Majalah Farmasetika – Dalam industri farmasi, menjaga kebersihan dan mengontrol kontaminasi adalah prioritas utama untuk melindungi kesehatan konsumen dan memastikan produk berkualitas tinggi. Namun, metode tradisional sering kali hanya berfokus pada aspek-aspek tertentu, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang saling berkaitan. Kini, pendekatan holistik yang mencakup seluruh aspek proses produksi mulai dari bahan baku hingga pengemasan menjadi standar baru. Pendekatan ini bertujuan tidak hanya untuk menghilangkan kontaminan, tetapi juga untuk mencegahnya dengan strategi yang lebih komprehensif. Dengan memperhatikan semua aspek—lingkungan kerja, peralatan, dan pelatihan staf—industri farmasi dapat lebih efektif dalam menciptakan produk yang aman dan berkualitas tinggi.
Contamination Control Strategy atau CSS merupakan sekumpulan pengendalian yang direncanakan untuk memastikan kinerja proses dan kualitas produk bebas dari kontaminasi mikroorganisme, endotoksin/pyrogen, dan partikel. Pengendalian ini dapat mencakup parameter dan atribut yang berkaitan dengan bahan aktif, eksipien, serta bahan dan komponen produk obat. Selain itu, pengendalian juga meliputi kondisi operasional fasilitas dan peralatan, kontrol selama proses (in-process controls), spesifikasi produk jadi, serta metode dan frekuensi pemantauan dan pengendalian yang relevan.
Kebanyakan industri farmasi sudah memprioritaskan pengendalian kontaminasi dalam pelaksanaan kegiatan produksi. Meskipun begitu, pendekatan pengendalian kontaminasi yang seringkali diambil adalah pengendalian individual terhadap komponen-komponen produksi. Konsep CCS yang diajukan oleh regulasi adalah pendekatan Holistic View. Apa itu Holistic View?
Kebanyakan industri farmasi sudah memprioritaskan pengendalian kontaminasi dalam pelaksanaan kegiatan produksi. Meskipun begitu, pendekatan pengendalian kontaminasi yang seringkali diambil adalah pengendalian individual terhadap komponen-komponen produksi. Konsep CCS yang diajukan oleh regulasi adalah pendekatan Holistic View. Apa itu Holistic View?
Holistic view atau pandangan holistik mengacu pada pendekatan yang melihat keseluruhan sistem dan interaksi antar berbagai elemen dalam proses produksi. Dalam pengendalian kontaminasi, ini berarti mempertimbangkan semua faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk, termasuk:
Dengan pendekatan Holistik, seluruh komponen tersebut diintegrasikan untuk menciptakan sistem yang lebih efektif dalam mencegah kontaminasi.
Berkebalikan dengan holistic view, non-holistic view atau pandangan non-holistik cenderung lebih terfragmentasi dan fokus pada elemen-elemen tertentu tanpa mempertimbangkan hubungannya satu sama lain. Pendekatan ini mungkin hanya memperhatikan aspek tertentu, seperti sanitasi peralatan atau pengendalian lingkungan, tanpa mempertimbangkan bagaimana perubahan pada suatu area dapat memengaruhi area lainnya. Misalnya, perusahaan fokus pada prosedur pembersihan, tanpa mengintegrasikan pelatihan karyawan atau evaluasi desain fasilitas. Hal ini dapat menyebabkan ketidakefektifan pengendalian kontaminasi, karena kurangnya pengamatan menyeluruh terhadap semua faktor yang terlibat. Pendekatan non-holistik tidak selalu buruk, namun akan lebih berpotensi menghasilkan strategi pengendalian kontaminasi yang kurang efektif dan efisien.
Prinsip-prinsip CCS bertujuan untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan meminimalkan risiko kontaminasi selama produksi obat. Prinsip ini mencakup evaluasi sumber kontaminasi potensial dari manusia, lingkungan, peralatan, dan bahan baku, serta penerapan praktik produksi ketat dan pelatihan personel. Dengan pendekatan holistik yang berbasis risiko, CCS memungkinkan perusahaan farmasi merancang langkah pencegahan proaktif, memastikan setiap tahap produksi aman dan memenuhi standar GMP, serta meningkatkan kepercayaan konsumen.
Contamination risk assessment merupakan proses sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi kontaminasi. Proses ini melibatkan analisis risiko kontaminasi secara komprehensif, menggunakan tools yang tersedia, seperti FMEA. Failure Mode Effects Analysis merupakan metode sistematis untuk mengantisipasi potensi kegagalan dalam suatu proses, produk, atau desain, serta mengurangi dampak negatif dari kegagalan tersebut terhadap konsumen. Penggunaan FMEA dapat mempermudah identifikasi akar masalah, menentukan Risk Priority Number (RPN), dan tindakan korektif yang diikuti.
