Majalah Farmasetika – Guru Besar Farmakologi dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Zullies Ikawati, mengingatkan bahwa Fomepizole yang di import Kemenkes dari berbagai negara bukan sebagai obat gagal ginjal akut (GGA), melainkan obat penawar keracunan etilen glikol.
“Di banyak media sering disebut bahwa obat ini adalah obat gagal ginjal akut. Ini kurang tepat ya. Perlu dijelaskan di sini, Fomepizole bukanlah obat yang secara khusus untuk gagal ginjal akut, tetapi obat penawar keracunan etilen glikol. Ia juga bisa digunakan sebagai obat penawar keracunan metanol.” jelas Prof. Zullies dari akun facebook pribadinya (26/10/2022).
Zullies menjelaskan bahwa ketika etilen glikol masuk ke dalam tubuh, ia dengan cepat diserap oleh saluran cerna, dan akan dimetabolisir menjadi senyawa yang lebih beracun, yaitu asam glikolat, asam glikoksilat, dan asam oksalat. Mereka dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada organ.
“Yang paling berkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut adalah asam oksalat, yang akan bisa mengikat calcium dalam tubuh menjadi kristal kalsium oksalat yang akan merusak ginjal. Perubahan etilen glikol menjadi senyawa toksiknya diperantarai oleh enzim ALCOHOL DEHYDROGENASE. Nah, fomepizole ini bekerja MENGHAMBAT ENZIM Alcohol Dehydrogenase. Jadi obat ini baru akan efektif jika gagal ginjal akutnya benar-benar karena keracunan Etilen glikol. Kalau bukan karena itu ya obat ini tidak akan bekerja karena tidak ada targetnya.” jelas Prof. Zullies.
Ketika disinggung terkait keefektifan obat Fomepizole terkait GGA, Zullies menegaskan obat ini hanya berguna jika gagal ginjalnya karena keracunan etilen glikol/dietilen glikol. Jika tidak, maka tidak ada gunanya.
“Itupun jika digunakan pada saat yang tepat, yaitu tidak terlambat. Perubahan etilen glikol menjadi metabolitnya bisa terjadi dalam waktu yg sangat bervariasi antar orang, dari 30 menit sampai 72 jam. Jika diberikan pada kondisi yang sudah terlalu lama sejak paparan, maka hampir semua etilen glikol mungkin sudah berubah menjadi metabolit toksiknya, sehingga mungkin obat tidak lagi berguna. Tetapi jika diberikan pada saat yang tepat dan kondisi yang tepat, mungkin akan bermanfaat” terang guru besar dari Fakultas Farmasi, UGM ini.
Menurutnya, Fomepizole bisa diberikan pada mereka yang diduga terpapar etilen glikol, apalagi jika terkonfirmasi terdapat kadar EG dalam plasma darah ≥ 20 mg/dL. Kalau tidak terdapat data kadar EG dalam darah, maka dapat diberikan jika pasien menunjukkan hasil lab : pH arteri < 7.3 (terjadi peningkatan keasaman darah), kadar bikarbonat serum < 20 mmol/L, atau terdapat kristal oksalat di urinnya.
“Obat ini berbentuk infus, dan diberikan dengan Dosis awal : 15 mg/kg BB ( campur dalam minibag dan berikan dalam waktu 30 min infus), dan dosis berikutnya: 10 mg/kg BB setiap 12 jam selama 48 jam, kemudian, 15 mg/kg setiap 12 jam. Diberikan sesuai kebutuhan pasien. Selain utk keracunan EG, fomepizole juga dapat digunakan untuk mengatasi keracunan metanol atau dietilen glikol dengan mekanisme yang sama.” tutup Prof. Zullies.
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…