farmasetika.com – Ketokenazole merupakan imidazol obat antijamur sintetis yang digunakan terutama untuk mengobati infeksi jamur. Ketokonazol dijual di Indonesia sebagai obat keras dalam bentuk tablet untuk pemberian oral, meskipun penggunaan ini telah dihentikan di sejumlah negara. Bentuk sediaan lainnya adalah krim yang digunakan secara topikal.
Pada bulan Mei 2016, FDA mengeluarkan peringatan agar menghindari resep obat antijamur ketoconazole tablet yang digunakan secara oral untuk mengobati infeksi kulit dan jamur kuku karena terkait resiko kerusakan serius hati (liver injury), masalah kelenjar adrenal, dan interaksi berbahaya dengan obat-obatan lain yang lebih besar daripada manfaatnya dalam mengobati kondisi ini.
Baca : FDA Peringatkan Ketokonazol Tablet Bisa Sebabkan Kerusakan Hati Serius
Pada Juli 2015, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI telah mengeluarkan surat edaran untuk Dokter di Indonesia yang berisi 2 poin utama yakni:
1. Telah dilakukan kajian secara komprehensif dengan kesimpulan bahwa:
2. Badan POM merasa perlu untuk melakukan perbaikan brosur/penandaan berupa pembatasan penggunaan/indikasi dan lama penggunaan serta penambahan boxed warnings pada bagian paling atas brosur terkait risiko efek samping liver injury dimaksud pada semua produk obat ketoconazole (oral) yang beredar.
Ketoconazole merupakan suatu derivate imiclazole-dioxolan sintetis yang memiliki aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermathophyte, ragi. Ketoconazole bekerja dengan mengharnbat “cytochrom P 450” jamur, dengan mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan komponen penting dari membrane sel jamur.
Terdapat isu keamanan terkini mengenai risiko liver injury serius pada pasien yang menggunakan ketoconazole oraI untuk pengobatan infeksi jamur. Informasi aspek keamanan tersebut diperoleh dari 2 studi kohort yang dipublikasi di British Journai of Clinical Pharmacology. Kedua studi kohort tersebut bertujuan untuk melihat risiko liver injury akut dan faktor risiko liver injury pada pasien yang menggunakan obat anti jamur oral.
Hasil dari kedua studi tersebut menunjukkan bahwa risiko liver injury paling tinggi terjadi pada penggunaan ketoconazole (oral) dibandingkan dengan anti jamur oral lain. Risiko liver injury meningkat pada pasien dengan usia di atas 60 tahun dan pada penggunaan ketoconazole oral lebih dari 1 bulan. Formulasi ketoconazole topikal tidak terkait dengan risiko liver injury karena jumlah yang diserap oleh tubuh sangat rendah.
Terkait dengan isu keamanan ketoconazole ini, beberapa badan otoritas di negara lain seperti, US FDA-Amerika,. Health Carrada-Canada telah melakukan tindak lanjut regulatori berupa perbaikan informasi produk, sementara itu ANSM-Perancis, European Medicine Agencylini Eropa, dan Therapeutic Goods administration-Austraila -telah melakukan pernbekuan edar obat yang mengandung ketoconazole.
Dalam rangka lebih meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, Badan POM RI telah melakukan Pengkajian Aspek Keamanan Obat ketoconazole (oral) secara komprehensif terkait liver injury pada tanggal 26 Maret 2015 dan menetapkan tindak lanjut regulatori berupa perbaikan penandaan dengan pembatasan dan lama penggunaan serta penambahan boxed warnings untuk semua produk obat yang mengandung ketoconazole (oral) yang beredar sebagai berikut:
1. Indikasi :
Diperbaiki menjadi:
2. Posologi
Sehubungan dengan pembatasan indikasi, maka posologi diperbaiki menjadi:
Tidak boleh digunakan untuk anak dibawah umur 2 tahun
Dewasa:
Anak-anak:
Pengobatan Profilaksis:
1 tablet (200 mg) sehari pada waktu makan
Lama pengobatan:
3. Boxed Warnings:
PERINGATAN
Ketoconazole digunakan hanya jika terapi dengan dan jamur lainnya tidak tersedia atau tidak toleran dan pertimbangan potensi manfaat lebih besar daripada risiko.
Lama pengobatan tidak lebih 1 (satu) bulan. Tidak boleh digunakan pada pasien dengan usia di atas 60 tahun.
Hepatotoksisitas
Hepatotoksisitas serius, termasuk kasus-kasus fatal atau yang memerlukan transplantasi hati telah terjadi dengan penggunaan ketoaonazole oral. Beberapa pasien yang mengalarni hepatotoksisitas tidak merni]iki faktor risiko penyakit hati. Pasien yang menerima obat harus diinformasikan oleh dokter mengenai risiko hepatotoksisitas dan harus dimonitor seeara seksarna.
Perpanjangan interval QT dan interaksi Obat yang menimbulkan perpanjangan interval QT
Pemberian bersama obat-obat berikut dikontraindikasikan dengan ketoconazo1e yaitu: dofetilide, quinidine, pirnozide, dsapride, metadon, disopyrarnide, droned.arone, ranola2i.ne_ Ketoconazole dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi plasma obat-obat ini dan memperpanjang interval QT, terkadang menyebabkan ventricular dysrhythiniay yang mengancam jiwa seperti torsades de pointes.
Sumber :
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…