Farmasetika.com – Pernahkan kamu mencampurkan air ke dalam minyak atau sebaliknya?
Semua orang tahu bahwa ketika kita mencoba mencampurkan air ke minyak dalam jumlah yang sama banyak, maka akan terbentuk 2 lapis cairan (air dan minyak) yang saling memisah. Mengapa demikian ?
Kedua jenis cairan ini tidak bisa disatukan disebabkan karena adanya perbedaan polaritas diantara mereka dimana air bersifat polar (hidrofilik) sedangkan minyak bersifat nonpolar (lipofilik). Perbedaan kepolaran ini meciptakan tegangan antarmuka yang besar di antara permukaan cairan minyak dan air sehingga tidak bisa menyatu ketika dicampurkan.
Namun jika kita perhatikan, disekitar kita ternyata banyak fenomena alam yang menunjukkan bahwa minyak dan air bisa disatukan contohnya saja susu. Susu terdiri dari gumpalan lemak yang dikelilingi oleh lapisan kasein, yang tersebar merata di dalam air. Mengapa hal tersebut terjadi ?
Hal itu terjadi karena protein kasein yang terkandung dalam susu dengan jumlah yang cukup tinggi, memiliki daerah yang bersifat hidrofilik dan lipofilik. Daerah yang bersifat hidrofil akan cenderung untuk berikatan dengan air sedangkan daerah yang bersifat lipofil cenderung untukberikatan dengan lemak. Kondisi ini yang menyebabkan kasein mampu menjembatani penyatuan lemak dan air tersebut.
Nah, karena sebagian besar obat obatan yang ada dalam industri farmasi sifatnya adalah lipofilik atau dapat larut dalam lemak, maka adanya fenomena ini mendorong ahli ahli farmasi mengembangkan suatu sistem pencampuran obat yang terdiri dari fase air dan minyak dikenal dengan istilah emulsi.
Emulsi didefinisikan sebagai sistem dispersi yaitu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak dapat bercampur, salah satu fasenya didispersikan sebagai globul yang tersebar merata dalam fase kedua (fase kontinu). Emulsi farmasi umumnya terdiri dari dua jenis yaitu tipe minyak yang terdispersi dalam air (m/a) biasanya digunakan untuk formulasi emulsi oral (diminum) dan tipe dimana air yang terdispersi dalam minyak (a/m) biasanya digunakan untuk formulasi emulsi krim. Ukuran globul dari fase yang terdispersi berkisar antara 0,1 hingga 100 μm. Emulsi farmasi dengan viskositas (kekentalan) yang rendah berupa lotion sedangkan emulsi dengan viskositas yang tinggi yaitu berupa krim.
Seperti halnya fungsi kasein dalam susu, emulsi juga membutuhkan agen ketiga untuk menstabilkan sistem. Dalam dunia farmasi proses penyatuan fase minyak dan fase air ini dikenal dengan istilah emulsifikasi sedangkan bahan yang berfungsi sebagai agen pengemulsi disebut emulsifier contohnya surfaktan. Lalu bagaimana aksi dari emulsifier ini dalam menstabilkan sistem emulsi? Dalam menjawab pertanyaan ini, ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya:
Ketika dua cairan tak bercampur bersentuhan, gaya yang menyebabkan setiap cairan bertahan untuk tidak menyatu dikenal sebagai tegangan antarmuka. Sesuai dengan teori tegangan permukaan emulsifikasi, agen pengemulsi menyebabkan penurunan tegangan antar muka dari dua cairan yang tak dapat disatukan, dan mengurangi gaya tolak antara cairan. Dengan cara ini, surfaktan mengubah gelembung besar menjadi kecil dan menghindari penggabungan tetesan kecil menjadi tetsan yang besar.
Teori film antarmuka menjelaskan bahwa agen pengemulsi membuat lapisan film tipis di antarmuka antara dua fase yang tak dapat disatukan dalam emulsi. Film ini mengelilingi tetesan fase internal sehingga mencegah penyatuan dari fase internal.
Keuntungannya adalah obat obat yang dibuat dalam bentuk cair akan lebih mudah untuk ditelan terutama oleh pasien pediatric dan geriatric. Selain itu obat yang diberikan dalam bentuk yang sudah terlarut (dalam fase lemak) akan lebih mudah diserap dilambung dan usus sehingga dapat meningkatkan ketersediaan obat dalam darah. Adanya air dalam emulsi serta kemudahan penambahan dan pencampuran bahan bahan seperti pemanis, pewarna, dan pengaroma dapat dimanfaatkan untuk menutupi rasa obat yang tidak enak serta dapat meningkatkan estetika dari sediaan emulsi. Sedangkan untuk emulsi yang diaplikasikan secara topikal misalnya krim, adanya minyak akan mempermudah penetrasi dari bahan bahan yang sulit menembus lapisan kulit yang pada dasarnya tersusun atas lapisan lapisan minyak.
Karena emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari fase minyak dan fase air dimana setiap fase memiliki kecenderungan untuk menyatu dengan fase sejenisnya menjadikan emulsi secara termodinamik tidak stabil. Artinya, kemungkinan terjadinya penyatuan tetesan kecil mejadi tetesan besar dalam sistem emulsi cukup besar. Jika terjadi penyatuan fase terdispersi membentuk gumpalan tetesan yang lebih besar maka emulsi tersebut dikatakan tidak stabil secara fisik. Peristiwa ketidakstabilan emulsi ini dalam ilmu farmasi disebut dengan koalensen.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kecenderungan setiap fase untuk menyatu dengan fase sejenisnya menjadi masalah dalam menjaga stabilitas emulsi. Jumlah agen pengemulsi yang ditambahkan dalam emulsi menjadi salah satu faktor paling penting yang berpengaruh pada stabilitas emulsi. Dalam situasi ini peran farmasis sebagai formulator dibutuhkan dalam merancang dan menentukan konsentrasi emulsifier yang tepat untuk sediaan emulsi. Ada rentang konsentrasi optimal, di mana stabilitas emulsi dapat dipertahankan selama masa penyimpanan. Pertimbangannya adalah pada konsentrasi emulsifier yang terlalu rendah, emulsi tidak stabil karena adanya penggumpalan tetesan minyak sedangkan pada konsentrasi emulsifier yang terlalu tinggi, ketidakstabilan emulsi terjadi karena koalesen yang cepat.
Ada beberapa bentuk bentuk ketidakstabilan emulsi dalam ilmu farmasi antara lain:
Berdasarkan bentuk bentuk ketidakstabilan emulsi ini maka emulsi memiliki sifat ideal dan dikatakan stabil jika:
Beberapa bentuk sediaan emulsi dipasaran antara lain; Cleviprex injeksi, Propofol intravena injeksi, Soap Quuen lotion, Amazing firming body emulsion (lotion), Madu Lebah BB Cream, Nivea krim, sirup EDEX, sirup Torani.
Sebagai konsumen yang cerdas, poin pertama yang perlu diperhatikan pada saat membeli obat maupun produk farmasi lain tentu saja adalah waktu kadaluarsa dari obat. Poin kedua, khusus untuk produk emulsi, penting untuk mengetahui ciri-ciri produk yang tidak stabil dengan cara melihat perubahan terhadap tekstur, warna, dan rasa serta terjadinya pemisahan fase minyak dan air. Selain itu, karena emulsi merupakan sistem dispersi maka untuk menjamin keseragaman kandungan penting untuk melakukan pengocokan terlebih dahulu sebelum mengkonsiumsinya. Terakhir, kondisi penyimpanan juga ikut mempengaruhi kestabilan emulsi sehingga penting bagi konsumen untuk mengetahui berbagai kondisi yang dapat mempercepat terjadinya ketidakstabilan emulsi seperti pengaruh temperatur dan cahaya.
Referensi
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…