tidak praktis jika harus meminum 1 ditambah 1/3 tablet sediaan 500mg. Apalagi dibutuhkan ketepatan saat memotong sediaan obat menjadi 1/3 bagian. Pertimbangan tingkat kepraktisan menjadi salah satu alasan dibuatnya obat Forte.

Selain usia, dan berat badan, ada faktor lain yang memengaruhi dosis setiap orang. Luas permukaan tubuh dan faktor toleransi tubuh terhadap obat tersebut ikut memengaruhi dosis setiap orang. Pada kondisi terjadi toleransi obat, dosis obat harus ditingkatkan terus menerus untuk mendapatkan efek terapi yang sama karena respon tubuh sudah tidak sensitif lagi akibat pemakaian jangka panjang atau terus menerus. Diperlukan dosis yang lebih kuat agar obat dapat memberikan efek yang diinginkan dan kenaikan dosisnya ini dapat menggunakan obat jenis Forte.

Obat Forte adalah obat dengan kenaikan zat aktif yang melebihi dosis obat sebelumnya. Dibuat dengan tujuan kebutuhan pasien berdasarkan kasus tertentu karena kebutuhan tiap orang akan dosis obat memang tidak sama Obat ini juga dibuat dengan tujuan memberikan efek yang sama pada kasus telah terjadinya toleransi obat dalam tubuh pasien.

Jadi butuh kehati-hatian, tetap bijak menggunakan obat dengan label Forte. Jika memang tidak dibutuhkan dosis yang lebih kuat mengapa harus konsumsi obat Forte. Jika cukup dengan dosis yang standar sudah bisa sembuh, tidak perlu menggunakan dosis forte. Tubuh kita terutama ginjal dan hati tentu akan bekerja lebih berat jika ada obat yang berlebih dalam tubuh. Kondisi ini jika dibiarkan akan berakibat tidak baik untuk dua organ vital di atas.

Sekalipun masyarakat melakukan swamedikasi dan obat yang akan digunakan termasuk dalam kelompok obat bebas atau bebas terbatas, dibutuhkan peran aktif apoteker saat masyarakat membeli jenis obat Forte di apotek. Begitu pula sebaliknya. Masyarakat dapat meminta apoteker untuk memilihkan obat yang tepat saat melakukan swamedikasi. Sehingga masyarakat akan lebih teredukasi dan menjadi paham akan perbedaan dan penggunaan obat Forte ini.

Perlu diingat, bahwa dosis obat yang tidak tepat akan menjadi racun di tubuh. Sola Dosis Facit Venenum, bahwa yang membedakan obat dengan racun adalah dosisnya, begitu pesan paracelcus, seorang ilmuwan toksikologi.

Pustaka

Ganiswara,GS,dkk.2007. Farmakologi dan Terapi, Jakarta. Bagian Farmakologi dan Kedokteran. Kedokteran UI

Indrajati SW, 2016, Farmakologi, Kemenkes RI

Tati Rahmawati

apoteker praktisi di apotek. Tinggal di Cilegon. Merintis usaha apotek lima tahun yang lalu. Senang melakukan edukasi terkait obat ke masyarakat langsung, termasuk melalui tulisan.

Share
Published by
Tati Rahmawati

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago