Majalah Farmasetika – Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) bersama 4 organisasi kesehatan lainnya yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), serta bersama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia telah menyikapi dan menandatangani “Pernyataan terhadap RUU Kesehatan” pada 26 September 2022 di Sekretariat PB IDI, Jakarta.
Hal ini dilakukan sehubungan dengan penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh DPR RI dimana salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi agenda pembahasan adalah RUU Kesehatan (Omnibus Law), organisasi kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan (a.I UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan), serta organisasi yang mewakili lembaga konsumen kesehatan menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga. Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.
2. Hal paling urgent saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan. Sekian banyak tantangan seperti persoalan penyakit-penyakit yang belum tuntas diatasi (mis, TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar), pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber, haruslah dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat.
3. Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen “Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030” sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan. Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil. Hal ini sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini.
4. Data yang diperoleh dari laman DPR RI (Link Website: https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-SK-PROLEGNAS-RUU-PRIORITAS-TAHUN-2022-1642658467.pdf) dan sesuai dengan lampiran Surat Keputusan DPR RI No.8/DPR RI/II/2021-2022 bahwa RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak ada dalam daftar tersebut. RUU ini baru termuat dalam berita “Baleg DPR Bahas Daftar Usulan Prioritas Prolegnas Prioritas 2023” pada tanggal 29 Agustus 2022 (Link berita: https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/40358/t/Baleg+DPR+Bahas+Daftar+Usulan+Prolegnas+Prioritas+2023 ) yang merupakan RUU usulan DPR. Lalu didapatkan informasi RUU ini telah ditetapkan oleh Baleg DPR dalam daftar Prolegnas Prioritas tahun 2022 (Link berita: https://hukumonline.com/berita/a/melihat-daftar-prolegnas-prioritas-2022-perubahan-lt632af956cd2a7 ) pada tanggal 21 September 2022. Tertulis bahwa RUU ini dalam Prolegnas Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024 tertulis RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional. Dalam penelusuran yang dilakukan tim ini, RUU Sistem Kesehatan Nasional diusulkan pada 17 Desember 2019 (Informasi dari laman DPR RI: https://dpr.go.id/uu/detail/id/319P ), namun terkait draft Naskah Akademik maupun RUU-nya Belum Pernah Didapatkan.
5. Demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, kami bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi Kesehatan yang sudah ada dan mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya dan mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat atas dasar pertimbangan di bawah ini:
A. Pengaturan Omnibus Law harus mengacu pada kepentingan masyarakat.
B. Penataan di bidang kesehatan agar tidak mengubah yang sudah berjalan dengan baik.
C. Mengharapkan adanya partisipasi yang bermakna dalam penyusunan Omnibus Law di bidang kesehatan.
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…