Majalah Farmasetika – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mendukung penuh Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang Kesehatan pada hari Selasa (11/7/2023).
Berikut adalah beberapa alasan dirangkum oleh redaksi Majalah Farmasetika :
Pandemi telah memperlihatkan rapuhnya sistem kesehatan kita. Jika tidak dibenahi dan diperkuat dari sekarang, akan lebih banyak warga yang menjadi korban/kematian saat kita diterpa pandemi berikutnya. Buruknya sistem kesehatan kita, memicu kalangan tertentu berobat ke LN dan menghabiskan devisa Rp. 160 trilliun dalam setahunnya. Dengan berbagai pembenahan saat ini, jika seperempat dari devisa tersebut tidak keluar, dampak ekonominya akan besar untuk Indonesia, salah satunya pembukaan ribuan lapangan pekerjaan.
Selain itu, buruknya sistem kesehatan juga telah mempersulit akses masyarakat ke dokter dan layanan kesehatan. Tak heran pasien BPJS harus antri berhari hari hanya untuk mendapatkan layanan kesehatan, ini dikarenakan terbatasnya jumlah tenaga kesehatan kita.
Ada lebih dari 10 UU terkait kesehatan saat ini sehingga terjadi overlapping dan saling bertentangan. Dampaknya pelaksanaan UU tersebut tidak maksimal. Dengan UU Kesehatan, peraturan lebih ramping dan menghilangkan pertentangan UU yang ada.
Dari fokus mengobati menjadi mencegah, Dimana aspek layanan promotif dan preventif diperkuat sesuai siklus hidup, dan adanya standarisasi jejaring layanan primer dan laboratorium kesehatan masyarakat Akses layanan kesehatan lebih mudah Dengan penguatan layanan kesehatan rujukan, pemanfaatan telemedisin, pengampuan layananprioritas sampai layanan unggulan nasional berstandar internasional
Industri kesehatan tidak lagi bergantung ke luar negeri, tapi mandiri di dalam negeri Dengan penguatan rantai pasok dari hulu sampai hilir, prioritas penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri, pemberian insentif kepada industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi dalam negeri Sistem kesehatan lebih tangguh menghadapi bencana Dengan menyiapkan tenaga kesehatan yang sewaktu-waktu siap dimobilisasi saat terjadi bencana
Melalui anggaran berbasis kinerja yang mengacu pada program kesehatan nasional yang menjadi pedoman yang jelas bagi pemerintah pusat dan daerah Distribusi tenaga kesehatan menjadi cukup dan merata Dilakukan percepatan produksi dan pemerataan jumlah dokter spesialis melalui penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (collegium based) di RS
Penyederhanaan proses perizinan melalui penerbitan STR yang berlaku seumur hidup dengan kualitas yang terjaga Tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi menjadi dilindungi secara khusus Tenaga medis dan tenaga kesehatan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya, baik dari tindak kekerasan, pelecehan, maupun perundungan. Secara khusus bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindak pidana dan perdata dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu
Berbagai sistem informasi kesehatan terintegrasi ke sistem informasi kesehatan nasional sehingga setiap orang akan lebih mudah untuk mengakses data kesehatan yang dimiliki tanpa mengurangi jaminan perlindungan data individu Teknologi kesehatan menjadi terdepan Percepatan pemanfaatan teknologi genom/ biomedis untuk pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kedokteran presisi
Produksi dokter akan jauh lebih cepat dan banyak. Tanpa UU Kesehatan, diperlukan lebih dari 15 tahun untuk dapat melengkapi kebutuhan dokter spesialis di seluruh Puskesmas. Dengan UU ini diharapkan dapat dilengkapi kurang dari 5 tahun. Antrian pasien akan jauh berkurang karena infrastruktur layanan kesehatan akan diperbanyak dan diperbaiki. Akses terhadap obat dan alat kesehatan akan lebih murah karena UU ini akan memberdayakan produksi dalamn negeri.
Kebijakan kesehatan negara akan berubah dari yang selalu fokus pada menyembuhkan orang sakit menjadi mencegah orang jatuh sakit (upaya promotif dan preventif). Program dan anggaran kesehatan akan lebih akurat dan efektif karena didasarkan pada pencapaian indikator, bukan didasarkan pada upaya menghabiskan anggaran.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…