Kesadaran personel dan pemeliharaan budaya mutu menjadi salah satu elemen yang krusial dalam CCS. Setiap personel yang terlibat dalam produksi, harus paham akan pentingnya pencegahan kontaminasi dan penjagaan mutu produk. Dalam memastikan personnel awareness diperlukan pelatihan rutin mengenai pengendalian risiko kontaminasi. Quality culture akan terbentuk selaras dengan kesadaran personel. Saat quality culture telah berjalan, personel akan lebih waspada dan aktif dalam mengenali potensi risiko kontaminasi, sehingga meningkatkan kepatuhan terhadap langkah-langkah pengendalian kontaminasi secara keseluruhan.
Pengendalian kontaminasi merupakan tahap penanganan potensi risiko yang sebelumnya telah diidentifikasi dan dianalisis pada tahap Contamination Risk Assessment. Pengendalian dilakukan dengan acuan GMP, dengan mempertimbangkan kondisi faktual di lapangan. Penerapan Holistic View dalam tahap ini sangatlah penting untuk mencapai hasil paling baik, efektif, dan efisien.
Validasi pengendalian adalah proses untuk membuktikan bahwa langkah-langkah pengendalian yang diterapkan efektif dan dapat diandalkan. Validasi ini melibatkan studi dan pengujian untuk memastikan bahwa pengendalian tersebut secara konsisten mencapai hasil yang diinginkan. Misalnya, validasi dapat mencakup pembuktian bahwa prosedur pembersihan secara efektif mengurangi beban mikroba atau bahwa sistem filtrasi udara mempertahankan tingkat kontaminasi partikel yang dapat diterima.
Pengawasan pengendalian adalah proses berkelanjutan yang bertujuan untuk memastikan bahwa langkah-langkah pengendalian yang diterapkan tetap efektif dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Monitoring ini mencakup berbagai aktivitas untuk mengawasi kondisi lingkungan, proses produksi, dan produk akhir. Contoh pengawasan yang dapat dilakukan adalah pemantauan lingkungan, pelaksanaan in-process control, pengujian produk, dsb. Pengawasan pengendalian juga termasuk pelaporan dan pencatatan kendala atau penyimpangan dalam pelaksanaan pengendalian kontaminasi. Audit internal rutin juga dapat dilakukan untuk memastikan bahwa semua prosedur diikuti dengan baik. Audit ini membantu mengidentifikasi area untuk perbaikan dan memastikan bahwa semua aspek pengendalian kontaminasi tetap di jalur yang benar.
Governance dalam pengendalian kontaminasi mencakup kerangka kerja, kebijakan, dan mekanisme pengawasan yang mengatur penerapan dan pengelolaan strategi pengendalian kontaminasi. Dalam sistem kontrol kontaminasi (CCS), penting untuk menetapkan peran dan tanggung jawab personel, menetapkan standar kepatuhan, dan melakukan audit rutin untuk memastikan kesesuaian dengan praktik yang ada. Penerapan governance ini membantu menciptakan akuntabilitas dalam organisasi dan memastikan bahwa langkah-langkah pengendalian kontaminasi terintegrasi secara efektif dalam sistem manajemen kualitas. Selain itu, governance juga dapat memastikan kepatuhan atau compliance terhadap regulasi dan standar industri, untuk menjaga integritas produk.
Sebagai kesimpulan, Contamination Control Strategy (CCS) adalah pendekatan terpadu untuk mencegah kontaminasi produk farmasi melalui serangkaian pengendalian yang dirancang untuk menjamin kualitas dan keamanan produk. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada setiap aspek produksi secara terpisah, tetapi menerapkan Holistic View—pandangan menyeluruh yang mempertimbangkan interaksi antara fasilitas, proses produksi, lingkungan, dan sumber daya manusia. Elemen-elemen utama dalam CCS mencakup contamination risk assessment, kesadaran personel dan budaya mutu, pengendalian kontaminasi, validasi, pemantauan, serta tata kelola atau governance. Semua elemen ini bekerja bersama untuk menciptakan lingkungan produksi yang lebih aman dan memenuhi standar industri. Dengan menerapkan prinsip CCS yang holistik, perusahaan dapat mengurangi risiko kontaminasi secara signifikan, memastikan kepatuhan terhadap standar Good Manufacturing Practice (GMP), serta mendukung keberlanjutan dan peningkatan kualitas produk secara berkesinambungan.
Majalah Farmasetika - Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Industri Farmasi Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tahun 2010 tentang…
Majalah Farmasetika - Obat merupakan produk kesehatan yang berperan penting dalam upaya penyembuhan dan pencegahan…
Majalah Farmasetika - Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145…
Majalah Farmasetika - Sebuah penelitian dilaksanakan di University of Illinois Hospital, menganalisis data dari tahun…
Majalah Farmasetika - Abdur Rahman, S.Si., Apt., Anggota Pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia memberikan ulasan terkait…
Majalah Farmasetika – Pelantikan Pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada…