Farmasetika.com – Reumatoid arthritis (RA) atau rematik merupakan penyakit peradangan sendi yang diakibatkan oleh aktivitas imun tubuh (autoimun). Salah satu mediator inflamasi yang berperan penting dalam patogenesis RA adalah Interleukin-6 (IL-6).
IL-6 merupakan sitokin yang bersifat pleiotopik yang mengaktivasi sel imun (sel T dan B), dan juga hepatosit untuk pelepasan protein pada fase akut seperti CRP, serum amyloid A dan fibrinogen yang merupakan biomarker untuk aktivitas RA.
IL-6 juga ditemukan pada cairan sinovial dan berperan dalam patologis terjadinya inflamasi dan kerusakan sendi karena RA.
Pengobatan utama untuk RA saat ini adalah Conventional Synthetic Disease-Modifying Antirheumatic Gruds (DMARD) seperti metotreksat. Akan tetapi, metotreksat dilaporkan tidak memberi efek pada sebagian orang dikarenakan adanya intoleransi terhadap Conventional Synthetic-DMARD.
Menurut Dipiro et al. (2009), apabila terjadi intoleransi penggunan DMARD, maka dapat digunakan Biologic DMARD (b-DMARD) seperti Adalimumab. Adalimumab sebagai b-DMARD memiliki target kerja yang tidak spesifik yaitu memblok reseptor TNF.
Sarilumab yang juga merupakan b-DMARD kemudian hadir dengan keunggulan target kerjanya yang lebih spesifik dan telah dibuktikan dalam penelitian Burmester et al. (2016) bahwa Sarilumab bekerja lebih efektif dibandingkan adalimumab.
Sarilumab merupakan obat golongan biologic disease-modifying antirheumatic drug (DMARD) yang diindikasikan untuk pengobatan orang dewasa dengan rhematoid arthritis aktif dari sedang hingga berat dimana pasien telah tidak memberikan respon terhadap pengobatan rematik yang biasa digunakan saat ini dan intoleransi terhadap satu atau lebih Disease-Modifying Antirheumatic drugs (DMARDs).
Sarilumab merupakan antibody rekombinan IgG1 bekerja dengan cara menginhibisi pembentukan IL-6 yang terikat pada reseptor interleukin 6 (IL-6R) yang berada pada membran maupun reseptor interleukin 6 (IL-6R) yang terlarut (sIL-6Rα and mIL-6Rα), sehingga menghambat pensignalan yang dimediasi oleh IL-6. Dengan demikian, sarilumab dapat digunakan untuk pengobatan RA karena kemampuannya untuk menginhibisi signaling IL-6 secara intra-articular dan sistemik. Untuk melihat bagaimana peran IL-6 dalam perkembangan penyakit RA, dapat disimak melalui video berikut :
https://www.youtube.com/watch?v=HhHkyb7KTfw
Sarilumab 150mg/1,14mL, 200mg/1,14mL larutan dalam jarum suntik untuk dosis tunggal
200mg sekali setiap 2 minggu, diberikan sebagai injeksi subkut
sebagian besar pasien yang diobati dengan KEVZARA 200 mg atau 150 mg setiap dua minggu ditambah MTX / DMARD mencapai tingkat aktivitas penyakit rendah dibandingkan dengan plasebo +MTX / DMARD pada akhir penelitian .
Efek samping serius yang telah diketahui dari penggunaan Sarilumab termasuk infeksi serius, neutropenia, thrombositopenia, meningkatnya enzim-enzim hati, abnormalitas lipid, peroforasi gastrointestinal, immunosupresi, dan reaksi alergi.
Reaksi efek samping serius yang paling umum terjadi adalah infeksi, disebabkan oleh bakteri, micobakteria, fungi invasif, virus atau patogen oportunistik lain. Hal ini disebabkan oleh efek immunosupresif dari Sarilumab.
Sementara efek samping yang paling sering terjadi (terjadi pada setidaknya 3% pengguna Sarilumab dengan kombinasi dengan DMARDs) dari uji klinik adalah neutropenia, eritem pada daerah injeksi, infeksi saluran pernapasan atas, dan infeksi saluran kemih.
Daftar Pustaka
Burmester, G. R., Yong, L., Rahul, P., Janet, VA., Erin, KM., Neil, MHG., Hubert, VH., Deborah, B., Juan, IV., Eun BL. 2016. Efficacy and safety of sarilumab monotherapy versus adalimumab monotherapy for the treatment of patients with active rheumatoid arthritis (MONARCH): a randomised, double-blind, parallel-group phase III trial. Clinical and Epidemiological Research. 76: 840-847
Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York.
FULL PRESCRIBING INFORMATION KEVZARA :https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2017/761037s000lbl.pdf
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…