Berita

Peneliti Temukan Penyakit Inflamasi Baru yang Mematikan dan Menyerang Anak-Anak

Majalah Farmasetika (V1N7 – September 2016). Sekelompok peneliti menemukan suatu kondisi inflamasi baru yang disebut otulipenia yang umumnya menyerang anak-anak dibawah 12 tahun. Penyakit langka dan sering kali mematikan ini menyebabkan kegagalan fungsi otulin, suatu gen tunggal pada kromosom 5. Jika otulin berfungsi dengan semestinya, tubuh dapat membentuk pembuluh darah yang mampu melawan infeksi secara efektif dengan memobilisasi berbagai sel dan protein.

Apa itu inflamasi?

Meskipun kita terbiasa mengaitkan inflamasi atau radang dengan rasa nyeri dan tidak nyaman serta banyak penyakit kronis, proses ini sebenarnya bukan sesuatu yang buruk. Ketika bakteri atau virus masuk ke dalam tubuh, suatu respon biologis yang kompleks yang melibatkan deretan senyawa biokimia mulai terjadi. Proses yang sepenuhnya normal ini, yang melibatkan berbagai jenis sel imun, protein pembekuan, dan molekul sinyal, dinamakan inflamasi akut. Inflamasi ini adalah respon protektif tubuh terhadap luka atau infeksi yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menghasilkan peningkatan aliran cairan dan sel-sel imun yang mengelilingi jaringan.

Sayangnya, inflamasi kronis terkadang terjadi dan berlangsung terus-menerus tanpa penyembuhan. Pada kasus ini, sistem imun tubuh keliru memulai respon inflamasi, meskipun tidak ada luka yang tampak atau infeksi yang perlu dilawan.

Peneliti temukan penyakit inflamasi baru

Kelompok peneliti dari US National Institutes of Health menemukan suatu kondisi inflamasi baru yang disebut otulipenia yang umumnya menyeranganak-anak dibawah 12 tahun. Penyakit langka dan sering kali mematikan ini menyebabkan kegagalan fungsi otulin, suatu gen tunggal pada kromosom 5. Jika otulin berfungsi dengan semestinya, tubuh dapat membentuk pembuluh darah dan melawan infeksi secara efektif dengan memobilisasi berbagai sel dan protein.

Kelompok peneliti  ini menemukan keabnormalan gen otulin pada 4 anak dari keluarga Pakistan dan Turki yang mengalami ruam kulit dan peradangan sendi yang tidak dapat dijelaskan. Pada studi lebih lanjut, para peneliti ini menemukan masalah pada mekanisme ubiquitin (suatu protein berukuran kecil yang penting dalam regulasi berbagai protein dalam tubuh, temasuk molekul-molekul imun) dihilangkan dari tubuh. Ketidakmampuan untuk menghilangkan protein ubiquitin dari berbagai molekul dapat menyebabkan peningkatan produksi sitokin inflamasi, senyawa kimia pembawa pesan yang menyebabkan inflamasi.

Para peneliti kemudian segera menemukan bahwa anak-anak penderita penyakit inflamasi ini yang diobati dengan inhibitor tumor necrosis factor (TNF) merespon dengan baik dan mengalami pemulihan inflamasi, kemungkinan besar karena TNF merupakan senyawa kimia pembawa pesan yang terlibat dalam inflamasi sistemik.

Inhibitor TNF digunakan untuk mengobati penyakit inflamasi kronis lainnya, seperti artritis reumatoid, artritis psoriatik, dan artritis juvenile. Obat-obat golongan ini meliputi infliximab, etanercept, adalimumab, certolizumab pegol, dan golimumab.

Selain menemukan kategori baru penyakit inflamasi pada manusia yang disebabkan oleh kegagalan ubiquitinasi, peneliti juga merekomendasikan hasil penelitian yang dapat mendorong pengembangan terapi baru untuk pasien penderita penyakit inflamasi dalam rentang yang luas.

Sumber:

  1. http://www.pharmacytimes.com/contributor/beth-bolt-rph/2016/09/researchers-discover-new-inflammatory-disease-affecting-young-children
  2. http://www.pnas.org/content/early/2016/08/23/1612594113.full

Artikel Majalah Farmasetika ini termasuk kedalam artikel edisi khusus yang telah diterbitkan di http://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika

Hafshah

Hafshah Nurul Afifah, S.Farm., Apt. meraih gelar sarjana dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran pada tahun 2012. Gelar apoteker diperoleh dari Program Studi Profesi Apoteker Universitas Padjadjaran pada tahun 2016. Tahun 2012 hingga 2013 bekerja full-time sebagai editor buku farmasi di CV. EGC Penerbit Buku Kedokteran dan hingga saat ini masih aktif sebagai editor dan penerjemah lepas. Penulis pernah bekerja sebagai ASN di Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Maret 2019-Juni 2020 sebagai Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Pertama (analis laboratorium vaksin), namun saat ini kembali bekerja sebagai Spv. Registration Officer di sebuah industri farmasi swasta di Bandung.

Share
Published by
Hafshah

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

3 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

3 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago