Majalah Farmasetika – Guru Besar bidang Farmakologi dari Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Prof. Zullies Ikawati, menjawab pertanyaan sejuta umat terkait obat sirup: dulu ngga papa, kok sekarang bahaya?
Dikutip dari akun facebook pribadinya, Prof Zullies menyampaikan mengapa saat ini beberapa obat sirup diberitakan tercemar senyawa berbahaya seperti Etilen Glikol, padahal dulu aman-aman saja?
“Sejujurnya saya tidak tahu. Tapi ada beberapa possibility yang itu tentu harus dikonfirmasi lagi dengan investigasi mendalam.” Jelasnya.
Ada beberapa kemungkinan, diantaranya
1. Mungkin pada batch tertentu produk obat yang beredar di tahun ini, ada perubahan sumber bahan baku, misalnya bahan baku propilen glikol atau gliserin, yang kualitasnya beda. Dan mungkin lagi, tidak dilakukan pemeriksaan mutu untuk memastikan kesesuaiannya dengan certificate of analysis dari bahan baku tersebur yang diperoleh dari supplier-nya. Tetapi jika ternyata industri bisa menunjukkan dokumen yang valid bahwa mereka menggunakan sumber yang sama sejak dulu, yang dulu aman-aman saja, apalagi jika ada hasil pemeriksaan bhn bakunya, maka possibility ini gugur.
2. Bisa jadi setelah beredar di konsumen, dengan cara penyimpanan yang kurang tepat, misalnya terpapar suhu tinggi, dll, terjadi peruraian bhn baku PG menghasilkan EG atau DEG. Tapi sekali lagi, ini memang hrs dibuktikan dengan analisis yang akurat terhadap produk akhirnya. Selama ini, syarat stabilitas produk memang disyaratkan oleh BPOM, di mana industri harus menunjukkan hasil uji stabilitasnya. Tapi memang analisis EG dan DEG untuk produk akhir selama ini bukan menjadi syarat, dan bahkan sepertinya tdk pernah dilakukan. Jika terbukti bahwa dalam kurun waktu tertentu, dan kondisi tertentu, memang ada degradasi dari bahan awal, maka itu bisa jadi possibility. Tapi kalau tidak terbukti, maka possibility ini gugur. Namun sebenarnya possibility ini tidak bisa menjawab juga mengapa kok kejadiannya baru tahun ini, padahal mungkin dari dulu masyarakat tidak berubah dalam kebiasaan penyimpanan obatnya.
3. Jika 2 possibility ini gugur, maka possibility ke 3 adalah ada unsur missconduct dalam pembuatan produk obat, misalnya sengaja mencampurkan propilen glikol dgn EG atau DEG sebagai co-solvent. Tapi possibility ini berimplikasi hukum, yg tentu saja hrs dibuktikan dgn benar dan akurat. Saya tidak yakin industri farmasi yg besar akan melakukan hal yang bodoh ini krn jelas sebuah pelanggaran dan berisiko thd kredibilitasnya. Jika setelah diinvestigasi tidak ada masalah missconduct di semua industri farmasi, maka possibility ini gugur.
4. Jika semua possibility ini gugur, maka mungkin ada faktor di luar obat. Bisa penyakit, makanan, dan lainnya. Karena sumber cemaran mungkin bisa berasal dari sumber lain. Itu pun jika memang penyebab GGA-nya karena cemaran DEG dan EG. Bisa saja faktor lain yang masih perlu pendalaman lagi.
“Jadi, jawaban saya : Wallahu a’lam… kita masih harus bersabar menunggu hasil investigasi para pihak yang berwenang. ” tutup Prof Zullies.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…