Majalah Farmasetika – Dalam menyimpulkan penyebab gagal ginjal akut (GGA) dikarenakan cemaran Etilen Glikol (EG) atau Dietilen Glikol (DEG) dari obat sirup yang dikonsumsi, tentunya perlu analisis ilmiah pada keadaan dan dosis berapa EG/DEG ini bisa sebabkan GGA dalam tubuh seorang anak.
Ahli farmasi lulusan Universitas Gadjah Mada, Apoteker Julian Afferino, mencoba menganalisnya melalui pendekatan analisa forensik atau analisa jejak senyawa kimia dalam tubuh yang bisa menyebabkan kerusakan organ.
Julian menjelaskan, Accute Kidney Injury (AKI) tidak terjadi dengan serta merta kecuali seseorang mengkonsumsi EG/DEG dalam dosis letal (dosis mematikan), yaitu 1.0 – 1.64 g/kg BB. Sedangkan konsumsi obat sirup parasetamol yang diberikan 3 x 1-1,5 sendok teh (1 sendok teh 5 ml) dalam rentang waktu 8 jam perlu dipastikan apakah bisa mencapai dosis letal.
“Ketika seorang anak meminum sediaan sirup yang diduga mengandung cemaran EG/DEG maka sekitar 30 – 120 menit kemudian cemaran tersbut akan mencapai kadar puncak di dalam darah.” Tulis Julian dalam status di facebooknya yang bertajuk “Menelusuri jejak EG/DEG dalam tubuh (based on forensic analysis)” pada 26 Oktober 2022.
Menurutnya, EG/DEG kemudian dibawa oleh darah masuk ke hati untuk dimetabolisme. Di hati sebagian kecil EG dimetabolisme menjadi asam laktat oleh enzim alkohol dehydrogenase (ADH) dan aldehide dehydrogenase (ALDH), sekitar 70 % lolos dari cegatan kedua enzim tersebut berupa senyawa glycolic acid yang diubah menjadi glyoxalic acid oleh enzim glycolic acid dehydrogenase.
“Dengan bantuan vit B (thiamine dan pyridoxine), glyoxalic acid akan diubah menjadi glycine dan benzoic acid, suatu metabolit yang mudah diekresikan dan dibuang melalui urin. Sebagian dari glyoxsalic acid akan berubah menjadi oxalic acid (asam oksalat) oleh enzim glycolic acid dehydrogenase. Dalam dosis rendah, asam oksalat yang terbentuk akan juga diekresi melalui urin sebagai natrium oksalat. Dengan pemeriksaan urine mikroskopis, natrium oksalat dapat teridentifikasi sebagai positif 1, positif 2 atau positif 3. Dari uraian ini kita ketahui bahwa vit B (Thyamine dan pyridoxine) dapat mengurangi toksisitas EG.” Ujar CEO Pharma Care Consulting ini.
Julian melanjutkan bahwa berbeda dengan EG yang memiliki 2 inti karbon , DEG tidak mengikuti jalur metabolisme EG, karena DEG meskipun sama-sama glycol dengan 4 inti karbon tidak dimetabolisme menjadi EG yang memiliki 2 inti karbon. Bukti forensik menunjukkan pada keracunan DEG tidak ditemukan akumulasi oksalat pada ginjal. Singkatnya, sekitar 70 DEG dengan bantuan enzim alkohol dehydogenase (ADH)-NADH dan ALDH menghasilkan asam lemah hydroxyethoxy acetic acid (HEAA) yang selanjutnya keluar dari hati dibawa oleh aliran darah menuju ginjal. Dalam dosis toksik, HEAA yang terbentuk akan semakin banyak dan tidak mampu diekresikan seluruhnya oleh ginjal dan diabsorbsi kembali melalui glomerulus sehingga mengakibatkan asidosis dan perlambatan/penurunan fungsi kerja ginjal hingga cedera ginjal yang berakhir sebagai acute kidney injury.
Julian menambaukan bahwa asidosis adalah untuk menyatakan tingkat keasaman dengan acuan pH. Jika pH < 7 dinyatakan sebgai asam dan pH> 7 dinyatakan sebagai basa. Tingkat keasaman atau kebasaan darah dapat diketahui dengan pemeriksaan Gas Darah Arteri (GDA). Dalam keaadaan sehat/normal, pH darah arteri adalah 7,35 – 7,45. Seseorang dikatakan mengalami asidosis jika pH darah arterinya <7,35.
“Gejala asidosis terjadi pada kadar glycolat dalam darah 50 mg/dl atau 0,5 mg/ml. Volume darah anak-anak sekitar 75 ml/Kg BB, itu berarti jika seorang anak memiliki berat badan 12 kg (Berat rata-rata anak usia 2 tahun) maka volume darahnya lebih kurang 75 x 12 = 900 ml. Dari 900 ml vol darah anak, 30% merupakan darah arteri atau 270 ml.” Jelas Julian.
Sesuai perhitungan, gejala asidosis pada kadar glycolat 50 mg/dl atau 0.5 mg/ml, itu berarti dalam 270 ml darah arteri mengandung 270 x 0.5 = 135 mg glycolat. Pada level ini gejala yang dirasakan dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh meningkat hingga takikardia (detak jantung >100 bps).
“Uraian ini menjelaskan kepada kita bahwa AKI tidak terjadi dengan serta merta kecuali seseorang mengkonsumsi EG/DEG dalam dosis letal (dosis mematikan), yaitu 1.0 – 1.64 g/kg BB. Jika hanya dalam dosis kecil sebagaimana obat sirup parasetamol yang diberikan 3 x 1-1,5 sendok teh (1 sendok teh 5 ml) dalam rentang waktu 8 jam, mungkinkah dapat menyebabkan asidosis? bukankan jika dirawat secara intensif, gejala-gejala asidosis sudah dapat dilihat dari gejala yang ditunjukan sebagaimana disebutkan tadi?” Terang Julian.
Julaian menegaskan, jika konsumsi EG/DEG dalam dosis letal (1,0 – 1,64 g/kg BB), maka kadar glycolat dalam darah arteri akan terus meningkat. Pada kadar glycolat 250 mg/dl atau 2,5 mg/ml maka pH darah sdh berada pada level 6,8. Itu berarti dalam darah arteri seorang anak ditemukan 270 x 2,5 = 675 mg glycolat. Dalam 1 botol parasetamol sirup (60 ml) terkandung 1500 mg zat aktif parasetamol ( 125 mg/5 ml). Dapat disimpulkan bahwa dalam satu botol (60 ml) parasetamol terkandung EG/DEG =(675 : 1500)x 100 = 47% , itu pun jika diasumsikan bahwa proses absorbsi hingga menjadi metabolit toksik berjalan secara stokiometris.
“Sederhananya…jika konsumsi parasetamol sirup 1 kali (125 mg/5 ml), itu ada EG/DEG 47% w/w. Ini minum obat atau minum racun? lagi pula, parasetamol sirup digunakan hanya jika perlu saja, bagaimana bisa terjadi dosis toksik?” Tanya Julian.
“Akhir kata….jika pH darah arteri berada pada level 6,8 dengan diikuti AKI, seseorang hanya dapat bertahan hidup dalam beberapa jam saja, selanjutnya game over. Sudah jelas uraian ini….masihkan ada upaya untuk mentersangkakan EG/DEG dalam sediaan sirup?” Penutup status FB Julian Afferino.
Sumber
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…