Majalah Farmasetika – Di masa pandemi kini segala macam perubahan dibutuhkan untuk menopang aspek kehidupan masyarakat yang terhambat. Evolusi dalam dunia pendidikan merupakan salah satu yang mencolok diantara perubahan-perubahan yang ada.
Pendidikan atau edukasi sebagai bekal dasar sumber daya manusia harus mampu beradaptasi dalam situasi krisis dan menemukan “pace”-nya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Berjalannya situasi pandemi COVID-19 di Indonesia selama lebih dari satu tahun telah memunculkan beragam dinamika, termasuk dalam persoalan vaksinasi.
Masyarakat kini semakin membutuhkan edukasi mengenai vaksinasi, terlebih melihat banyaknya pro-kontra terhadap penemuan vaksin yang terbilang cepat. Sebelum membahas lebih jauh mengenai edukasi vaksin, perlu diketahui bahwa prosedur pemberian edukasi tidak dibatasi pada satu model saja. Kemajuan teknologi telah memungkinkan pemberian edukasi melalui metode jarak jauh dengan dua prosedur umum, yaitu Synchronous dan Asynchronous. Untuk mengetahui lebih lanjut antara kedua metode pembelajaran jarak jauh tersebut, perlu diuraikan kelebihan dan kekurangan masing-masing prosedur.
Sumber: Freepik
Synchronous adalah metode komunikasi dalam satu waktu, live, face to face, secara luring maupun daring (umumnya dengan video conference).
Kelebihan : Edukasi dengan cara synchronous memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah seperti halnya pemberian edukasi secara tradisional di ruang kelas. Peserta kelas sebagai penerima informasi dapat menanyakan pertanyaan di dalam forum dan mendapat jawaban secara langsung di waktu yang sama. Jenis prosedur edukasi ini memungkinkan terjalinnya kedekatan emosional serta komunikasi yang apik baik secara one-to-one maupun by group antara peserta dan pemberi materi.
Kekurangan : Edukasi secara synchronous perlu secara serius memperhatikan situasi kelas. Jenis edukasi ini rawan terhadap ketidakkondusifan kelas yang berujung pada penurunan efektivitas pemberian informasi. Agar kelas semakin kondusif, dapat dilakukan pembatasan-pembatasan fitur bagi peserta, misalnya dengan membatasi kemampuan membuka microphone hingga mengambil alih kelas. Selain itu, kekurangan jenis edukasi synchronous juga terletak pada persoalan stabilitas koneksi internet. Dimana hal ini masih menjadi masalah utama di Indonesia, sehingga memerlukan perhatian khusus
Sumber: Freepik
Asynchronous mengacu pada komunikasi secara tidak langsung atau melalui media penghantar dan tidak dalam satu waktu.
Kelebihan : Edukasi dengan metode asynchronous memungkinkan orang mampu mengakses materi dalam waktu yang fleksibel (24/7). Lalu, jenis ini juga memungkinkan perenungan lebih lanjut pada materi dengan ketersediaan waktu yang cukup panjang. Cara edukasi asynchronous sangat direkomendasikan bagi orang dengan akses internet dan kestabilan jaringan yang buruk. Karena di manapun, kapanpun, selama ada akses internet, materi dapat diakses dan bahkan dilihat berulang.
Kekurangan : Kolaborasi yang terjalin antara pemberi materi dan penerima/peserta kelas kurang maksimal. Hal ini berkaitan dengan feedback yang diberikan oleh peserta tidak dapat selalu direspon oleh pemateri secara langsung. Sehingga jika peserta memiliki pertanyaan seputar materi sulit untuk disampaikan, apalagi terjawab. Sejalan dengan ini, ketiadaan feedback langsung juga membuat rentannya misinterpretasi dari maksud pemateri dengan yang diterima peserta kelas.
Dalam konteks edukasi vaksin COVID-19 ditemukan fakta bahwa metode synchronous terbukti mampu membawa perubahan yang lebih positif bagi penerima materi pembelajaran dari aspek pengetahuan, persepsi, hingga penerimaan. Fakta tersebut didapat berdasarkan hasil penelitian tim PKM-RSH UGM yang terdiri dari Sakura Herlia A.S., Arisa Astiwi M., dan Afra Hanifah P. pada 105 responden yang berdomisili di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian edukasi secara synchronous melalui webinar “Serba-Serbi Vaksinasi COVID-19” mampu menggeser (ke arah positif) skor pengetahuan, persepsi, dan penerimaan responden terhadap vaksin COVID-19 lebih signifikan dibandingkan asynchronous menggunakan video pembelajaran. Penelitian ini dapat dijadikan acuan sebagai alasan pemilihan metode synchronous dibandingkan asynchronous dalam pemberian edukasi bagi masyarakat.
Meski begitu, perlu diingat bahwa penelitian di atas masih terbatas pada sampel yang sempit yaitu hanya di kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sehingga tidak dapat dijadikan pembuktian tunggal dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk kedepannya. Selain itu, terdapat pula beberapa studi terdahulu yang menyarankan bahwa kedua metode tersebut patut untuk dikombinasikan, terlebih seperti yang diuraikan sebelumnya, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan demikian, jika dilakukan kolaborasi yang tepat antara dua metode (synchronous dan asynchronous) diharapkan mampu memberikan output pada masyarakat yang semakin baik.
Referensi:
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…