Majalah Farmasetika – Dalam dunia farmasi, terkhusus yang berkaitan dengan bahan alam. Pastinya sudah tak asing dengan istilah ekstraksi. Tentu saja, tahapan yang digadang menjadi titik kritis dalam penarikan komponen bioaktif berkhasiat yang terdapat dalam bahan alam tertentu ini menjadi tahapan yang tak terpisahkan dalam penemuan dan pengembangan senyawa obat.
Adapun metode ekstraksi yang paling populer adalah dengan menggunakan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat kelarutan dari komponen bioaktif yang terdapat dalam bahan alam tersebut, seperti metode maserasi.
Umumnya, maserasi dilakukan dengan merendam sejumlah bahan alam (seperti tumbuhan) dalam pelarut tertentu (seperti alkohol) dan langkah tersebut diulang sebanyak 3×24 jam. Jika diamati sekilas, maserasi ini rasanya cukup mudah dilakukan, bukan?
Lalu, apakah kemudahannya cukup efisien untuk diterapkan dalam skala besar?
Umumnya, setelah tahap maserasi akan dilakukan tahap lanjutan yang bertujuan untuk memekatkan ekstrak, dan memisahkannya dari pelarut. Dapat dibayangkan akan ada sisa pelarut, yang apabila maserasi ini dilakukan dalam skala besar maka akan semakin banyak pula pelarut yang tersisa.
Beberapa tahun terakhir, ada suatu metode yang dikenal lebih efisien dalam berbagai aspek, serta ramah lingkungan. Yakni metode Ekstraksi Fluida Superkritikal (SFE).
Pada dasarnya, prinsip pemisahan pada metode SFE dengan maserasi memiliki kesamaan, keduanya sama-sama berprinsip pada perbedaan kelarutan. Namun, ada beragam aspek yang membedakan antara SFE dan metode ekstraksi konvensional (seperti maserasi).
Jika maserasi memakan waktu 3×24 jam disertai dengan tahap pemisahan lanjutan yang memerlukan waktu lebih banyak. Untuk metode SFE ini, waktu diperlukan lebih cepat dan tahapan pemisahannya lebih sederhana.
Dalam metode konvensional seperti maserasi, umumnya menggunakan pelarut organik yang tak jarang bersifat toksik dan dapat meninggalkan residu yang berbahaya. Jika dibandingkan dengan medium dalam SFE adalah karbon dioksida, yang notabenenya merupakan komponen yang bersifat non toksik, tidak mudah terbakar, dan non korosif.
Menilik hal tersebut, tentunya metode SFE dapat menjadi alternatif ekstraksi bahan alam yang lebih efisien, aman, dan ramah lingkungan.
Bahkan, tak hanya di industri farmasi. Penerapan metode SFE telah dilakukan dalam industri makanan yakni pada produk kopi dekafenasi yang tengah populer.
Referensi:
Advance in Eco-Fuels for Sustainable Environment. 2019. Woodhead Publishing.
Rosas-Quina YE, Mejía-Nova FC. Supercritical fluid extraction with cosolvent of alkaloids from
Lupinus mutabilis Sweet and comparison with conventional
method. J Food Process Eng. 2021;44:1-10.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…