Berita

Vorasidenib: Pengobatan Astrositoma dengan Mutasi IDH1 atau IDH2

Majalah Farmaetika – Astrocytoma merupakan tumor otak yang berasal dari astrosit, sel glial berbentuk bintang yang berperan penting dalam mendukung fungsi neuron di dalam otak besar. Di antara tumor otak, tumor glia mencakup 60% dari tumor. Sebagai bentuk glioma yang paling umum, astrocytoma terutama menyerang otak, meskipun dapat juga menyerang sumsum tulang belakang. Kejadian astrositoma di seluruh dunia adalah 3,5 juta orang/tahun. Di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung tahun 2007–2009 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 20–34 tahun. Tahun 2010–2012 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 31–40 tahun. Dan pada tahun 2013-2016 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien usia 46 hingga 55 tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 2016 astrositoma paling banyak ditemukan pada pasien berusia 20-29 tahun Astrositoma lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan. Sampai saat ini, cara mengatasi astrosytoma yaitu pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi. Obat terkait astrosytoma yaitu kortikosteroid.

FDA telah menyetujui vorasidenib dengan nama merek yaitu voranigo untuk pengobatan pasien dewasa dan anak-anak berusia 12 tahun ke atas pasien astrocytoma atau oligodendroglioma tingkat 2 dengan mutasi IDH1 atau IDH2, setelah operasi termasuk biopsi, reseksi subtotal, atau reseksi total bruto.

Vorasidenib adalah penghambat molekul kecil yang menargetkan enzim isocitrate dehydrogenase-1 dan 2 (IDH1 dan IDH2). Dalam model tumor berbasis sel dan in vivo yang mengekspresikan protein mutasi IDH1 atau IDH2, vorasidenib menurunkan produksi 2-hidroksiglutarat (2-HG) dan memulihkan sebagian diferensiasi seluler.

Konsentrasi plasma maksimum (Cmax) dan AUC Vorasidenib meningkat pada rentang dosis 10 hingga 200 mg (0,2 hingga 4 kali paparan dosis tertinggi yang direkomendasikan) setelah pemberian dosis tunggal dan ganda sekali sehari. Pada dosis tertinggi yang direkomendasikan, Cmax rata-rata 133 ng/mL (73%) dan AUC adalah 1.988 ng/mL (95%), vorasidenib memiliki tmax yaitu 2 jam, bioavailabilitas absolut 34%, volume distribusi 3,930 L (40%), waktu paruh 10 hari (57%) dan clirance 14 L/jam (56%). Pemberian dengan makanan tinggi lemak dan kalori menghasilkan peningkatan AUC sebesar 1,4 kali lipat dan Cmax 3,1 kali lipat.

Persetujuan pengobatan ini didasarkan pada data positif dari uji klinis Fase 3. Efektivitas vorasidenib dievaluasi pada 331 pasien dengan astrositoma atau oligodendroglioma Tingkat 2 dengan mutasi IDH1 atau IDH2 yang rentan setelah operasi yang terdaftar di Indigo (NCT04164901), uji coba acak, multisenter, tersamar ganda, dan terkontrol plasebo. Pasien menerima vorasidenib 40 mg oral sekali sehari atau plasebo oral sekali sehari sampai penyakit berkembang atau toksisitas tidak dapat diterima. Status mutasi IDH1 atau IDH2 ditentukan secara prospektif oleh Life Technologies Corporation Oncomine Dx Target Test. Pasien yang diacak untuk mendapatkan plasebo diizinkan untuk beralih ke vorasidenib setelah perkembangan penyakit radiografi terdokumentasi. Pasien yang menerima pengobatan antikanker sebelumnya, termasuk kemoterapi atau terapi radiasi, dikeluarkan dari penelitian. Ukuran hasil kemanjuran utama adalah kelangsungan hidup bebas perkembangan (PFS). Rasio bahaya untuk PFS adalah 0,39. Waktu rata-rata untuk intervensi berikutnya tidak tercapai untuk kelompok vorasidenib dan 17,8 bulan untuk kelompok plasebo. Efek samping yang paling umum adalah kelelahan, sakit kepala, nyeri muskuloskeletal, diare, mual, dan kejang.

Dosis vorasidenib yang dianjurkan pada pasien dewasa adalah 40 mg per oral sekali sehari, pasien anak berusia 12 tahun ke atas didasarkan pada berat badan: Pasien dengan berat badan ≥ 40 kg: 40 mg per oral sekali sehari. Pasien dengan berat badan <40 kg: 20 mg per oral sekali sehari.

Dengan persetujuan dari FDA untuk penggunaan vorasidenib, harapan pun tumbuh bagi penderita Astrocytoma dalam meningkatkan kualitas hidup. Kita menantikan jaminan lebih lanjut terkait keamanan obat ini, sehingga dapat digunakan lebih luas, termasuk di Indonesia sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Refeerensi

Akbar Dwi Juliardi NR1, Rohadi Muhammad Rosyidi, Marie Yuni Andari. 2021. Karakteristik Astrositoma di Indonesia. Jurnal Kedokteran Unram.

Alex Hirtz ,Fabien Rech, Helene Dubois and Helene Dumond. 2020. Astrocytoma: A Hormone-Sensitive Tumor. International Journal of Molecular Sciences

FDA approves vorasidenib for Grade 2 astrocytoma or oligodendroglioma with a susceptible IDH1 or IDH2 mutation, diakses pada tanggal 25 Agustus 2024. https://www.fda.gov/drugs/resources-information-approved-drugs/fda-approves-vorasidenib-grade-2-astrocytoma-or-oligodendroglioma-susceptible-idh1-or-idh2-mutation

Mayank Kapoor and Vikas Gupta. 2024. Astrositoma. National Library of Medicine.

Ingo K. Mellinghoff ORCID logo, Marta Penas-Prado; Katherine B. Peters; Howard A. Burris, III; Elizabeth A. Maher; Filip Janku; Gregory M. Cote ORCID logo ; Macarena I. de la Fuente; Jennifer L. Clarke ORCID logo ; Benjamin M. Ellingson ORCID logo ; Saewon Chun; Robert J. Young ORCID logo ; Hua Liu; Sung Choe; Min Lu; Kha Le; Islam Hassan ORCID logo ; Lori Steelman; Shuchi S. Pandya; Timothy F. Cloughesy; Patrick Y. Wen. 2021. Vorasidenib, a Dual Inhibitor of Mutant IDH1/2, in Recurrent or Progressive Glioma; Results of a First-in-Human Phase I Trial. Journal Clinical Trials.

Zenon Konteatis, Erin Artin, Brandon Nicolay, Kimberly Straley, Anil K. Padyana, Lei Jin, Yue Chen, Rohini Narayaraswamy, Shuilong Tong, Feng Wang, Ding Zhou, Dawei Cui, Zhenwei Cai, Zhiyong Luo, Cheng Fang, Huachun Tang, Xiaobing Lv, Raj Nagaraja, Hua Yang, Shin-San M. Su, Zhihua Sui, Lenny Dang, Katharine Yen, Janeta Popovici-Muller, Paolo Codega, Carl Campos, Ingo K. Mellinghoff , dan Scott A. Biller. 2020. Vorasidenib (AG-881): A First-in-Class, Brain-Penetrant Dual Inhibitor of Mutant IDH1 and 2 for Treatment of Glioma. Journal ACS Medicinal Chemistry Letters.

Pitriani

Share
Published by
Pitriani

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago