Majalah Farmasetika (V1N6-September 2016). Sebuah penelitian klinis dari obat baru (Aducanumab) pada pasien Alzheimer telah dilakukan dan peneliti mengumumkan hasil yang paling menjanjikan dari semua penelitian sebelumnya dalam melawan penyakit ini.
Obat ini menarget deposit amiloid, suatu protein toksik yang dikaitkan dengan onset Alzheimer, dan setelah 12 bulan, pasien yang mendapatkan dosis tertinggi tidak menunjukkan tanda keberadaan protein deposit yang terdeteksi. Tidak hanya itu, 20 pasien Alzheimer tahap awal yang mendapatkan dosis tertinggi obat tersebut lebih dari enam bulan menunjukkan indikasi laju penurunan fungsi kognitif dan kehilangan ingatan yang lebih lambat.
“Ini adalah kabar paling baik yang kami dapatkan dalam 25 tahun penelitian yang saya lakukan terhadap Alzheimer dan hal ini membawa harapan pada pasien dan keluarga pasien yang mengalami penyakit ini,” ujar salah satu peneliti, Stephen Salloway, ahli neurologi dari Butler Hospital, Rhode Island.
“Dibandingkan dengan penelitian klinis lain yang telah diterbitkan sebelumnya, efek obat ini yang besar belum pernah dihasilkan sebelumnya.” Ujar seorang peneliti lainnya, Roger Nitsch dari Zurich University, Swiss.
Apa Sebenarnya Penyebab Alzheimer?
Tidak ada yang dapat memastikan penyebab penyakit Alzheimer, tetapi diduga penyakit ini dihasilkan dari pembentukan dua jenis lesi dalam otak, yaitu deposit amiloid (atau ‘plak’) dan kekusutan neurofibriler.
Deposit amiloid terletak di antara neuron-neuron dalam bentuk gumpalan padat molekul beta-amiloid, suatu jenis protein lengket yang mudah menggumpal, dan kekusutan neurofibriler disebabkan oleh protein cacat yang menggumpal menjadi massa tebal dan tidak larut di dalam neuron. Hal ini menyebabkan gangguan terhadap transportasi nutrien-nutrien esensial di sekitar otak yang kemudian diduga menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan hilang ingatan yang dikaitkan dengan penyakit Alzheimer.
Peran deposit amiloid dan kekusutan neurofibriler dalam onset Alzheimer telah diperdebatkan selama bertahun-tahun sebeb tidak jelas apakah keduanya menjadi penyebab satu sama lain atau salah satu dari keduanya memiliki efek keseluruhan yang lebih besar. Akan tetapi, penelitian klinis baru ini menunjukkan bahwa jika deposit amiloid ini dapat dihilangkan, pasien memiliki peluang untuk mengulur perkembangan penyakit ini. Peneliti melaporkan bahwa terjadi perlambatan penurunan fungsi kognitif pada 91 pasien yang diberi obat tersebut.
“Aducanumab juga menunjukkan efek positif terhadap gejala-gejala klinis,” ujar Nitsch dalam sebuah pernyataan pers.
“Pasien yang diberikan plasebo menunjukkan penurunan fungsi kognitif yang signifikan, sementara kemampuan kognitif jauh lebih stabil pada pasien yang menerima antibodi ini.” lanjutnya.
Penelitian ini Masih Tahap Awal
Penelitian ini merupakan satu penelitian klinis dengan jumlah partisipan yang sedikit; “optimis yang hati-hati” menjadi julukan penelitian ini. Belum ada satu pun yang dapat dipastikan hingga hasilnya diulang dalam penelitian yang lebih besar dan lebih lama dengan perangkat sampel yang lebih beragam. Meskipun kita dapat bergembira dengan potensi obat ini yang luar biasa, kita perlu menunggu penelitian klinis lanjutan.
Tim peneliti merekrut 165 partisipan yang telah didiagnosa penyakit Alzheimer tahap awal untuk menguji suatu obat berdasarkan antibodi yang dinamakan aducanumab. Aducanumab ditemukan terdapat secara alami pada orang-orang yang mengalami penuaan tanpa penurunan fungsi kognitif yang signifikan, sehingga peneliti memutuskan untuk mengamati apa yang terjadi jika antibodi ini diinjeksikan dalam dosis tinggi pada penderita Alzheimer tahap awal. Mekanisme kerja antibodi ini belum jelas, tetapi tim peneliti mengumumkan pada sebuah konferensi terbaru bahwa tampaknya antibodi ini menarget deposit amiloid pada otak, bukan pada aliran darah.
“Hipotesisnya menyatakan bahwa antibodi yang menyerang amiloid dalam aliran darah berbelok dan tidak pernah mencapai otak.” jelas Karen Weintraub. “Dengan memfokuskan pada amiloid otak, aducanumab tampaknya dapat melintas ke dalam otak untuk mencapai targetnya.”
Sebanyak 165 partisipan dibagi ke dalam beberapa kelompok; beberapa kelompok mendapatkan aducanumab dalam berbagai dosis dan 40 partisipan dalam satu kelompok mendapatkan plasebo. Sebanyak 103 pasien yang mendapatkan obat sekali dalam sebulan selama 54 minggu mengalami penurunan jumlah deposit amiloid dalam otak mereka. Peneliti juga menemukan bahwa semakin tinggi dosisnya, semakin banyak deposit yang hilang dari otak. Pada 21 pasien dalam kelompok yang menerima dosis tertinggi, tidak ada deposit amiloid terdeteksi yang tersisa dalam otak mereka setelah satu tahun.
Hasil yang serupa dilaporkan dalam penelitian klinis pendahuluan pada tikus; otak tikus tidak memiliki deposit amiloid setelah perlakuan dengan aducanumab.
“Obat ini memiliki efek yang sangat besar dalam membalikkan beban plak-amiloid daripada semua obat yang pernah kita ketahui,” ungkap peneliti Alzheimer Eric Reiman dari the Banner Alzheimer’s Institute, Phoenix, Arizona, yang terlibat dalam penelitian ini. “Ini merupakan penemuan dan dorongan yang sangat besar dan juga sebuah perkembangan besar.”
Penelitian Lanjutan Diperkirakan Memberikan Hasil pada Tahun 2020
Hasilnya memang sangat menggembirakan, tetapi penelitian ini harus diulang dalam kelompok pasien yang lebih besar. Tim peneliti saat ini merekrut 2.700 pasien lainnya dari 20 negara untuk berpartisipasi dalam penelitian klinis baru selama 18 bulan, yang hasilnya diperkirakan dapat diperileh pada tahun 2020.
“Hasil ini merupakan hasil yang paling detail dan menjanjikan yang pernah kami temukan untuk obat yang ditargetkan untuk memodifikasi penyebab dasar penyakit Alzheimer,” ujar James Pickett, kepala peneliti pada the Alzheimer’s Society, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
“Tidak ada obat Alzheimer yang secara langsung mengganggu proses perkembangan penyakit, sehingga obat yang memperlambat perkembangan penyakit ini dengan menghilangkan amiloid akan menjadi langkah yang signifikan.”
Hasil penelitian dapat diperoleh di sini.
Sumber: http://www.sciencealert.com/new-alzheimer-s-drug-trial-clears-toxic-brain-proteins-and-slows-memory-loss
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…