Majalah Farmasetika – Vaksin merupakan formulasi biologis berisi antigen yang dilemahkan untuk merangsang produksi antibody dan memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit. Umumnya vaksin diberikan dengan cara injeksi menggunakan jarum suntik melalui intramuscular dan subkutan.
Metode injeksi cukup efektif untuk menghasilkan imunitas tubuh terhadap suatu penyakit, namun terdapat beberapa kelemahan antara lain timbulnya rasa sakit dan trauma terhadap jarum suntik serta diperlukan tenaga kesehatan terlatih untuk melakukannya (Lee, et al., 2021). Untuk itulah dikembangkan penghantaran vaksin tanpa jarum suntik, salah satunya melalui rute intranasal.
Vaksin intranasal diberikan dengan cara disemprotkan pada hidung. Hidung merupakan tempat keluar masuknya udara saat bernafas. Pada hidung, terdapat membrane mukosa yang mengandung silia untuk menangkap zat asing agar tidak masuk ke dalam paru-paru.
Pemberian vaksin melalui hidung diharapkan dapat mencegah penyakit pernapasan pada paparan pertama. Kelebihan dari vaksin intranasal adalah dapat memicu kekebalan reaktif silang yaitu kekebalan terhadap pathogen yang berbeda-beda sehingga kekebalan yang terbentuk lebih luas yaitu pada sistemik dan mukosa. Sedangkan vaksin injeksi dapat memicu kekebalan sistemik, namun tidak pada mukosa (Brokstad, et al., 2002; Hasegawa, et al., 2009).
Mekanisme pembentukan sistem imun melalui intranasal diawali ketika sel M berikatan dengan antigen kemudian diarahkan menuju antigen presenting cells (APC). Sel M merupakan sel epitel khusus dari mucosa-associated lymphoid tissue (MALT).
Selanjutnya salah satu komponen MALT yang berada pada rongga hidung yaitu NALT berdiferensiasi menghasilkan IgA dan IgG dimer yang dapat mencegat antigen untuk selanjutnya dinetralkan sehingga kekebalan sistemik dan mukosa dapat terbentuk.
Beberapa vaksin intranasal yang sudah disetujui penggunaannya untuk influenza pada manusia yaitu FluMist® Trivalent dan FluMist® Quadrivalent (United States), Fleunz Tetra (European Union), NASOVAC-S (India), dan Ganwu® (China). Vaksin intranasal terus dikembangkan untuk penyakit selain influenza, salah satunya adalah SARS-CoV-2. Hingga saat ini, terdapat 9 kandidat vaksin SARS-CoV-2 yang sudah memasuki uji klinis tahap 1 dan 2 (Xu, et al., 2021).
Vaksin intranasal masih perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut terutama terkait keamanan dan kemampuan imunogenisitas. Faktor yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan vaksin intranasal yaitu formulasi, ukuran partikel, mukoadhesive, kemampuan permeasi, ligan, adjuvant, dan strategi penghantaran.
Sumber
Lee, M., Pan., dan Nambudiri, V. 2021. Transdermal approaches to vaccinations in the COVID-19 pandemic era. Therapeutic Advances in Vaccines and Immunotherapy, 9: 1-13.
Xu, H., Cai, L., Hufnagel, S., dan Cui, Z. 2021. Intranasal vaccine: Factors to consider in research and development. International Journal of Pharmaceutics, 609: 1-21.
Majalah Farmasetika - Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana obat yang Anda konsumsi sampai ke apotek dengan…
Majalah Farmasetika - Saat ini, kesadaran masyarakat terhadap kehalalan produk semakin meningkat. Bukan hanya soal…
Majalah Farmasetika - Obat tradisional telah digunakan secara turun-temurun sebagai alternatif atau pelengkap dalam pengobatan…
Majalah Farmasetika - Industri farmasi memiliki tanggung jawab besar dalam memproduksi obat yang aman, efektif,…
Majalah Farmasetika - FDA telah menyetujui vimseltinib (Deciphera Pharmaceuticals) untuk pengobatan pasien dewasa dengan tenosynovial…
Majalah Farmasetika - FDA telah memberikan penunjukan fast track (FTD) untuk 67Cu-SAR-bisPSMA (Clarity Pharmaceuticals), yang…