Majalah Farmasetika (V1N7-September 2016). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Safety Alert (10/9) untuk produk obat yang mengandung antibiotik Azithromycin karena menimbulkan reaksi yang serius tetapi sangat jarang terjadi, berpotensi mengancam jiwa dalam waktu 2 minggu hingga 2 bulan setelah melakukan pengobatan.
Azithromycin merupakan antibiotik golongan makrolida yang tersedia dalam bentuk sediaan oral dan intravena. Azithromycin oral disetujui di Indonesia untuk pengobatan infeksi ringan hingga sedang yang disebabkan susceptible microorganism pada kondisi eksaserbasi bakteri akut pada penyakit paru obstruktif kronik, streptococcal pharyngitis/tonsilitis, infeksi kulit terkait dengan Staphylococcus auereus, Streptococcus pyogenes, atau Streptococcus agalcitae, dan penyakit menular seksual (non-gonococcal urethritis and cervicilitis karena Chlamydia trachomatis).
Sedangkan azithromycin intravena disetujui untuk pengobatan community acquires pneumonia (CAP) yang disebabkan suspectible microorganism termasuk Lgeionella pneumophila pada pasien yang memerlukan terapi intravena inisial.
Peringatan dari BPOM ini diperuntukan untuk Dokter dan tenaga profesional kesehatan yang ditembuskan kepada Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI).
Pada tanggal 21 Oktober 2014, Health Canada menerbitkan hasil review terkait resiko keamanan Drug Reaction With Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS) pada penggunaan azithromycin. Latar belakang review ini disebabkan adanya laporan efek samping DRESS yang diterima oleh Health Canada. Hasil review menunjukkan terdapat 3 kasus DRESS yang mungkin terkait dengan azithromycin. Satu kasus di Canada terjadi pada wanita berusia 60 tahun yang mengalai DRESS setelah 18 hari menerima azithromycin untuk mengobati pharingitis. Dua kasus lainnya terjadi dari luar Canada yang terjadi pada anak usia 2 dan 8 tahun.
Gejala umum DRESS terdiri dari demam, rash, lymphadenoparty, temuan hematologi (eosinophilia, leukocytosis, dll) dan tes fungsi liver yang abnormal yang menyerupai hepatitis virus. Manisfestasi kulit khas terdiri dari urtikaria, maculopapular eruption dan beberapa kejadian vesicles, bullae, pastules, purpura, target lesions, edema wajah, cheilitis, dan erythrodema.
Keterlibatan organ dalam (Visceral involevements) yaitu hepatitis, penumonitis, myocarditis, pericarditis, nepritis dan colitis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada sindrom ini. Banyak kasus terkait dengan leucocytosis dengan eosinophilia (90%) dan/atau mononulceosis (40%).
Resiko efek samping DRESS belum terdapat dalam informasi produk azithromycin yang disetujui di Indonesia. Badan POM RI telah menerima 6 (enam) laporan kasus efek samping berupa pruritus, rash, dan hepatotoksis terkait penggunaan azithromycin, namun belum pernah menerima laporan efek samping DRESS.
Profesional kesehatan dianjurkan untuk mewaspadai tanda dan gejala DRESS pada pasien yang diresepkan azithromycin. Diagnosis awal dan penghentan segera terhadap obat yang diduga menimbulkan DRESS sangat penting bagi keamanan pasien.
Selengkapnya bisa dlilihat di safety alert berikut ini.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…