farmasetika.com – Setiap tanggal 8 Maret dirayakan sebagai Hari Wanita Sedunia. Sebagai tenaga kefarmasian yang mengedepankan perawatan kesehatan optimum terhadap pasiennya penting untuk mengetahui paradigma baru kesehatan wanita yang tidak hanya terbatas pada kesehatan reproduksi saja.
Menurut US Advisory Board Company, saat ini lingkup kesehatan wanita bukan hanya di area obstrestri dan ginekologi, melainkan telah melebar kepada kesehatan ortopedik, kardiovaskular, payudara, urogenital, osteoporosis, mental, dan kesehatan sehari-hari.
Hasil penelitian dari US Advisory Board Company menunjukkan bahwa 62% dari wanita dinilai kurang memperhatikan kesehatannya karena rutinitas kesibukannya, sedangkan dilaporkan 77% tidak tahu apa yang harus dilakukan agar tetap sehat.
Tenaga kefarmasian termasuk Apoteker juga ditempatkan untuk menggeser paradigma kesehatan wanita dan membantu wanita lebih memahami seluruh status kesehatannya.
Ada 3 hal yang wajib diperhatikan terkait trend kesehatan wanita di masa depan dilansir dari situs pharmacytimes.com.
Jumlah perempuan berusia 65 tahun diproyeksikan meningkat sebesar 35% selama dekade berikutnya, sehingga apoteker harus siap untuk bekerja dengan dan nasihat pasien perempuan lanjut usia.
Kondisi tertentu dapat mempengaruhi wanita tua pada khususnya. Misalnya, sindrom koroner akut merupakan masalah pada populasi lanjut usia karena tingkat kelangsungan hidup menurun dengan bertambahnya usia.
Pria mengalami infark miokard (IM) pertama mereka sekitar usia 65, tetapi kejadian awal pada wanita lebih mungkin terjadi sekitar 7 tahun kemudian, yakni sekitar usia 72. Mereka yang mengalami IM pertama setelah usia 75 memiliki harapan hidup hanya sekitar 3,2 tahun .
Sementara itu, satu studi menunjukkan bahwa tingkat kematian di kalangan wanita usia lanjut dengan sembelit terus-menerus adalah 11%, dan banyak lagi melaporkan secara signifikan kualitas hidup lebih rendah dan tingkat depresi yang lebih tinggi.
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi tubuh wanita dan pria dalam kondisi yang berbeda, sehingga rencana pengobatan harus diperhatikan sesuai jenis kelaminnya.
Tabel di bawah ini memberikan beberapa contoh penyakit dan gangguan yang mempengaruhi pria dan wanita dengan cara yang berbeda.
Meskipun penyakit kardiovaskular (CVD) adalah No 1 pembunuh di kalangan perempuan, hanya 13% wanita sesuai survei yang dilakukan oleh American Heart Association dan menganggap hal itu sebagai ancaman kesehatan.
Apoteker juga harus membiasakan diri dengan perbedaan farmakokinetik dan / atau farmakodinamik obat pada pria dan wanita. Usia dewasa sering diberikan dosis obat yang sama terlepas dari berat badan, sehingga perempuan cenderung memiliki konsentrasi serum yang lebih tinggi dari obat dibandingkan laki-laki.
Perbedaan gender lainnya, seperti perbedaan bioavailabilitas, metabolisme, dan eliminasi ginjal, mungkin juga bisa terlibat.
Menurut survey kesehatan Wanita Indonesia 2017 yang diselenggarakan oleh Fonterra Brands Indonesia dan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) mengungkap, bahwa 8 dari 10 wanita tidak berolahraga secara rutin. Bahkan, 9 dari 10 wanita tidak mengonsumsi makanan bergizi.
adahal, dari survey tersebut, lebih dari 90% wanita Indonesia menyadari bahwa gaya hidup sehat dan aktif bermanfaat untuk mengurus keluarga dan tetap berperan aktif di masyarakat.
Meski 76% wanita mengklaim diri mereka aktif, nyatanya faktor kesehatan, nutrisi, dan olahraga bukanlah prioritas utama.
Menurut dr. Andi Kurniawan Sp.KO, Spesialis Kedokteran Olahraga, Sekretaris Jenderal PEROSI, kurangnya olahraga menyebabkan meningkatnya masalah kesehatan yang berkaitan dengan tulang, sendi, dan otot.
“Hampir 60% wanita menderita sakit punggung dan otot. Jika dibiarkan, ini tentu bisa menurunkan kualitas hidup,” ujarnya dalam acara peluncuran formula baru Anlene MoveMax dan Anlene #TetapBisa di Intercontinental Midplaza Hotel, Jakarta (8/3) dikutip dari kompas.com.
Dokter Andi menambahkan, salah satu faktor penting yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit otot, tulang, dan sendi adalah olahraga teratur dan terukur.
“Mengerjakan pekerjaan rumah berbeda dengan olahraga. Kuncinya olahraga itu 30 menit per hari, 5 kali seminggu.”
“Tapi, kalau sebelumnya tidak pernah berolahraga, bisa dimulai dari 15 menit dan pilih olahraga ringan seperti berjalan atau berenang. Nanti intensitasnya ditambah perlahan,” jelasnya.
Sementara itu, studi menunjukkan bahwa perempuan yang rutin berolahraga mungkin memiliki penurunan risiko terkena kanker ovarium.
Bagi wanita yang melakukan latihan, bagaimanapun juga apoteker harus tahu bahwa wanita berada pada risiko lebih besar untuk cedera daripada pria karena rasio, otot, dan struktur tulang otot-lemak ramping mereka. Dalam rangka untuk mencegah cedera, apoteker harus mengingatkan perempuan untuk melakukan cukup pemanasan, menghindari intensitas latihan yang tinggi, kelelahan otot, dan cedera hamstring.
Sumber :
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…