Majalah Farmasetika (V1N9-November 2016). Menurut WHO, obat adalah zat yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik dan psikis. Dewasa ini, biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat, sehingga diperlukan pemikiran khusus dalam peningkatan efisiensi atau penggunaan dana secara lebih rasional.
Farmakoekonomi dalam kasus ini memiliki kaitan, karena bidang ilmu ini merupakan sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program pelayanan dan terapi serta determinasi suatu alternatif terbaik.
Hipertensi merupakan ‘Silent Killer’ di mana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lain. Hipertensi merupakan salah satu faktor penting sebagai pemicu “Penyakit Tidak Menular” (Non Communicable Disease = NCD) seperti penyakit jantung, stroke dan lain-lain yang saat ini menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia.
Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia di atas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa. Namun hampir sekitar 90-95 % kasus tidak diketahui penyebabnya.
Di Indonesia, hipertensi telah terjadi di seluruh provinsi yang ada. Dapat dilihat dari bagan, mengenai prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah. Pada tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi.
Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762jiwa = 426.655 jiwa.
Terdapat berbagai macam golongan obat hipertensi yaitu golongan Angiotensin Converiting Enzim Inhibitor (ACEI), Angiotensin Receptor Blocker (ARB), Calcium Channel Blocker (CCB), diuretics, dan β-Blocker. Amlodipin merupakan contoh golongan obat CCB, kemudian bisoprolol merupakan contoh golongan obat β-Blocker, serta furosemide merupakan cntoh golongan obat diuretik.
Pada kombinasi amlodipin-bisoprolol memiliki efek menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 13,91 mmHg dan diastolik sebesar 3,48 mmHg. Sedangkan amlodipin-furosemide memiliki efek menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 12,00 mmHg dan diastolik sebesar 2,92 mmHg. Dari segi efektivitas pengobatan, maka kombinasi antara amlodipin-bisoprolol lebih efektif.
Dari segi biaya, berdasarkan nilai (Average Cost Effectiveness Ratio) amlodipin-bisoprolol memiliki nilai yang lebih mahal yaitu sebesar Rp 1081.16,- dibandingkan amlodipin-furosemid sebesar Rp 306.37,-. Kemudian untuk nilai ICER (Incremental Cost Effectiveness Ratio) sebesar Rp -34.494,75,-. Berdasarkan data tersebut, maka efektivitas biaya yang paling efektif adalah amlodipin-furosemide.
Berdasarkan analisis di atas, kombinasi amlodipin-bisoprolol memiliki efektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan amlodipin-furosemid. Namun hal tersebut tidak menjadi alasan pasien untuk memilih pengobatan amlodipin-bisoprolol sebagai terapi lini pertama, karena pengobatan hipertensi juga harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan lainnya dari pasien.
Referensi :
Penulis : Jessica*, Cyrilla Azaria Dhara Sadhana, Margareta Anindhita Oktaviani, Viktoria Maya Chyntia, dan Nourmalita Pertamasari (*Biografi penulis utama bisa dilihat dibawah artikel ini).
Artikel Majalah Farmasetika ini termasuk kedalam artikel edisi khusus yang akan diterbitkan di http://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…