Majalah Farmasetika – Kritik, saran, dan masukkan untuk Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) kini bisa melalui akun media sosial masing-masing, termasuk yang disampaikan oleh akun komunitas Farmasis Bersatu Fib dengan judul PP IAI, Jangan Offside!
100 hari pertama kepengurusan pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PPIAI) diwarnai berbagai problematika yang tidak ringan. Pertama terkait rangkap jabatan Ketua Umum IAI beserta 2 pengurusnya sebagai anggota konsil kefarmasian di KTKI. Yang Kedua masalah UKAI yang menyebabkan 3000-an mahasiswa profesi tidak lulus. Yang ketiga mencuat beberapa RPMK yang mendegradasi profesi Apoteker.
Kita bahas yang kedua. UKAI adalah program sertifikasi pertama untuk lulusan Apoteker baru. Periode sebelum 2018, UKAI dilaksanakan sebagai “uji kompetensi murni”. Dimana Mahasiswa profesi Apoteker lulus lebih dulu, menerima ijazah dan disumpah jabatan Apoteker sesuai PP No.20/1962. Baru kemudian dilaksanakan uji kompetensi sebagai syarat mendapatkan sertifikat kompetensi/profesi untuk mengurus STR.
Dalam skema ini, mahasiswa profesi apoteker diberikan kesempatan memilih melaksanakan uji kompetensi untuk praktik atau bekerja disektor non praktik. Seyogyanya uji kompetensi dan penerbitan sertifikat kompetensi/profesi dilaksanakan oleh perguruan tinggi dengan bekerjasama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
Dari poin diatas, Perguruan tinggi seharusnya bisa memilih partner UKOM mulai organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Dalam UU Tenaga kesehatan pelaksanaan Uji Kompetensi diamanatkan dilaksanakan secara nasional. Maka dari itu, pelaksana definitif UKOM seharusnya perguruan tinggi atau kumpulan perguruan tinggi berskala nasional, dalam hal ini adalah APTFI. APTFI sebagai Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi , sudah selayaknya sebagai leader dan decision maker dalam pelaksaan uji kompetensi.
Metode baru UKOM muncul pasca diterbitkannya Surat Edaran Kemenristekdikti No. 508/B/TU/2018 Tentang Pelaksanaan UKOMNAS Nakes. Surat Edaran tersebut mengamanatkan Uji Kompetensi dilaksanakan sebagai EXIT EXAM. Implementasi Exit Exam adalah uji kompetensi harus dilakukan sebelum mahasiswa lulus dan menyandang gelar, dalam arti uji kompetensi dipakai sebagai syarat kelulusan. Surat edaran tersebut diperkuat oleh Permendikbud 2 tahjun 2020 yang memberikan amanat senada. Inilah masalah yg menyandera ribuan mahasiswa profesi Apoteker dalam UKAI 2022. Peraturan Menteri adalah produk kebijakan atas dasar pendelegasian UU diatasnya atau atas dasar kewenangan, yang amat mungkin dirubah oleh advokasi.
Audiensi PP IAI dengan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud patut diapresiasi sebagai niat baik, namun pada posisi offside, PP IAI bukan pada kapasitasnya mengurusi sendirian masalah kebijakan pendidikan. Sudah seharusnya dalam pertemuan itu PP IAI mengajak perwakilan APTFI , perwakilan kolegium, maupun beberapa perwakilan Perguruan Tinggi Farmasi. Apalagi daftar inventaris masalah yang disodorkan ke Kemendikbud melebar kemana-mana.
Tugas utama PP IAI adalah mendorong dan mendukung APTFI untuk memecahkan masalah tanpa masalah. Lagian yang umum beraudiensi dengan kemendikbud adalah asosiasi pendidikan , organisasi profesi guru, organisasi profesi dosen dst.
Sedikit masukan dari admin , usulan kedua terkait apoteker spesialis, mohon diprioritaskan kebutuhan spesialis terbesar, khususnya dikomunitas, yaitu spesialis Farmasi Klinis. Dosa masa lalu (10 tahun yang lalu ) penghapusan Sp.FRS menjadi M.FarmKlin musti di tebus. Tentu kurang pantas mengusulkan apoteker spesialis tanpa dibarengi memperjuangkan UU Praktik Apoteker.
Yang ketiga terkait upaya memuluskan 2 dari 3 nomenklatur Prodi S1 Farmasi kekhususan (Prodi S1 Farmasi Klinis dan Farmasi Klinis & Komunitas) yang bersifat terminal agar bisa lanjut ke Profesi Apoteker, perlu kajian mendalam. sekali lagi ini ranah Perguruan Tinggi bersama APTFI.
Yang keempat terkait upaya memangkas jumlah prodi S1 Farmasi di tanah air melalui skema (4+1), tentu patut diapresiasi. Namun sekali lagi ini ranah Perguruan Tinggi bersama APTFI. Namun ketegasan PP IAI dalam mendukung perubahan ini sangat penting dan akan diuji konsistensinya kedepan.
Akhir kata, kepada segenap Pengurus Pusat IAI untuk lebih fokus mengurus apoteker yang sudah lulus. Mereka butuh advokasi kebijakan pemerintah baik yang sudah jadi maupun dalam bentuk rancangan. Ratusan regulasi selama 1 dekade perlu dipetakan mana yang perlu diadvokasi.
Termasuk RPM Menteri Kesehatan terkait Pengelolaan Dan Penyerahan Obat Bebas Dan Obat Bebas Terbatas Di Hypermarket, Supermarket, Dan Minimarket. Termasuk UU Praktik Apoteker. Swear, Kami akan mendukungmu 100%.
Sumber
PP IAI, Jangan Offside! https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02zs9hHPGAgncoQFoNusBbSHe1mXXaqFHaBVYd8V3E6hqEtLjGQEHkXdgfmLJWJX43l&id=100043977188641
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…