Majalah Farmasetika – Kementrian Kesehatan baru-baru ini mengeluarkan dokumen Cetak Biru : Strategi Transormasi Digital Kesehatan 2024.
Didalam cetak biru tersebut menyatakan bahwa pada sektor layanan farmasi dan alat kesehatan, Indonesia masih memiliki beberapa permasalahan diantaranya :
Terpisahnya data penyimpanan stok obat, alat kesehatan, dan PKRT pada setiap produsen, distributor, dan Fasyankes
Rendahnya akurasi pemetaan supply dan demand sehingga berdampak pada adanya peredaran obat yang ilegal, dan
Adanya keberulangan proses registrasi dan pelaporan yang tidak efisien karena harus melakukannya terhadap beragam pihak yang berbeda dan substansi dari laporan yang sama.
Seperti yang tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 21 Tahun 2020 perihal Rencana Strategis dari Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2022 perihal Satu Data Kesehatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 24 Tahun 2022 perihal Rekam Medis dalam upaya perubahan tata kelola pembangunan lingkup kesehatan, Indonesia telah menentukan bahwa diperlukan daya perubahan manajemen pembangunan kesehatan yang melingkupi pembaruan sistem informasi dengan implementasi transformasi digital, melakukan penelitian, serta peningkatan layanan kesehatan.
Dimana target setiap tahunnya diantaranya pada tahun 2021, berupa desain arsitektur untuk data kesehatan yang terintegrasi. Pada tahun 2022, target berupa sistem yang berisi big data pada integrasi aplikasi kesehatan. Pada tahun 2023, target berupa implementasi sistem analisis kesehatan dengan harapan produk teknologi mendapatkan perizinan yang meluas, inovasi di bidang bioteknologi, dan meningkatnya pelayanan telemedicine. Kemudian pada tahun 2024, target berupa perluasan implementasi transformasi digital dengan harapannya pelayanan kesehatan memberikan fasilitas dengan sistem terintegrasi hingga 100%.
Untuk mewujudkan ketahanan layanan farmasi & alat kesehatan di Indonesia yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, layanan farmalkes memerlukan sistem berupa integrated end to-end supply chain management. Dimana dalam Transformasi sistem digital solusi yang bisa dilakukan adalah diantaranya :
1. Menyediakan standarisasi kode obat dengan standar dari BPOM, kode perusahaan dengan standar pada NIB dari OSS (Online Single Submission), serta kode alat kesehatan & PKRT dengan standar yang ada pada Kemenkes.
2. Melalui Open API dengan standar dari FHIR, melakukan pembauran data yang tersedia untuk kemudian dikoneksikan dengan inventory management system & ERP (Enterprise Resource Planning) yang dimiliki oleh produsen, Fasyankes, dan distributor. Dimana Open API ini akan mengurangi tingkatan resistensi dari lembaga lain karena tidak membutuhkan usaha adaptasi dan biaya yang besar
3. Mentransformasikan sistem pencatatan yang semula manual menjadi digital dengan pengkoneksian sistem sehingga dalam proses memonitor peredaran obat dapat lebih akurat dan dapat meminimalisir risiko peredaran obat yang ilegal di masyarakat
4. Mengkoneksikan data dari beragam varian sumber ke dalam satu pusat database industri farmasi & alat kesehatan supaya proses yang dilakukan tidak berulang kali atau redundant.
Dalam upaya transformasi digital kesehatan, diperlukan adanya platform yang diatur sedemikian rupa untuk dapat dimanfaatkan dengan baik menghasilkan outcome yang diharapkan. Pada Layanan Farmasi dan Alat Kesehatan, Cakupan platform pada transformasi digital yang tertuang pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 nanti terdiri dari empat layanan utama yaitu manajemen pengelolaan, supply-demand mapping, melakukan perizinan dan memonitor tingkat kepatuhan, serta melakukan pelayanan dan penggunaan obat.
Pada masing-masing dari cakupan platform tersebut, layanan utamanya memiliki layanan di bawahnya. Dimana layanan di bawahnya tersebut memiliki pengampu di masing-masing direktorat di Direktorat Jenderal Farmasi & Alat Kesehatan (Dirjen Farmalkes). Output yang diperoleh nanti berupa modul dan microservice yang akan difasilitasi dalam sebuah platform aggregator untuk kemudian dapat mengumpulkan data dari berbagai data touchpoint (produsen, Fasyankes, distributor, dan lain sebagainya). Lalu data yang telah dikumpulkan ini dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan strategis dan meminimalisir risiko dari macetnya rantai pasok obat dan alat kesehatan.
REFERENSI :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Cetak Biru : Strategi Transormasi Digital Kesehatan 2024. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2022.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2022.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Satu Data Bidang Kesehatan Melalui Sistem Informasi Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…