Majalah Farmasetika – Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), apt. Noffendri, S.Si, mengumumkan bahwa IAI akan menyediakan kuasa hukum untuk membela 3 (tiga) apoteker yang terlibat dalam kasus gagal ginjal akut PT. AFI Farma.
Pernyataan tersebut diberikan setelah IAI mengikuti perkembangan kasus PT AFI Farma dari tahap penyelidikan oleh Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Kota Kediri.
“IAI akan mengadvokasi sejawat yang saat ini ditahan kejaksaan agar hak-haknya terpenuhi hingga persidangan selesai” kata apt Noffendri Roestam, S.Si, Ketua Umum PP IAI dikutip dari situs resminya (9/6/2023).
Ketua PD IAI Jawa Timur, apt. Adi Wibisono, M.Kes., mengungkapkan bahwa PC IAI Kota Kediri dan PD IAI Jawa Timur telah memulai langkah untuk membela apoteker yang ditahan dalam kasus PT AFI Farma.
Adi Wibisono menyatakan bahwa PD IAI Jawa Timur menghormati proses hukum yang sedang berjalan, dan mereka akan mengawal proses persidangan sambil berkoordinasi dengan PP IAI untuk menyiapkan kuasa hukum yang dibutuhkan. Ia menekankan pentingnya menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
Sebagaimana dilaporkan oleh beberapa media, penyidik dari Bareskrim Mabes Polri dan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung telah mengalihkan tersangka dan barang bukti kasus PT AFI Farma ke Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Kediri pada tanggal 6 Juni 2023.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Novika Muzairah Rauf, seperti yang dilaporkan oleh beberapa media, menyatakan bahwa tim gabungan terdiri dari 10 jaksa penuntut umum akan menangani kasus ini, termasuk jaksa dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Kota Kediri.
Kasus yang dituduhkan melibatkan tindak pidana penyebaran produk farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu.
Menurut sumber dari Kejaksaan Negeri Kota Kediri, PT AFI Farma Pharmaceutical Industries diduga memproduksi dan mengedarkan sekitar 60 merek obat dalam rentang waktu 2020 hingga 2022. Salah satu di antaranya adalah obat Paracetamol sirup dan obat Paracetamol drop.
Dalam temuan BPOM, terungkap bahwa PT AFI Farma menggunakan bahan baku tambahan Propilen Glikol (PG) USP yang terkontaminasi Etilen Glikol (EG) melampaui batas persyaratan yang ditetapkan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melakukan investigasi terhadap salah satu pemasok atau supplier bahan pelarut untuk perusahaan yang memproduksi obat cair, dan ditemukan bahwa bahan tersebut mengandung kontaminan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Di gudang supplier CV Samudera Chemical, terdapat drum yang berisi bahan pelarut obat cair dengan kandungan EG dan DEG melebihi 90 persen, padahal batas aman yang ditetapkan hanya 0,1 persen.
Setelah itu, obat-obatan yang terdaftar dalam e-katalog LKPP tersebut didistribusikan melalui pabrik besar farmasi (PBF) yang telah bekerja sama dengan PT Afi Farma.
Pendistribusian obat dilakukan hingga mencapai masyarakat melalui fasilitas kesehatan pemerintah, termasuk rumah sakit dan puskesmas.
Perlu diketahui bahwa paracetamol drop AFI Farma adalah satu-satunya produk paracetamol drop yang terdaftar dalam e-Katalog LKPP, sehingga diperkirakan telah digunakan oleh ribuan rumah sakit dan puskesmas di seluruh Indonesia.
Salah satu bukti yang digunakan oleh penyidik adalah adanya pasien anak yang mengalami Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) atau Acute Kidney Injury (AKI) dan diduga telah mengonsumsi obat-obatan tersebut.
Akibatnya, terdapat 5 korban yang meninggal dunia, sesuai dengan surat keterangan data pasien meninggal akibat GGAPA dari RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dengan nomor YR.01.02/VII.4/8169/2023 tanggal 24 Februari 2022.
Perbuatan para tersangka diatur dan diancam dengan pidana berlapis. Pertama, mereka dapat dijerat dengan Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua, mereka dapat dikenai Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a UU RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiga, mereka juga dapat dijerat dengan Pasal 359 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ada empat individu yang terlibat dalam kasus ini, termasuk seorang Direktur Utama dengan inisial APH, seorang Manajer Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) dengan inisial NSA, seorang Manajer Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dengan inisial AS, dan seorang Manager Produksi dengan inisial IS, semuanya bekerja di PT. AFIFARMA.
Pihak Kejaksaan Agung telah melakukan pemeriksaan terhadap keempat tersangka dan juga mengumpulkan barang bukti sebanyak 167 item, termasuk berbagai barang dan dokumen.
Setelah pelimpahan dan pemeriksaan, para tersangka kemudian ditahan selama 20 hari, dimulai pada Selasa, 6 Juni 2023, hingga Minggu, 25 Juni 2023, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kediri.
Selanjutnya, Kejaksaan Negeri Kota Kediri akan segera mengirimkan kasus ini ke Pengadilan Negeri Kota Kediri untuk disidangkan secepatnya.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…