Majalah Farmasetika – Direktorat Perencanaan Tenaga Kesehatan, Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, merilis data estimasi kebutuhan tenaga apoteker sebanyak 251.908 apoteker di tahun 2022 dan terus meningkat setiap tahunnya dengan target rasio tenaga apoteker terhadap penduduk adalah adanya 0,91 per 1000 penduduk. Supply tenaga apoteker yang dihasilkan oleh institusi pendidikan dengan program studi profesi apoteker masih terbatas. Saat ini jumlah Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) hanya sekitar 22% dari jumlah prodi sarjana kefarmasian. Artinya program studi profesi harus ditingkatkan.
Hal ini tercantum dalam Dokumen rekomendasi kebijakan proyeksi tenaga kesehatan berdasarkan supply demand (dokter, perawat, bidan, apoteker, radiografer dan terapis wicara).
“Kementerian Kesehatan berupaya untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkesinambungan kepada masyarakat, sehingga perlu adanya masterplan berupa perencanaan tenaga kesehatan untuk jangka menengah dan jangka panjang yang disusun melalui suatu penghitungan dan analisis berdasarkan kondisi saat ini baik dari sisi supply maupun dari sisi demand.”arkan supply demand khusus bagi dokter, perawat, bidan, apoteker, radiografer dan terapis wicara.” jelas drg. Ariyanti Anaya, Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan dalam kata pengantar dokumen ini.
“Hasil penghitungan dan analisis tersebut, kemudian diproyeksikan beberapa tahun kedepan menjadi suatu dokumen proyeksi kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan supply dan demand sebagai salah satu pedoman pemenuhan tenaga kesehatan, serta pada tahun 2022 ditetapkan menjadi dokumen rekomendasi kebijakan proyeksi tenaga kesehatan berdasarkan supply demand khusus bagi dokter, perawat, bidan, apoteker, radiografer dan terapis wicara.”lanjutnya.
Perhitungan demand menggunanan pendekatan berbasis rasio tenaga kesehatan terhadap populasi yang merupakan metode sederhana untuk memproyeksikan permintaan tenaga kesehatan dengan menghitung jumlah tenaga kesehatan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada penduduk di periode waktu ke depan.
Rasio tenaga kesehatan terhadap populasi yang ditetapkan oleh pemerintah bersama dengan tenaga ahli atau profesional atau lembaga teknis seperti WHO.
Demand atau kebutuhan terhadap tenaga apoteker dapat dilihat oleh target rasio tenaga apoteker terhadap penduduk dikalikan dengan jumlah penduduk yang telah diproyeksikan oleh BPS hingga 2023.
Target rasio tenaga apoteker terhadap penduduk adalah adanya 0,91 per 1000 penduduk, pada tahun 2022 diestimasikan kebutuhan tenaga apoteker di Indonesia adalah 251.908 orang dan terus meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia.
Sedangkan untuk menentukan suplai tenaga apoteker, maka perhitungan dilakukan dengan memperhatikan produksi tenaga apoteker setiap tahunnya. Tenaga apoteker pada tahun 2021 adalah sebanyak 6.433, namun demikian, diasumsikan ada sekitar 1.5% yang merupakan atrisi tenaga apoteker karena tidak bekerja, bekerja bukan pada fasilitas kesehatan, atau alih profesi lain.
Selanjutnya, hal lain yang menentukan kondisi suplly demand adalah ketersediaan tenaga saat ini, Ketersediaan tenaga apoteker secara nasional dapat dilihat dari jumlah apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang merupakan pengakuan kompetensi tenaga dalam melakukan praktik sebagai apoteker. Pada tahun 2022, jumlah tenaga apoteker menurut Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) adalah sebanyak 80.378 orang. Sedangkan mengacu pada data SISDMK, pada tahun 2022 terdapat sebanyak 25.670 orang.
Dengan memperhitungkan hal-hal tersebut, diproyeksikan kebutuhan apoteker yang didapatkan dari hasil target rasio apoteker sebesar 0.91 tidak dapat tercapai dengan pertumbuhan lulusan tetap, maupun yang diproyeksikan bertambah tiap tahunnya.
Berdasarkan perhitungan supply demand diestimasikan bahwa hingga tahun 2035, demand tenaga apoteker belum dapat terpenuhi. Supply tenaga apoteker yang dihasilkan oleh institusi pendidikan dengan program studi profesi apoteker masih terbatas. Saat ini jumlah prodi profesi apoteker hanya sekitar 22% dari jumlah prodi sarjana kefarmasian. Artinya program studi profesi harus ditingkatkan jumlah dan kualitasnya sehingga bisa meningkatkan kuota mahasiswa yang dapat melanjutkan.
Selengkapnya
Dokumen Rekomendasi Kebijakan Proyeksi Tenaga Apoteker berdasarkan Supply Demand
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…